Sejak saat itu, satu minggu tak kunjung kutemui dia. Ada rindu tiba-tiba melanda hatiku saat ini. Ada resah membuatku ingin tahu kabarnya. Tapi bagaimana? Aku hanya tahu namanya Laras, itupun dari Dika. Siapakah Laras? Aku tidak cukup berani untuk mencari tahu dengan berbincang lama. Mungkin nanti bila waktunya tiba.Â
Namun, mengapa dia menghilang. Satu Minggu ini berlalu dan aku tak melihat dia. Tak sanggup kubendung resahku dan kuceritakan pada adik sepupuku, Dika. Aku tak pernah sebut nama padanya. Hanya mengisahkan hati yang sepertinya mulai tertambat rasa pada gadis pencinta buku.Â
"Kak Anthony, aku akan membantumu. Aku akan membeli tiket konser musik klasik untuk kalian berdua. Tapi, kau harus datang. Tidak ada alasan tidak datang. Gunakan kesempatan sebaik mungkin. Paham?" Gaya bicara Dika sudah seperti dia ini ayahku saja. Padahal usianya 2 tahun lebih muda dariku.Â
Dika menepati janjinya. Dika mengajak bertemu dia, teman kampusnya dulu. Laras. Aku ada di taman yang sama saat mereka bertemu. Dan saat Dika pergi, kembali kulantunkan tembang Serenade dari biolaku. Benar dugaanku. Dia menujuku. Saat kubuka mataku, kulihat dia. Dia memberitahuku kalau namanya Laras. Maka kuberitahukan pula bahwa aku Anthony di pemain biola. Itu saja dan sudah.Â
Debar jantungku mengencang saat tahu bahwa wanita pujaanku itu benar Laras, si kutu buku. Dan besok malam kami akan melihat konser musik klasik bersama. Sesuai saran Dika. Aku masih bingung bagaimana mengatakan bahagiaku. Kita lihat saja besok.Â
Aku menuju taman untuk menjemput Laras yang awalnya kecewa karena tahu Dika tak bisa datang. Tapi keterkejutan di wajah Laras melihat aku datang membuatku bingung harus bagaimana. Dan kami akhirnya hanya saling fiam dalam perjalanan menuju tempat konzer musik itu.Â
Laras menikmati semua musik yang disajikan. Diluar dugaan kami, musik penutup adalah Serenade gubahan komposer kesukaannya. Franz Schubert. Entah apa yang dipikirkannya. Kulihat tetesan air mata menggenang dan akhirnya mengalir membasahi pipinya.Â
Tak bisa kutahan rasa sedih dan kagetku. Spontan kuhapus air matanya dengan jemariku. Dia terdiam tak bicara pun tak melarang. Hanya seperti itu. Saat pulang pun tidak banyak kata dia bilang. Meski kukisahkan mengapa kusuka musik Serenade itu, namun dia tetap tak mau meberi tahu mengapa dia pun suka lagu itu. Baiklah tak akan ku paksa. Ini pertama baginya pergi bersamaku.Â
Kuakhiri pertemuan kami dengan kalimat "Aku akan ada di taman itu setiap senja tiba menunggumu dengan musik itu" meski tak ada jawabnya, entah mengapa kuyakini dia akan datang di setiap senjaku.
Lantunan musik Serenade Franz Schubert jadi lebih bermakna. Bagiku, itu bukan sekedar alunan nada, namun itu rasa cintaku pada Laras.
Pulang ke rumah dan kudengarkan musik lembut Michael Learns To Rock, yang berjudul Blue Night.Â