Baiklah Ani, kamu boleh sombong sekarang. Kamu boleh menyebut dirimu penganut  hidup sehat. Kamu bilang  bahwa kamu hanya mengkonsumsi makanan sehat, yang kamu sebut real food. Sedangkan aku, kau hina-hina. Kamu sebut aku junk food. Makanan sampah. How dare you!!
Dulu kamu menginginkan diriku tiap hari. Apakah kamu lupa ketika kecil dulu kamu merengek-rengek pada ibumu? Tapi ibumu bersikeras melarangnya. Sama seperti dirimu, ibumu juga menyebutku  junk food. Sekarang aku mengerti, darimana kamu mendapatkan karakter itu.
Kamu merengek tiada henti. Kamu mogok makan. Sampai akhirnya ibumu  menyerah. Kamu dan ibumu membuat kesepakatan, diriku boleh kamu nikmati hanya di hari Sabtu. Setiap sabtu pagi aroma  micin akan mengapung tebal di dapur, menggelitik hidungmu, dan langsung menyentuh sebuah memori di otakmu. Aroma diriku terlalu sedap untuk ditolak,tidak mungkin dilupakan,  bahkan membuatmu ketagihan.
Aku masih ingat bola matamu berbinar cerah ketika aku dihidangkan dalam sebuah mangkuk di hadapanmu. Â Kamu hirup dalam-dalam uapku yang menjanjikan kenikmatan. Â Dengan bibir mungilmu kamu seruput diriku dalam satu hisapan yang panjang. Aku tidak bisa melupakan bunyi itu.
"Slruuuuup......"
Sekarang kamu bilang teksturku seperti campuran antara gabus dan karet. Katamu , aku hanya berbumbu micim, bukan rempah penuh khasiat. Tahukah kamu, itu sebuah hinaan besar untukku. Â
Kamu bilang tubuhmu telah disucikan dengan buah alpokat yang berlemak, hijaunya broccoli dan kale, merahnya tomat, orangenya wortel, juga putihnya kol. Berkat mereka kamu merasa kulitmu lebih glowing, badanmu lebih sehat dan pikiranmu lebih jernih. Dan aku, kamu anggap sebagai sumber dari segala penyakitmu dulu.
Aku sedih tapi  untuk terakhir kalinya ijinkan aku  bertanya.
"Adakah sedikit kenangan tentang diriku yang tersimpan dalam  ingatanmu?"
"Adakah masa dalam hidupmu, walaupun hanya sedetik, dimana kamu sangat menginkan kehadiranku?"