"Hai, melamun saja. Kucari kau kemana-mana. Ternyata di sini saja."
Bukit berbunga di belakang desa tempat favoritku merenung. Apa merenung? Mungkin hanya kataku untuk memperindah kata melamun.
Sapaan Angga tak membuatku bangun dari lamunan. Aku masih memikirkan dia yang jauh tanpa berita. Mengapa juga terus memikirkan dia yang mungkin tak memikirkanku. Aku juga tak mau, tapi rindu itu datang mendesak sendiri tanpa kuminta. Bagaimana lagi.
"Seruni, kau ini sedang mikirin apa?"
Aku palingkan wajahku pada Angga yang tak kunjung memberiku ruang dengan anganku. Ingin kubilang padanya untuk pergi saja karena ku ingin sendirian. Kesal aku sebenernya. Tapi dia kawanku sejak kecil yang selalu ada dalam suka dan dukaku.
"Tak ada" jawabku singkat lalu kembali hanyut pada rasa rindu yang tak kunjung hilang, terus menyesak ingin menyeruak.
Angga bangkit dari tempat duduknya di atas batu tak jauh dari tempatku termenung. Kuperhatikan dia pergi menuruni beberapa jalan di bukit arah kebun bunga. Dan aku tahu bagaimana caranya merayuku bicara. Dia akan memetik aneka kuntum bunga di kaki bukit, mengikatnya dan berikan padaku.Â
"Ganti dengan cerita" katanya selalu ketika memberikan bunga-bunga yang dipetiknya. Dia kira aku masih sama terus seperti masa kecil. Yang selalu tak bisa berhenti bercerita jika sudah diberi aneka bunga.Â
Lama tak kunjung ku dapati Angga kembali. Tumben batinku. Tapi aku kembali menikmati alunan rasa rindu yang menemani nada-nada rasaku. Pertemuan terakhirku dengannya, sudah lebih dari 10 tahun lalu. Seperti apa wajahnya, perilakunya, sungguh tak ku tahu pasti perubahannya. 10 tahun itu lama.Â
Namun, sapaannya, ceritanya dan berbagai pembicaraanku dengannya melalui medsos menumbuhkan rasa yang tak pernah ada sebelumnya. Dan entah mengapa rindu akan bersua dengannya. Tapi untuk apa. Jika dia tak menyerukan rasa yang sama. Kutunggu dan terus menanti dalam kesabaran, namun tiada perubahan.