Mohon tunggu...
Soni Ariawan
Soni Ariawan Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Pendidik, pembelajar, pemerhati bahasa dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

#MelawanTakut

29 November 2016   04:42 Diperbarui: 29 November 2016   06:05 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.      Kata “makar”menjadi kosa kata yang sangat popular akhir-akhir ini.

2.      Diidentikkandengan sebuah aksi menurunkan pemerintahan sah yang merupakan hasil daridemokrasi.

3.     Aksiyang diduga akan dilakukan oleh sekelompok orang yang tentunya “benci” denganpemerintahan republik ini.

4.     Isumakar ini dimunculkan semenjak umat islam turun ke jalan menyuarakan keadilanterkait  kasus Ahok yang diklaimmendustakan agama Islam lantaran kalimatnya yang kontroversial menyebut QS AlMaidah 51.

5.     Padatanggal 4 November, ratusan ribu bahkan ada yang menyebut sampai jutaan umatIslam tumpah ruah di ibu kota.

6.     Satutuntutan adalah “tegakkan hukum dengan adil, tanpa memandang bulu”. 

7.     Setelahitu, semua berspekulasi.

8.     Intelejenberpendapat ada “pemain” di belakang layar.

9.     Presiden“ikut-ikutan” bilang ada “aktor” politik di balik aksi.

10.  Mediamemainkkan peran untuk mem-boom-ingkan kata “makar” agar terasosiasi di kepalakita kalau aksi umat Islam tersebut dekat dengan “aksi” makar.

11.    Kompormedia berhasil.

12.   Dibuatnyaseolah negara dalam keadaan darurat makar.

13.   Banyakpejabat negeri ini yang terpancing untuk berkomentar tentang kata makar yang “dijual”media.

14.  Mungkinbukan media yang memunculkan kata ini pertama kali untuk terus menjadi topikpembahasan dan inti setiap pertanyaan.

15.  Bisajadi, ada pemain antagonis sebenarnya yang dengan sengaja mempopulerkan kataini agar kita merasa berada dalam kondisi gawat. 

16.  Merekahanya ingin membuat kita “takut”.

17.   Takutkalau Indonesia sudah tidak jadi NKRI lagi.

18.  Takutkalau Indoesia isinya hanya seragam saja, mayoritas saja.

19.  Takut kalauPancasila akan diubah.

20.  Takut kalau presiden akan digulingkan.

21.   Takut,takut dan takut.

22.  Masyarakatkita memang cepat sekali takut.

23.  Takutmemang bagus, tetapi kalau berlebihan jadinya “bangsa penakut”.

24.  Takut bukan dengan bangsa lain, malahdengan diri kita sendiri.

25.  Ibaratanak-anak yang berlari ketakutan melihat bayangannya sendiri. 

26.  Padahal itu tidak nyata, semu.

27.  Bangsalain di luar sana mungkin menetertawakan kita, lucu.

28.  Orang-orang sibuk memperkuat ekonomi,mengembakan inovasi teknologi, tetapi kita masih terkungkung “ketakutan” yangtak nyata.

29.  Wasapada boleh, tetapi kalau berlebihanjuga terlalu “lebay”. 

30.  Bukan kah bangsa ini sudahberpengalaman mengatasi demonstrasi?

31.   Bukankahkeran demonstarsi sudah dibuka lebar-lebar sejak reformasi dan sejak saat itutidak pernah ada cerita demonstrasi yang dekat dengan makar?

32.  Adapunpara orator ketika melampiaskan kekecewaannya kepada pemerintah saat orasi disebuah demonstrasi, pastilah memilih kalimat yang bernada kritikan pedas, sepedas-pedasnya.

33.  Karena mereka kecewa.

34.  Dan hal ini bukan hanya dilakukan olehAhmad Dhani, para mahasiswa juga kalau berorasi tidak segan-segan melontarkankritikan pedas ke pemerintah.

35.  Sudah biasa, dan dimaklumi saja,namanya kecewa.

36.  Tetapi jangan lantas kemudian dianggapmakar.

37.  Ininamanya ketakutan berlebihan.

38.  Apakah kita menjadi negara yang antikritik?

39.  Apakah kita akan menjadi negara yangtakut untuk didemo oleh rakyatnya?

40.  Apakah kita akan menjadi negara yangtakut?

41.  Takutdengan apa?

42.  Takut dengan siapa?

43.  Jangan-jangan ketakutan kita hanyasebuah konspirasi agar Indonesia disibukkan dengan isu disintegrasi semu,tenaga kita terperas habis untuk hal beginian, sehingga kita tak sadar jauhtertinggal oleh negara lain.

44.  Kita seharusnya takut dengan rupiahyang melemah.

45.  Kita seharusnya takut denganproblematika pendidikan yang tak pernah beres.

46.  Kita seharusnya takut dengan hutangluar negeri yang belum bisa dilunasi.

47.  Kita semestinya takut kenapa sampaidetik ini kita belum bisa mandiri, mengelola sumber daya sendiri.

48.  Kita semestinya takut dengan asing yangmencari untung di tanah ini, tanah kita sendiri, sementara rakyat yang punyahak milik atas tanah ini harus menjadi buruh kasar.

49.  Sudah waktunya kita takut dan bangkit melawatmusuh yang sesungguhnya.

50.  #MelawanTakut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun