Mohon tunggu...
Ariani Kartika
Ariani Kartika Mohon Tunggu... Freelancer - Sudah keluar dari pekerjaan 9-5

Suka menulis dan membuat sabun artisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Delores

2 Januari 2024   08:30 Diperbarui: 2 Januari 2024   18:40 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sunset-aegean-sea-greece by frimufilms on Freepik 

Delores memandang pantulan wajahnya di cermin, tampak dirinya sangat cantik. Lalu dia tersenyum, menjadi lebih cantik lagi. Ada aura bahagia yang memancar. Memang benar kata orang, jatuh cinta akan membuat orang bahagia. Dan bahagia akan membuat perempuan menjadi cantik.

Hati Delores masih selalu berdesir kalau dia mengingat kali pertama dia bertemu dengan David. Sore hari di sebuah lorong di sebuah supermarket kecil. Barang yang dicari Delores terletak di rak atas. Delores sudah berjinjit diatas jari-jari kakinya dan merentang tangannya tinggi-tinggi. Tapi tetap saja tidak dapat mencapai barang itu.

"Biar saya ambilkan." Terdengar suara berat maskulin dari belakang.

Sebuah lengan kekar dengan mudah menjangkau barang itu dan menyerahkan pada Delores. Ketika mata mereka bertemu, Delores dan David langsung jatuh cinta. Sejak itu semuanya menjadi indah untuk mereka berdua.

Delores memoleskan lipstik di bibirnya, sebentar lagi David datang menjemput. Tiba-tiba terdengar keributan di depan rumah.  Delores bergegas keluar kamar  dan membuka pintu depan.

"Jangan...." Teriak Delores.

Namun terlambat, sebuah tonjokan keras sudah mendarat di wajah David.

"Reno....apa yang kamu lakukan," teriak Delores  sambil berdiri diantara dua laki-laki berdarah panas itu.

"Mama.....apa yang Mama cari? Semua kebutuhan Mama selalu kami penuhi."

"Mama kesepian. Mama perlu teman. Kalian sibuk dengan keluarga masing-masing."

"Saya dan adik-adik tidak keberatan jika Mama menikah lagi, tapi tidak dengan gigolo itu."

"Plak."  Sebuah tamparan mendarat di pipi Reno. Sakit di pipi tidak seberapa, tapi hatinya lebih terluka.

"Pergi kamu dari sini," usir Delores sambil menggandeng David masuk rumah.

Delores  lalu mengompres pipi kiri David dengan es batu.  Lalu dengan ujung jarinya Delores mengusap lembut wajah David. Mulai dari dahi, mata, hidung, pipi, dan dagu.  Semuanya mengingatkan Delores akan almarhum suaminya. Suatu masa dulu, ketika mereka masih muda berpuluh tahun yang lampau.

Jogja, 27 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun