"Udara cerah, berlangit biru
Ingin aku bersenang-senang bersamamu
Bernyanyi-nyanyi dan menari
Di alam bebas dan segar seperti ini"
Sepenggal lagu anak-anak di atas adakah yang pernah dengar? Lagu ini penuh kenangan untuk saya dan murid-murid yang pernah belajar bersama saya. Waktu itu saya masih mengajar di kota Pamulang. Sekolah tempat saya mengajar, mendapat jadwal tampil di TV. Nama stasiun TVnya adalah DAAI TV.Â
Mengajari anak-anak hapal teks lagunya lebih mudah. Tapi ada tantangan tersendiri saat menyeimbangkan dengan gerakan menari sederhana. Kenangan manis bersama mereka.
Mari kita bernyanyi sejenak lagu ini. Bagi yang belum tahu lagunya, bisa simak di link berikut yaÂ
Lagu yang berjudul "Hati Gembira" diciptakan oleh bapak AT Mahmud ini menjadi penuh kenangan bagi saya. Setiap kali mendengar lagu ini, saya teringat murid-murid kecil saya di Pamulang. Bukan hanya itu, kenangan saat mengajari mereka gerakan menari-nari dan bernyanyi, mirip dengan gerakan anak di video you tube di atas.
Perhatikan bagian bait keduanya.
"Tralalalala Hati Sukacita
Tralalalala Hati Gembira
Tralalala Hati Sukacita
Tralalala Hati Gembira"
Betapa indahnya dunia anak-anak yang diliputi udara segar. Mereka bebas bernyayi dengan sukacita, menari dengan gembira. Kegirangan yang tiada terkira saat bertemu alam yang masih ramah pada mereka.Â
Kenyataannya saat ini membuat miris, terutama bagi anak-anak yang tinggal di kota besar. Apakah udara cerah berlangit biru itu masih ada? Ataukah udara menjadi mendung kelabu tertutup asap kendaraan bermotor? Warna biru langit memudar menjadi kelabu? Lalu bagaimana mereka akan menghayati lagu ini? Perlukan pergi ke desa saja yang masih bisa menikmati alam?Â
Batuk-batuk karena polusi udara itu sudah sering menyapa. Meski di pinggiran bagian dalam kota Pamulang masih ada juga banyak perkebunan anggrek sebagai penyeimbang, pemberi sumbangsih udara segar.
Saya yang hanya tinggal 1 tahun saja meninggalkan kenangan buruk berkaitan dengan polusi udara.Â
Saya akan membagikan kisah saya sehari-hari saja yang sudah saya lakukan. Di Kampung, rumah saya penuh dengan tanaman bunga. Bahkan saya pernah menuliskan kisah berkebun bunga di halaman depan rumah. Selain menanam bunga, saya pun menanam sayuran, yang bisa dimanfaatkan. Tak lupa juga ada pohon buah yang tumbuh subur di halaman rumah. Semua kisah itu sudah pernah menjadi artikel di Kompasiana.Â
Bukan hanya berkebun di kampung yang luas halaman depan dan belakang. Saya juga menanam aneka tanaman di tempat kos saya. Tidak ada halaman luas seperti di rumah. Hanya ada balkon depan kamar kos saya yang tidak terlalu luas. Namun saya tidak menjadikan itu alasan. Tiga tahun sudah saya berkebun di balkon. Ini memasuki tahun ke 4.Â
Mari cintai bumi tempat kita hidup dengan cara merawatnya. Selama 3 tahun berkebun di balkon, saya sudah membagikan lebih dari 10 pot tanaman ke teman-teman yang saya kenal. Mulai dari beberapa rekan guru, teman, dan juga murid-murid saya.Â
....
Link tulisan saya tema berkebun:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
...
Setidaknya sudah ada 11 artikel yang saya tulis tentang berkebun. Itu yang saya ingat. Silakan dibaca-baca ya.
....
Written by Ari Budiyanti
5 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H