Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perlindungan Sosial sebagai Hak Para Pasien Tuberkulosis

3 Februari 2024   13:25 Diperbarui: 4 Februari 2024   17:42 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi TBC.(Dok. Shutterstock/wavebreakmedia via Kompas.com)

Tuberkulosis adalah penyakit yang sudah lama ada. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis. Sudah lama penyakit ini ada, namun ia tak pernah tertangani dengan baik. 

Upaya penyelesaian-penyelesaian sudah dilakukan selama 77 tahun sejak Indonesia merdeka, bahkan vaksin dan obatnya sudah ditemukan sejak puluhan tahun lalu, tapi tidak pernah bisa tertangani dengan baik. Dengan demikian, bukankah berarti penyelesaian tuberkulosis tidak hanya seputar vaksin dan obatnya saja?

Tuberkulosis di Indonesia dan di dunia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Penyakit ini merupakan satu dari sepuluh penyebab utama kematian dunia. 

Pada tahun 2020, sekitar 10 juta orang diestimasikan terinfeksi TB di seluruh dunia, di mana di antaranya terdiri dari 5,6 juta kasus laki-laki dan 3,3 juta kasus perempuan. 

Pada tahun yang sama, jumlah kasus baru TB paling banyak terjadi di Asia Tenggara dengan 43% kasus baru. Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis yang menduduki peringkat ketiga tertinggi setelah India dan China. 

Berbicara mengenai beban tuberkulosis, tentu saja kita akan mengkaitkan dengan ukuran dampak. Tuberkulosis tidak hanya berdampak pada kesehatan penderita. Namun ia berdampak pada hal-hal di luar kesehatan. 

Ia tak juga hanya berdampak pada sang penderitanya saja, namun juga berdampak pada orang-orang terdekat penderita seperti keluarga dan masyarakat di sekitarnya. 

Begitu luas dampak tuberkulosis sehingga tak pas rasanya jika kita hanya mengukur tuberkulosis terbatas dampaknya terhadap parameter kesehatan individu saja. 

Mereka dengan tuberkulosis dapat kehilangan pekerjaannya karena stigmatisasi yang ada di masyarakat bahwa tuberkulosis adalah penyakit menular mematikan, atau dapat pula membuat mereka mengundurkan diri dari pekerjaan akibat ketidakmampuannya untuk bekerja, yang mana keduanya pada akhirnya dapat menyebabkan penderita tuberkulosis kehilangan penghasilannya. 

Tak cukup hanya sampai pada kehilangan penghasilan, berbagai stigma di masyarakat yang "mengutuk" para penderita tuberkulosis sebagai masyarakat yang tidak berguna dan hanya menularkan penyakit membuat penderita tuberkulosis semakin terancam, mempengaruhi psikososial penderita dan tak jarang berujung menjadi komorbid penyakitnya hingga mempengaruhi kepatuhan pengobatan penderita terhadap obat-obat antituberkulosis atau OAT.

Dengan kata lain, tuberkulosis adalah penyakit menular yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu sosial (social determinants) yang terkait erat dengan kemiskinan dan pengucilan sosial.

Dengan demikian, tentu saja pendekatan terhadap tuberkulosis tidak boleh hanya berfokus pada penanganan penyakitnya saja, namun lebih dari itu yakni pendekatan secara holistik dan komprehensif atas segala aspek yang berperan dan yang menjadi dampaknya. 

Perlindungan sosial kemudian tentu saja kiranya menjadi hak para pasien-pasien tuberkulosis, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, tuberkulosis sering kali membuat para penderitanya kehilangan pekerjaan karena mengalami kondisi katastropik yang mengharuskan mereka menjalani perawatan serta pemulihan berkepanjangan.

Pemerintah harus memberikan bentuk-bentuk konkret sebagai solusi terhadap masalah sosial ekonomi yang terdampak dari pasien-pasien tuberkulosis. Ambil saja contohnya yaitu memberikan program bantuan kepada keluarga yang terdampak tuberkulosis sampai masa pengobatan dan perawatan selesai. 

Memastikan para pasien dapat fokus pada kesembuhan penyakitnya tanpa harus mengkhawatirkan hal-hal seperti sosial ekonomi yang membebaninya dan pada harapannya dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien. 

Selain itu, insentif semacam ini tak menutup kemungkinan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk secara aktif melaporkan siapa saja yang berkontak dengan pasien-pasien tuberkulosis sehingga memudahkan investigasi kontak dan seluurh kasus yang terproyeksikan dapat terlapor, terdeteksi, dan terobati hingga tuntas. 

Program tersebut tentu saja tidak dapat berjalan sendiri, diperlukan kolaborasi berbagai pihak untuk memastikan segala faktor yang berperan dalam "dinamika" penyakit tuberkulosis mampu tertangani. 

Seluruh pihak harus bersama-sama menganggap masalah tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun