Mohon tunggu...
Ariana Novadian
Ariana Novadian Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog klinis dewasa yang berdomisili dan berpraktik di Jakarta

Tertarik pada tema-tema self care, mentalhealth exercise dan positive psychology.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Overthinking Oh Overthinking.... Bagaimana Mengendalikanmu?

22 Agustus 2021   23:58 Diperbarui: 23 Agustus 2021   00:07 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepenggal ungkapan klien di ruang praktek... "Bu, saya bingung apa yang harus saya lakukan? saya takut dimarahi jika saya menghadap ke atasan, apa beliau bisa memahami masalah saya? Tapi kalau tidak? saya sudah sangat tertekan dengan keadaan ini, saya sudah tidak kuat berpura-pura saya baik-baik saja, saya bahkan sudah tidak sanggup melihat WA karena isinya hanya tugas cito cito cito terus... tapi jika saya bicara, apa dia mau dengar? bisa-bisa saya hanya dianggap mengada-ada saja karena saya takut seperti teman saya yang kena sindir terus, capek saya Bu...dst".

Pernahkah kita merasa banyak sekali "keributan" di dalam kepala? Seperti banyak percakapan yang saling bersahut-sahutan bahkan seperti berputar-putar tidak berujung. Alih-alih bisa mengambil keputusan atau mencari solusi, percakapan tersebut justru membuat kita terjebak dalam lingkaran kecemasan yang semakin membesar.

Overthinking bisa jadi diungkapkan namun seringkali hanya terjadi di dalam kepala saja yang secara awam kita mengenalnya sebagai benak. Overthinking terjadi saat kita terganggu oleh pikiran-pikiran konstan yang sifatnya ruminating (merenungkan) dan worrying (mengkhawatirkan). Biasanya berkaitan dengan ingatan yang terus-menerus pada masa lalu dan khawatir berlebihan terhadap masa depan. Sebenarnya kondisi seperti ini umum dialami kita sehari-hari, misalnya saat memutuskan mau masak apa hari ini atau mau memilih tempat bertemu dengan sahabat. Pikiran kita akan cenderung melakukan "dialog-dialog" pertimbangan yang selanjutnya mendorong kita mengambil suatu keputusan atau pilihan. Hanya saja dialog pikiran tersebut menjadi masalah di saat kita menjadi sulit melepaskan pikiran-pikiran tersebut. Isi percakapan pun sudah seperti "menjalar" di luar kendali sehingga mempengaruhi kondisi emosi kita. Timbul rasa cemas, khawatir berlebihan bahkan ketakutan hingga dapat disertai oleh keluhan fisik, seperti sakit kepala, jantung berdebar, tubuh gemetar, gangguan pencernaan atau gangguan tidur. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, maka akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Menurut Gillihan (2019) terdapat empat kerugian dari overthinking :

  • Kehilangan kesempatan, karena berpikir terlalu lama. 
  • Membuang waktu dan tenaga, karena kita merasa seperti stuck, berputar-putar dan sulit keluar dari lingkaran pikiran tersebut.
  • Mempengaruhi interaksi dengan orang terdekat. Overthinking bukan hanya melelahkan buat kita tetapi juga orang terdekat kita. Mereka bisa jadi kelelahan mendengar kita berpikir berputar-putar tersebut atau menjadi terganggu saat kita sulit mengambil keputusan.
  • Menimbulkan kecemasan, kegelisahan dan keraguan pada diri sendiri, karena adanya antisipasi negatif (banyak berpikir dengan jika/ kalau...) yang terus menerus keluar dari pikiran kita.

Overthinking dan Area Kendali

Gillihan juga mengungkapkan bahwa overthinking lahir dari adanya suatu dorongan keyakinan bahwa "seharusnya" kita mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Keyakinan tersebut membuat kita merasa sebagai pengendali penuh dalam penyelesaian masalah. Kita merasa harus memikirkan semua detil dari permasalahan. Padahal bisa jadi suatu masalah membutuhkan banyak faktor di luar diri kita yang mempengaruhi penyelesaiannya. Diperlukan obyektifitas dan realistis dalam memandang suatu permasalahan dengan memeriksa sebatas mana kita memiliki kendali terhadap terjadinya perubahan atau penyelesaian masalah tersebut. Di saat kita memandang suatu masalah tanpa memeriksa kembali keobyektifannya maka peluang terjadinya overthinking akan semakin besar.

Bila membahas tentang apa yang ada dalam kendali kita, maka akan berkenaan dengan konsep locus of control. Menurut kamus American Psychological Association (APA, 2020) locus of control merupakan orientasi motivasi dan persepsi terhadap seberapa besar kendali seseorang pada kehidupannya. Seseorang dengan locus of control external berkeyakinan bahwa apa pun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan, nasib atau orang lain yang berkuasa. Sedangkan seseorang dengan locus of control internal mempunyai persepsi bahwa apa yang terjadi pada dirinya, adalah hasil dari pilihan dan kemampuannya sendiri. Dengan demikian, saat kita bisa mengenali dan memahami hal-hal apa yang berada dalam area kendali kita, maka pikiran kita akan bisa diajak untuk fokus pada area-area yang masih dapat kita upayakan untuk mengatasi masalah sehingga dapat mengurangi terjadinya overthinking.

Empat Langkah Mengendalikan Overthinking  

1. Identifikasi Overthinking & Be Mindful. 

  • Saat menyadari overthinking terjadi, melalui banyaknya pikiran yang berputar-putar yang membuat kebingungan atau rasa cemas yang meningkat akibat terlalu banyak antisipasi yang perlu dipikirkan. Saat demikian, katakan "stop" lalu arahkan perhatian kita pada kondisi saat ini. Sadari keberadaan diri, mulailah dengan mengaktifkan fungsi minimal 4 panca indera atau dengan memperhatikan nafas melalui latihan nafas dalam.

2. Ingat Pada Tujuan/ Target Utama

  • Setelah lebih tenang, mulailah untuk mengarahkan pikiran pada tujuan utama. Ajukan pertanyaan seperti "apa yang menjadi harapan/ keinginan saya?". Lalu "apa yang bisa saya lakukan untuk mencapainya?"

3. Kenali Area Kontrol/ Kendali Kita

  • Yaitu area yang berkaitan dengan kemampuan/kompetensi, kewenangan, sumber daya/ dukungan dan ketersediaan waktu yang kita miliki. Semakin mengenali bagaimana keberadaan area tersebut pada diri kita, semakin kita mampu memilah di area mana dan seberapa besar kita berperan terhadap terjadinya perubahan atau penyelesaian masalah. Dengan demikian kita menjadi fokus, efektif dan lebih realistis dalam menyikapi permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun