"Kau yakin akan ambil pekerjaan itu? Itu jauh sekali. Di luar pulau. Kau akan terpisah amat sangat jauh dari keluargamu. Kamu juga anak perempuan. Berani? Apakah sudah mantap?" Tanya Bunda padaku.
"Iya yakin Bunda. Aku sudah susah payah mendapat gelar sarjana pertanian.ada tawaran menarik begini, masa akan kulewatkan. Kan sayang ya, Bunda?" Jawabku dengan doa dalam hati memohon restu. Â
Bunda menghela nafas panjang. Ada resah, gelisah dan juga cemas terasa di sana. Aku pun memilih diam. Tidak ada perbincangan lagi. Bunda sepertinya belum siap melepasku pergi jauh. Dan aku tidak akan memaksa Bunda menyetujui. Kalau memang Bunda tidak setuju, terpaksa pekerjaan itu kulepas. Tak mungkin aku pergi tanpa restu Bunda.Â
Hari terus berlalu, waktuku untuk segera memberi jawab pada perusahaan yang memanggilku bekerja tinggal besok. Bunda masih belum menunjukkan tanda-tanda memberi ijin. Pupus sudah harapanku.
Sampai akhirnya malam itu, "Bunda ijinkan kamu pergi bekerja di tempat yang kau mau, tapi berjanjilah untuk menjaga kesehatan dan sering mengirim kabar ke Bunda." Hampir tak percaya aku pada jawaban Bunda. Ada restu untukku pergi.
"Baik Bunda. Aku janji. Terimakasih Bunda. " Kupeluk Bunda erat-erat. Ada terlihat sekikas titik air mata Bunda. Namun segera Bunda hapus dan memelukku erat. Lalu menepuk-nepuk punggungku.
Segera kukabari perusahaan tempat aku akan bekerja. Minggu depan aku berangkat. Masih ada waktu satu Minggu untuk bersiap. Aku akan ikut dalam tim penelitian yang bekerja di daerah pelosok karena segala sumber daya alam yang dibutuhkan ada di sana.Â
Menikmati alam segar pegunungan. Dengan persawahan yang sedang hijau subur sangat luas. Aku seorang diri mencoba menerapkan ilmu yang ku dapat di sana. Sebagian besar temanku memilih kerja di kota meski tidak sesuai bidang study yang diambilnya. Aku memilih bekerja di desa, sesuai bidang minatku.Â
Tinggal di sebuah rumah warga yang letaknya tak jauh dari perusahaan itu. Sebagaian besar warga desa sangat ramah dan suka menolong. Mereka juga mau peduli dengan kebutuhanku sebagai warga baru di desa mereka.Â
"Mbak Tiara kalau perlu sesuatu, segera beritahu kami ya. Agar kami bisa membantu" kata Ibu Karti pemilik rumah di mana aku tinggal. "Baik Bu. Terimakasih"Â
Aku mulai masuk kerja dan berusaha segera mengerti tugas-tugas yang menjadi bagianku. Aku harus melihat bibit yang terbaik dari tanaman yang akan dibudidayakan perusahaan tersebut. Selain itu, jika penelitianku berhasil dalam menemukan bibit unggul dan upaya menjaga pertumbuhan bibit yang dihasilkan pun baik, maka hasilnya akan digunakan secara meluas di cabang perusahaan di kota lain.Â