"Tania.. apa kau sudah berhenti berpuisi?" tanya mama di suatu senja yang cerah. Mungkin menurut mama cerahnya senja menular ke hati anak perempuannya. Ternyata tidak. Hati Tania kini sedang mendung. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan air mata. Namun Tania selalu menemukan cara untuk menyimpan laranya sendiri. Ia tak mau mama tahu sedih yang dirasakannya.Â
"Mama. Ini mumpung senja cerah. Aku jalan-jalan dulu ya. Siapa tahu aku bisa berpuisi setelah melihat alam." Senja cerah di bulan Februari tetap saja dingin di kota ini, pikir mama. Tapi seandainya melarang pergi, pasti Tania akan sedih. Â Mama berpikir keras, melihat alam yang mana dan seperti apa maksud Tania.Â
Di kota Frankfurt tempat mereka tinggal sudah sangat padat. Frankfurt yang termasuk salah satu kota terbesar di Jerman ini, sungguh menguras energi mereka sekeluarga dalam bekerja. Biaya hidup yang mahal menuntut mereka untuk sebisa mungkin berhemat agar bisa menabung. Mama tak ingin membahasnya senja itu. Mama hanya mengangguk dan memberi jawaban singkat. "Ingat waktu ya. Pulanglah sebelum gelap."Â
Tania tersenyum. Dari ruang makan terdengar adiknya berseru "Kak Tania, aku ikut ya". Tania tak bisa menolak permintaan Alex adik lelaki satu-satunya. Saudara yang paling disayanginya. Karena mereka memang hanya dua bersaudara. Saling menyayangi dan memperhatikan sudah menjadi hal yang wajar. Tania mengangguk .
Terlihat sepintas dari sudut mata Tania, mama tersenyum lega. Seolah merasa tenang karena anak perempuannya ada yang menemani. Iya memang adiknya sendiri. Setidaknya mereka bisa saling menjaga.Â
"Kau tunggu di bawah pohon ini ya, jangan pergi jauh. Aku hanya sebentar" pesan Alex pada kakaknya. Tania hanya mengangguk dan menikmati udara senja yang memang dingin itu di bawah pohon.Â
Alex menuju sebuah kafe yang tak jauh dari tempat Tania menunggu. Matanya tertuju pada sesosok pria yang pernah dilihatnya di handphone Tania. Ada seseorang yang pernah dan sangat istimewa di hati Tania. Alex mengetahui rahasia itu tanpa sengaja. Saat dia melihat foto seorang pria memegang gitar di handphone kakaknya.Â
"Hi, are you Indonesian?" sapa Alex tanpa basa-basi pada pria yang sedang duduk di sudut kafe dekat pintu masuk. "Ya, saya orang Indonesia. Anda juga?" jawab pria tersebut.
Alex merasa senang karena pria yang tak dia tahu nama itu mengajaknya bicara bahasa Indonesia. "Apakah kau sedang berlibur di sini?" Alex melanjutkan tanyanya.Â
"Aku memulai study S2 ku di sini. Kau sendiri, bekerjakah?" tanya pria itu. Alex hanya mengangguk. Sebentar Alex sampai terlupa hendak memesan 2 gelas kopi panas.Â