Mohon tunggu...
Ariasdi
Ariasdi Mohon Tunggu... Administrasi - Dunia Pendidikan

Catatan Kecil Dunia Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Kidzanow", Generasi Terbodoh yang Pernah Ada

25 Desember 2017   11:58 Diperbarui: 26 Desember 2017   06:01 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi: deesillustration.com

Mereka bingung jika diminta mengetik menggunakan Wordstar atau Lotus (Pra-MsOffice). Sama bingungnya pada saat melihat tumpukan stensilan Kho Ping Hoo, kisah yang tidak berawal dan berakhir. Bagaimana cara membacanya!

Bukan itu sebenarnya yang menarik untuk dibahas.

Strauss dan Howe dalam papernya yang dimuat di Havard Business Review edisi Juli-Agus 2017 mencantumkan Mark Zuckerberg dalam daftar sampel keterwakilan manusia berpengaruh yang hidup di Amerika pada era-millenial. Walau masih berstatus dipertanyakan sebagai pahlawan (hero?), Zuckerberg jadi asing sendiri di antara deretan mayoritas Presiden Amerika, seperti Gorge W. Bush yang mewakili Baby-Boomer dan  Barrack Obama untuk Gen-Xers.

Mark  Zuckerberg. Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa sosok pemuda tersebut merupakan salah seorang tokoh yang sanggup mengubah paradigma modern. Pria kelahiran White Plains, New York (14/5/1984) awalnya adalah seorang programer komputer. Berlatar belakang keterampilannya, Zuckerberg muda (20 tahun) bersama teman sekelasnya, Chris Huges, Dustin Moskovitz dan Eduardo Saverin, merancang jejaring sosial sederhana di kampusnya (2004).

Lama kelamaan, tanpa disadari, yang bergabung dalam aplikasi pertemanan tersebut tidak di kampusnya saja, tapi sudah merambah ke kampus terdekat. Memilih drop-out dari  Havard University karena naluri 'futuristik'-nya mengatakan bahwa dunia yang digelutinya akan menjadi mesin-duit yang menjanjikan. Inilah cikal Facebook yang dikenal sekarang. Jejaring pertemanan Facebook digadang-gadang sebagai monumen mercusuar pertama untuk kompetensi abad ke-21.

Zuckerberg memiliki kecerdasan metakognisi dan literasi digital di atas rata-rata. Dia tahu bahwa di zamannya (era-millenial), manusia akan bereksodus dari kehidupan realita ke dunia virtual, termasuk jalinan kekerabatan sosial. Prediksinya tidak meleset. Kekayaannya dari Facebook mampu membeli (mengakuisisi) layanan pengiriman pesan bergerak (mobile massanging) terbesar WhatsApp (WA) senilai Rp. 223  triliun.

Diantara  keunggulan WA yang menggiurkan adalah kemampuannya melayani lalu-lintas informasi sebanyak 50 milyar per hari. Itu artinya, server induk WA yang didirikan 2009, telah menyimpan lebih dari 450 juta nomor penggunanya, termasuk Indonesia. Dengan menguasai WA, Facebook dengan mudah dapat mensikronisasikan sistem basis-datanya. Sebuah kecerdasan literasi (melek) terhadap informasi, media dan teknologi.

Kecerdasan tersebut menjalar kepada kegiatan kewirausahaan lainnya. Dewasa ini kita mengenal 'bazar maya' Lazada, Bli-Bli, Tokopedia, Bukalapak. Layanan transportasi on-line dengan beragam fitur, seperti Grab dan Go-Jek, menggilas usaha tradisional lainnya yang gagal 'move-on' seperti 'angkot' dan ojek pangkalan. Bahkan salah satu perusahaannya (Go-Jek Traveloka) mampu menyediakan hadiah puluhan milyaran rupiah untuk Liga I Sepak Bola Nasional.

Bagai berada di atas papan selancar, Kidzanow mengarungi kehidupan ini di tengah arus samudera digitalisasi dengan enjoy dan happy. Gelombang, setinggi apapun, tidaklah menakutkan. Bahkan akan terus mencari pantai yang memiliki deburan ombak lebih menggila dan berlapis.

Berburu perangkat lunak terbaru menjadi kegemaran yang hanya bisa dihalangi oleh keterbatasan ruang penyimpanan  (memori). Semua berada di depan mata dan di ujung jari. Game, shop, sport, book, kamus, rumus, semua direkomendasikan AppStore dan GameStore bagi pengguna telepon pintar. Telepon pintar benar-benar 'pintar'. "Perangkat kecil yang pas di saku kita lebih pintar dari kita, dan seluruh kendala kita ada jawabannya," seloroh beberapa pelajar Kidzanow.

Penelitian Kortney Mc.Pherson (2016) menemukan bahwa pengguna telepon pintar menghabiskan dua sampai empat jam sehari membungkuk menekuni telepon selularnya. Bisa membebani leher serta retina mata dan itu tidak baik untuk kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun