Sebelum kita melangkah masuk ke area keraton, ada baiknya pembaca mengerti dulu tentang tata disain Keraton.
Keraton selain tempat tinggal Sultan dan keluarganya, juga berfungsi sebagai benteng dengan pertahanan yang berlapis yang biasa disebut cepuri. Â Untuk sampai di area tengah Keraton, kita harus melalui beberapa gerbang yang disebut regol. Di kiri dan kanan regol terdapat bangsal pacaosan tempat abdi dalam yang menjaga keraton.
Setelah regol kita akan berada disuatu kawasan terbuka yang dikelilingi  tembok yang disebut plataran. Di dalam plataran berdiri  bangunan beratap yang terbagi menjadi dua.
- Bangsal, bangunan beratap yang hanya disangga oleh tiang-tiang tanpa dinding.
- Gedhong, bangunan beratap yang memiliki dinding tertutup.
Bangsal Kamandungan
Kalau kalian ke Alun-alun Selatan pasti akan melihat sebuah bangunan tinggi yang bertuliskan Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad yang diresmikan tahun 1956 oleh HB IX sebagai monument peringatan 200 tahun berdirinya Keraton Yogyakarta.
Namun pasti tidak banyak yang tahu, termasuk saya, kalau disisi kiri dan kanan gedung terdapat jalan yang diperuntukan untuk akses abdi dalem, dan masyarakat umum juga boleh memasuki area tersebut.Â
Dibelakang akan dijumpai gerbang pertama yang disebut regol Kamandungan yang berpintu hitam dipayungi dengan atap limasan. Kemegahan rego ini dapat dilihat dari perbandingan tinggi pintu dengan tinggi orang. Disebelah kiri dan kanan terdapat bangsal pacaosan tempat berjaga abdi dalem.
Kalau kalian berdiri tepat di depan regol, tidak serta merta dapat langsung melihat plataran di dalamnya. Sebuah dinding penghalang yang biasa disebut baturana sengaja dipasang supaya orang-orang dari luar tidak bisa melihat rumah secara langsung. Disain baturana Kamandungan ini terlihat lebih bergaya Eropa.
Dari gerbang kita akan masuk ke dalam plataran (halaman) yang luas dan rapi. Di tengah plataran berdiri  bangsal Kamandungan, dengan seperangkat gamelan diletakan dipinggir sisi selatan.
Bangsal Kamandungan merupakan salah satu bangsal tertua yang berada di kawasan keraton. Bangsal ini diboyong oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dari Desa Karangnongko, Sragen atau yang dahulu bernama Sukowati. Dahulu bangunan tersebut merupakan tempat tinggal beliau pada saat perang melawan VOC.