Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 3.000 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 20-12-2024 dengan 2.392 highlights, 17 headlines, 112.449 poin, 1.133 followers, dan 1.315 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seonggok Rindu

21 Juni 2019   16:31 Diperbarui: 13 Maret 2020   19:07 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lotus. Photo by Ari

Tersentak aku ketika setangkai bunga lotus merah muda tiba-tiba muncul di depanku. Angga rupanya sudah ada di belakangku dan membawa setangkai lotus pink. 

"Harus cerita. Susah payah aku mendapatkan bunga ini. Hampir aku terjebur kolam tadi." Katanya dengan mimik yang dibuat serius. 

Aku menahan tawa. Menerima lotus cantik dari Angga. "Aku mau bunganya tapi ga mau cerita. Titik"

Secepat aku bisa, mengambil bunga dari tangan Angga. Dan Angga kalah cepqt dariku untuk mempertahankan bunga itu dari genggamannya. Mungkin dia hanya menagalah untuk membuatku senang.

"Ah, kau kan masih saja sama. Menerima bunga, dan nanti juga cerita. Lihat saja" Angga duduk di sebelahku. Aku tersenyum tapi tetap diam. 

Senja menggelayut dan kami berdua terduduk dalam diam tanpa kata. Angga sibuk mencabuti rumput dekat dia duduk karena merasa tak ada kerjaan. 

"Angga, apa kau pernah merindukan seseroang dengan amat sangat?" 

Berhenti mencabut rumput dan menatapku. "Tak pernah. Yang bisa membuatku rindu selalu ada di dekatku, jadi aku tak pernah rindu" kata Annga enteng.

Aku tahu maksud Angga namun tak ingin memperpanjang dengan membahasnya. Percuma cerita pada Angga yang tak.pernah merindukan seseorang. Bagaimana dia bisa membayangkan perasaan yang menderaku. Kembali hanya suara gemerisik dedaunan di pepohonan yang tertiup angin.

"Pulang yuk, sudah sore, bentar lagi gelap" Angga berdiri mengulurkan tangannya mengajakku berdiri juga. Tapi aku memilih berdiri sendiri tanpa mwnerima bantuan tangannya. Itu sering kulakukan dan Angga tak peduli, dia selalu mengulurkan tangannya meski tak pernah ku terima. Dan seperti biasanya, aku akan berjalan cepat mendahului Angga. 

Angga juga biasanya membiarkan langkahku di depannya. Dia tak pernah berusaha menyusulku. Mengawasiku dari belakang seolah ingin memastikan aku aman. Itu yang selalu dia lakukan sejak masa kecil kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun