Senja masih sama. Selalu bergulir datang saat mentari hendak beristirahat. Teriknya siang yang tak lagi sama. Di kala hidup di negara tropis, sudah terbiasa terpancar sinar terik matahari. Bahkan kadang sudah memkai sunblock banyak pun masih terasa efek panasnya di kulit.Â
Tania berusaha menyesuaikan diri di negara baru tempat ia tinggal. Negara empat musim. Ini pertama kalinya. Apakah aku kuat menahan dinginnya. Kata Tania dalam hati. Musim dingin bisa mencapai suhu minus derajat Celcius. Dinginnya bukan hanya sampai ke sumsum tulang. Menggigil di awal-awal tinggal.Â
Namun dengan pengetahuan mama yang cukup luas, mama Tania memperlengkapi dengan pakaian hangat yang tepat. Ini membuat Tania bisa bertahan di suhu rendah saat musim dingin.Â
Meski demikian, Tania masih huga berpuisi tentang senja yang lainnya. Kisah senja kini berbeda. Kisah senja di negara empat musim. Meski tak sebanyak yang bisa ditulisnya saat masih di negaranya. Mungkin hanya belum terbiasa. Pikir Tania.
Rian masih setia mengikuti puisi-puisi senja karya Tania. Yang dirasanya semakin dingin saja isinya. Seolah senada dengan dinginnya kota tempat Tania tinggal saat musim dingin kini. Sungguh ada banyak tanya pada hati Rian mengenai kepergian Tania dan keluarganya ke negri nan jauh. Ada apa.gerangan.
Astri pun mengaku tidak tahu menahu. Tania anaknya tertutup. Hanya itu saja petunjuk dari Astri. Rian pasrah. Apakah ini kisah cinta yang sepihak saja. Haruskah dia mengalihkan rasa pada yang lainnya. Ah Tania, betapa aku rindu. Bisik Rian dalam hati.
Kehidupan Tania dan keluarganya membaik. Mereka masih belum bisa pulang ke kampung halaman. Rindu akan suasana negri tercinta sungguh tak tertahankan. Pun rasa inginnya bersua Rian yang tak pernah dipamitinya saat pergi.Â
Tania pun memberanikan diri bicara pada mamanya di suatu senja. Inginnya pulang ke negri tercinta.Â
"Tania, kita bahkan sudah tidak punya rumah lagi di sana. Sudah dijual oleh papamu tanpa sepengetahuan mama. Masih untung Tuhan berbelas kasihan. Di sini kita bisa mendapatkan tempat tinggal. Meski kita bertiga harus bekerja keras untuk hidup. "Â
Tania mendesah sesak terasa baginya. Kenangan pilu bertubi-tubi di kala senja, membuatnya jadi sering tak bisa berkata-kata. Semua lantunan dukanya hanya tersalurkan lewat rangkaian aksara. Iya puisi-puisinya. Tania berusaha menciptakan kenangan manis saat senja di kota Frankurt ini. Namun ternyata selimut lara masa lalunya lebih tebal dari yang dikira.Â
Perpisahan papa dan mamanya yang tak terduga, bagaimana bisa seorang ayah menelantarkan keluarganya. Tania ingin marah namun tak kuasa melampiaskan amarah pada papa yang sangat dicintainya. Mengapa papa harus terjerat hutang yang banyak. Sampai-sampai rumah satu-satunya harus dijual. Mama sangat terpukul dan tak mau lagi tinggal bersama papa. Setelah mengurus perceraian dengan papanya, mama memilih pindah ke luar negri. Dan kami kedua anaknya harus ikut.Â
Mama punya kenalan lama yang bisa menolong kami untuk tinggal sementara di sini. Kami mendapat pekerjaan layak dan bisa menghidupi kebutuhan sehari-hari. Meski terpaksa berhenti kuliah dulu. Namun Tania bertekad akan melanjutkan studynya kemudian.Â
Di senja yang lainnya di negeri khatulistiwa, Rian sedang mempersiapkan untuk mengikuti rangkaian test. Beasiswa kuliah S2 di Jerman. Apakah mungkin aku bisa mencarimu di kota Frankurt sana Tania. Apakah harus kutinggalkan semua kehidupan di negri ini dan menujumu nan jauh di sana. Sungguh perpisahan ini tak sanggup kutahan lagi Tania. Aku merindukanmu. Bisik Rian dalam hati.
Tekadnya telah bulat. Ingin dia cari tempat study di Jerman agar dia bisa menemui Tania. Astri berulang kali memintanya untuk memikirkan ulang niatnya. " Jangan terbawa emosi" kata Astri.Â
Rian hanya menggeleng. "Tekadku sudah bulat Astri. Aku akan menyusul Tania. Akan kunyatakan perasaanku kepadanya. Aku akan bersamanya. "Â
Astri hanya diam. Temannya ini memang terkenal gigih dengan keinginannya. Selalu berusaha mewujudnyatakan. Terlebih ketika berkaitan dengan cinta. Astri hanya tak menduga kalau perasaan Rian amat kuat pada Tania. Selama ini dia mengira ini hanya kekaguman semata pada si pujangga senja. Sebagaimana mereka berdua menyehut Tania.Â
Lalu Rian pun mengikuti serangkaian test penerimaan beasiswa study di Jerman. Memang masih beberapa bulan lagi pengumumannya. Dia sadar bahwa tak ada yang dikenalnya di negri yang akan ditujunya selain Tania. Diusahakannya mendapatkan beasiswa full.Â
Orang tua Rian pun tak sanggup mencegah. Mereka hanya memberi Rian satu syarat. Harus paling tidak lilus S1 lebih dulu. Dan beasiswa yang diambilnya di Jerman harus S2. Maka Rian pun berjuang keras mempercepat penyelesaian study S1 nya agar bisa layak mengambil gelar S2 di Jerman dan mengejar cinta sejatinya.Â
Sementara itu, kesibukan Tania di Frankfurt membuatnya tidak selalu menulis lagi. Karya-karya barunya tak mincul lagi di blog pribadinya. Dia hanya lelah. Berusaha mendapatkan beasiswa sambil bekerja itu tidak mudah baginya. Namun dia terus mengusahankannya dan berdoa. Hanya ada satu hal yang terus mengganggunya. Semua bayangan dan kenangan tentang Rian tak pernah pudar dari ingatannya. Entah mengapa.Â
Kedua insan di dua benua yang berbeda ini sedang masing-masing berjuang untuk menggapai mimpinya. Dan rasa cinta mendalam di antara keduanya sudah menjadi sauh kuat untuk sebuah perjuangan untuk kebersamaan. Masing-masing hanya saling menjaga dalam doa-doa yang terlantunkan saat senja tiba.Â
Akankah Cinta di antara dua benua ini akan menyatu?Â
....
Bersambung lagi
..
Baca kisah sebelumnya di: pujangga-senja
Written by Ari Budiyanti
23 Januari 2020
#CerpenAriBudiyanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H