Mudik.. hal yang paling saya nanti-nantikan. Sudah sejak lulus SMP saya keluar dari rumah orang tua saya di desa, untuk belajar di kota lain. Jadi sejak SMA kelas 1 saya sudah menjadi anak kos. Berat sekali berpisah dari Bapak dan Ibu untuk tinggal jauh. Iya demi ilmu yang saya kejar sampai Purwokerto. Hanya 3 jam perjalanan naik bus dari desa saya.Â
Saya si anak desa setelah lulus SMA, melanjutkan studi ke Surabaya. Wah kalau ini jangan tanya berapa jam ya. Saya jarang naik bus kalau dari Surabaya. Tapi pernah teman saya mengunjungi desa saya dari Surabaya naik bus selama 23 jam saat libur lebaran. Silahkan Anda bayangkan sendiri lelahnya seperti apa. Bukan hanya itu, macetnya jalan saat mudik akan menambah derita berkepanjangan. Saya berlebihan ya?Â
Waktu di Surabaya, saya biasa menggunakan jasa kereta api untuk mengantar saya pulang kampung. Kereta api jaman dulu, bukan KA jaman now yang udah tertib. Anda tak akan percaya yang saya bilang bila tidak alami sendiri. Saya bisa loh, demi mudik, berdiri sepanjang perjalanan di gerbong kereta api. Saya pernah mengalami sampai menggerakan kaki saja tak bisa. Karena sudah berdesakan dan ada kaki-kaki orang-orang yang sama tujuannya dengan saya. Iya. Mudik. Sesak dan panas. Mau bagaimana lagi demi mudik, bertemu orang tua.Â
Kalau normal saja, dulu, kereta api jam 6 pagi berangkat dari Stasiun Gubeng, Surabaya, sampai desa saya bisa jam 5 sore. Nah kalau mudik lebaran naik kereta api, saya tidak terlalu ingat bisa sampai jam berapa di desa saya. Kalau dari Surabaya biasanya selalu tepat waktu berangkatnya.Â
Tapi kalau sudah jalan dari kota ke kota, jaman dulu ya, kereta apinya bisa telat-telat sampai kota tujuan, itu hal yang sudah biasa. Pernah saya nunggu sampai 2 jam belum juga tiba dari jadwal seharusnya. Gara-gara kejadian sering telat di masa lampau, saya pernah santai-santai datang terlambat ke stasiun KA. Pikir saya dari pada nunggu di stasiun, mending tunggu di rumah. Baru saja saya sampai depan stasiun, kereta apinya sudah jalan. Saya ditinggalin begitu saja. Eh siapa yang salah ini. Iya saya yang salah, sudah berani terlambat datang ke stasiun. Tapi itu menjadi kenangan buat saya. Entahlah dikategorikan kenangan apa. Pahit atau manis? Apapun itu, saya terima saja.
Purwokerto, Surabaya, lalu lanjut ke Jakarta dan Pamulang. Kota-kota yang pernah saya tinggali dan mengaharuskan saya mudik saat liburan. Pernah juga saya mudik baik bus kota saat tinggal di Pamulang. Malah hampir tiap mudik saya naik bus kota, lebih murah dan terjangkau. Apalagi saya selalu pilih bus yang tanpa AC. Maklum saya orangnya tidak tahan dingin. Pernah satu kali saya naik bus dengan AC, saya menggigil dan rasanya sudah ingin turun bus saja. Tapi tidak mungkin karena perjalanan malam.
...
1. Berdoa sebelum dan sepanjang menempuh perjalanan.
Sudah menjadi kebiasaan kita untuk selalu berdoa sebelum menempuh perjalanan jauh. Juga ada baiknya terus berjaga-jaga dalam doa sepanjang perjalanan. Doakan supir dan kondekturnya jika Anda naik bus umum. Doakan masinis, kondektur dan aparat keamanan di dalam kereta jika Anda naik kereta api. Doakan juga orang-orang yang seperjalanan dengan Anda.Â
2. Siapkan makanan dan minuman yang praktis dimakan secukupnya
Ini yang selalu saya siapkan. Jika mudik di bulan puasa, bagi Anda yang berpuasa tentu saja sudah menyiapkan makanan dan minuman untuk santap sahur ataupun berbuka. Seandainya perjalanan harus menempuh jarak jauh melewati ke dua waktu tersebut.Â
3. Tampil sederhanaÂ
Ini penting sekali. Jangan mengundang kejahatan dengan sengaja. Tanggalkan saja itu perhiasan yang biasa dipakai di leher, telinga dan lain-lain. Memang dimana lagi ya? Kalau acaranya perjalanan mudik naik bus atau kereta api, saya biasanya tampil sederhana sekali. (Tapi sebenernya sehari-hari juga saya juga tampil sederhana saja sih). Â Sering saya juga tak ber make up. Hanya pakai celana jeans dan kaos biasa. Lalu pakai jaket tanpa kalung, gelang, atau anting. Kadang saya bawa scarf untuk jaga-jaga kalau sampai kedinginan. Oya, pastikan barang bawaan Anda selalu terjangkau pandangan mata dan tak usah banyak-banyak yang dibawa ke dalam bus.
4.Siapkan musik mengiringi perjalanan
Jaman dulu saya masih pakai walkman dan kaset. Dan dua yang selalu saya bawa, kaset lagunya Backstreet Boys album Milenium dan Black and Blue. Saking seringnya saya dengarkan, sampai hapal semua lagunya di ke dua album itu.Â
Sekarang saya masih juga siapkan musik, ada lagu Backstreet Boys, Michael Learns to Rock, lagu-lagunya KLA project, Kahitna, dan lain-lain. Bedanya, sekarang saya simpansemua koleksi lagu saya di smartphone, bisa dengarkan pakai headset. Seru deh. Buat saya ya.
5. Simpan nomor-nomor penting  ujtuk keadaan darurat
Kita selalu mengharapkan perjalanan aman dan nyaman. Tapi kita tetap harus berjaga-jaga dan waspada. Siapkan nomor-nomor penting yang bisa dihubungi saat terjadi kondisi darurat.Â
Berikut beberapa nomor darurat yang perlu Anda tahu.
Nomor telepon darurat di Indonesia
- Polisi: 110
- Ambulans: 118 dan 119.
- Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan: 115.
- Posko bencana alam: 129.
- Perusahaan Listrik Negara (PLN): 123.
- Pemadam Kebakaran: 113 atau 1131.
Coba Anda cek lagi nomor-nomor di atas. Saya dapat dari Wikipedia. Semoga berguna.Â
6. Bawa uang secukupnya saja
Ini penting. Saya tahu jaman sekarang udah banyak fasilitas bayar dengan kartu hanya sekali "tap" saja, tapi untuk berjaga-jaga lagi, bawalah uang tunai. Tapi perhitungkan saja, tidak usah terlalu banyak. Uang bisa digunakan untuk keperluan mendadak. Misal, seandainya bus mogok walaupun kita berharap demikian. Harus ganti bus dan harus bayar lagi. Kita tidak pernah tahu kan. Berjaga-jaga saja. Jangan sampai kita santai-santai tanpa uang di tangan waktu butuh jadi kelimpungan. Secukupnya saja, jangan berlebihan. Karena bisa malah mengundang bencana jika uang yang dibawa terlalu banyak.
7. Perhatikan orang-orang di sekitar kita
Penting sekali memperhatikan orang yang duduk di sebelah kita, juga di sekitar kita. Bukannya mau berprasangka buruk, tapi berhati-hati lebih baik dan waspada. Saya lebih nyaman duduk di sekitar ibu-ibu kalau naik bus atau kendaraan umum. Kalau memungkinkan bisa diajak mengobrol alakadarnya untuk membangun relasi saja. Memastikan kita duduk dengan orang-orang yang aman. Saya juga suka memilih tempat duduk yang dekat dengan supir bus.Â
..
Salam hangat dari penulis yang juga akan mudik
...
Written by Ari Budiyanti
28 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H