"Ayah, Bunda. Dita rindu" tak terasa air mata menitik deras, tak sanggup aku menahan semua rindu yang kutekan menyesak di kalbu. Aku segera memeluk Bunda, mencium tangan Ayah dan Bunda. Aku pun memeluk Ayah.Â
Sosok yang pernah begitu perkasa menjaga keluarga kami. Sosok yang hangat penuh cinta dan perhatian. Sekarang terduduk lemah di kursi roda.Â
Ayah menepuk-nepuk punggungnku dengan lembut saat aku memeluknya. "Ayah sangat rindu Dita, terimakasih sudah pulang untuk Ayah Bunda." Kata Ayah pelan dan lembut. Aku hanya bisa mengangguk. Lalu kami berdoa bersama untuk memgucap syukur atas kebersamaan kami.Â
Bunda tidak banyak bicara. Rasa haru meliputi hati kami bertiga. Tak ada banyak cerita saat aku baru tiba. Namun malamnya, tak bisa aku menahan semua kisah, semua kuceritakan pada Ayah dan Bunda. Tentu saja tidak semua kisah. Rasa rindu yang kutekan menimbukan sesak, tak pernah kunyatakan. Ayah Bunda sudah tahu itu.
Ayah Bunda pun banyak bercerita tentang banyak hal indah selama satu tahun saat aku tak pulang. Ayah menunjukkan perkembangan kesehatan yang membaik.Â
Bunda mendapat cukup waktu merawat Ayah karena uang yang kukirimkan cukup meringankan beban Bunda. Bunda tidak perlu terlalu lelah lagi mencari uang untuk kebutuhan keluarga.Â
Aku tahu, setiap beban yang dotanggungkan pada insan di bumi ini sudah ditakar oleh Yang Maha Kuasa. Tak akan mungkin diberikan tanggungan yang melampaui kekuatan umatNya.Â
Karena Tuhan setia dan adil, kasih sayangNya pada umatNya sangat besar. Perlu ketaatan dan kesetiaan menanggung semua beban. Iya tentu saja dengan bersandar pada kekuatan Tuhan semata.Â
Aku tahu, tanpa campur tangan Tuhan, aku tak akan sanggup menghadapi ini semua. Juga teladan Ayah dan Bunda yang tak henti-hentinya saling mengasihi dalam suka dan duka. Seperti yang mereka ucapkan dalam janji pernikahan, bahwa akan saling mencintai dalam waktu senang pun susah. Beliau berdua sungguh melakukan janji mereka. Terimakasih Tuhan.
Kepulanganku kali ini memberi kekuatan dan penghiburan baru untukku sendiri. Segala lelah fisik dan mental selama di kota tempatku bekerja dan belajar, serasa luruh sudah saat itu. Melihat Ayah dan Bunda yang masih tetap bersemangat, ini juga seperti mentransfer semangat padaku yang sering lelah fisik dan mental di kota tempatku tinggal selama satu tahun ini.
Terimakasih Tuhan, untuk Ayah dan Bundaku. Terimakasih karena aku bisa pulang liburan lebaran ini. Tak mengapa aku kehilangan beberapa pekerjaan part time yang menghasilkan uang dua kali lipat dari hari biasa. Untukku, pulang adalah pilihan terbaik kali ini. Menikmati kebersamaan dengan Ayah dan Bunda tak sebanding dengan uang yang bisa kudapatkan.Â