Aku hanya tertawa kecil. Kubukakan pintu untuknya. Sesampainya di dalam mobil aku mengambil sesuatu di jok belakang. "Untukmu Vira. Semoga suka ya" aku berikan oleh-oleh yang kupikirkan dengan sangat. "Wow, terimakasih banyak Angga. Astaga aku senang sekali. Tuhan baik sekali memberiku kejutan manis ini. Boleh aku buka sekarang?" Aku hanya mengangguk. Rasa bahagia menyelinuti hati saat aku melihatnya sangat senang.
Dibukanya kotak hadiah dariku. "Angga, it's beautiful. I like it so much." Buku kumpulan puisi karya sastrawan kenamaan. Ada juga beberapa biji bunga kemasan. Semoga saja cocok ditanam di sini. Sementara, saat ini, hadiah itu saja yang bisa kuberikan. Aku tahu, dia sangat mengagumi sastrawan penulis buku itu.
"Angga. Aku bahagia sekali. Terimakasih ya" Vira menatapku dengan  berhiaskan senyum manisnya. Aku hanya membalas dengan senyuman. Lalu, kamipun berbincang banyak hal selama perjalanan menuju tempat tinggalnya. Perjalanan lancar. Hanya sekitar 1 jam. Astaga cepat sekali. Aku berharap macet saja agar bisa lebih lama bersamanya dalam perjalanan.
"Besok masih di sini Vira? Aku jemput pagi ya. Aku menginap di rumah saudaraku di sekitar sini. Papi dan mami juga sedang ada di sini. " Aku memberanikan dirinya mengajaknya bertemu lagi.
"Iya, jam berapa? Apa aku perlu beritahu teman-teman. Agar mereka juga bisa.. " aku cepat menggeleng, "Jangan, kamu saja. Ada yang ingin kubicarakan denganmu" dia mengernyitkan keningnya. "Kenapa ga bilang sekarang saja?" Desaknya. Aku hanya menggeleng. Lalu mengantarnya sampai gerbang tempat dia tinggal.Â
Aku melajukan sedan silverku ke rumah saudara sepupuku. Ada papi mami dan semua anggota keluarga berkumpul. "Besok pagi jadi ajak Vira berkenalan dengan kita?" Tanya mami. Aku mengangguk. "Sayang, jangan kau tahn-tahan lagi perasaanmu. Nyatakanlah sekarang  seandainya kamu memang mencintainya. Ajaklah dia menikah dan tinggal bersamamu." Aku hanya membalas nasehat mama dengan senyuman. Lalu berjalan menuju kamar tempat aku beristirahat.
Keesokan paginya aku jemput Vira. Setangkai mawar pink kubawa untuknya. Dia penyuka warna pink. Tak bisa dipungkiri. "Astaga, sepagi ini sudah mampir ke toko bunga demi ini?" Tanya Vira riang. Aku mengangguk. "So sweet. Ini romantis sekali. Angga. Aku suka. Makasih ya." Katanya riang. "Vira, ingat tidak, dulu kau pernah minta aku mainkan satu lagu diiringi piano untukmu?" Vira langsung mengangguk. "Sudah alama sekali itu aku mintanya. Habis aku cuman tahu darimu kalau kamu bisa main piano. Tapi kan aku tak pernah tahu sendiri. Eh, tapi koq kamu ingat saja?"
Aku membalasnya dengan senyuman saja. "Angga. Kamu tahu ndak. Cara kamu tersenyum itu masih sama seperti saat kita kenal di kampus. Saat masa-masa menempuh kuliah S1 kita. Senyum yang menenangkan. Dan aku suka melihatmu tersenyum" kata Vira enteng. Aku tahu Vira memang mudah memberi apresiasi pada seseorang begitu dia lihat hal baik dari orang itu. Hanya saja, aku heran mengapa selama ini dia tidak pernah bilang kalau dia suka senyumanku. Tahu gitu aku banyakin tersenyum aja padanya dari dulu ya.Â
"Kita mau ke mana sekarang Angga?" Tanya Vira membuyarkan lamunanku. "Ke rumah saudaraku. Aku akan mainkan piano untukmu di sana. Ada papi mami juga. Mereka ingin bertemu denganmu. " jawabanku meluncur lancar sambil kuperhatikan respon Vira.Â
"Apa, ka ..kamu mau perkenalkan aku dengan keluargamu. Koq ga bilang sih. Aku,.. mana pakai baju begini juga. Santai sekali bajuku. Kirain cuman mau jalan ngobrol berdua di mall. Angga, balik yuk, aku ganti baju dulu yang lebih resmi gitu" kata Vira sambil menepuk-nepuk bahuku. Aku kaget juga melihat dia sepanik itu. Menurutku bajunya udah amat sopan. Mau ganti baju apa lagi. " Itu rumahnya udah di depan mata. Udah ga apa. Kamu udah nampak cantik dan sopan koq pake baju itu." Entah mengapa pujian itu meluncur manis dari bibirku. Dia menatapku tersipu.Â
Kami pun sampai di rumah saudaraku. Papi dan mami juga keluarga yang lain sudah berkumpul. "Ayok turun. Semua sudah menunggu." Dia menggeleng. Aku terkejut. "Aku, aku grogi banget nih Angga. Kamu juga apa-apaan ngenalin aku ke keluargamu tanpa pemberitahuan. " ada kepanikkan kulihat diwajahnya. Kupegang tangannya untuk menenangkan. Astaga dingin sekali. Sepanik itukah dia.Â