Hari ini saya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang dibawa oleh kedua orangtuanya dengan keluhan demam yang tak kunjung turun ke Instalasi Gawat Darurat atau IGD rumah sakit di mana saya bekerja sekarang.Â
Satu bulan lagi orangtuanya menyebutkan bahwa usia anaknya menginjak usia tiga tahun. Dari awal kedatangan sang anak, saya melihat nampaknya anak ini stunting dan wasting. Untuk memastikan, kami memeriksa berat badan anak.Â
Perawat melaporkan bahwa berat badan anak hanya delapan kilogram kepada saya. Kemudian saya menghampiri ibu dan ayah dari sang anak. Alih-alih pertanyaan pertama yang saya tujukan kepada mereka adalah terkait keluhan demam anaknya, saya justru menanyakan apakah anaknya rutin dibawa ke Posyandu.
"Jarang, Dok. Pertama rumah saya jauh dari Posyandu, kedua, sering kali saya tidak memiliki transportasi ke Posyandu karena satu-satunya kendaraan yang ada di rumah dipakai oleh suami untuk berangkat bekerja, dan ketiga saya malu dikarenakan beberapa kali Posyandu hanya anak saya yang dijadikan fokus pembicaraan oleh ibu-ibu lain dan petugas Posyandu."
 "Apakah pernah bu anak dari Posyandu dirujuk ke Puskesmas, lalu dirujuk lagi untuk bertemu Dokter Spesialis Anak di RS?" saya mencoba melanjutkan pertanyaan.Â
Sang ibu menjawab pernah, dan mengatakan bahwa RS ini terletak sangat jauh dari rumahnya. Hari ini pun ia terpaksa ke RS karena demam anak yang tidak kunjung turun.Â
"Kata petugas kesehatan di Puskesmas, kami juga harus bertemu Dokter Spesialis setiap minggu. Transportasi di rumah kami hanya satu dan itupun harus saya pakai setiap hari dan hampir seharian untuk mencari nafkah keluarga, lalu kami juga tidak memiliki cukup uang untuk membeli bensin agar setiap minggu dapat datang kesini", ayah dari sang anak menambahkan.Â
Setelah mendapatkan jawaban tersebut, saya melanjutkan dengan pertanyaan terkait keluhan utama sehingga anak dibawa ke IGD, melakukan pemeriksaan fisik, hingga meresepkan obat.
Saya terdiam. Aspek penanganan stunting kiranya begitu luas. Penanganan stunting tak hanya terbatas terkait aspek teknis misal peningkatan kemampuan tenaga kesehatan atau tenaga terlatih untuk melakukan penapisan terhadap anak-anak yang dicurigai dengan stunting.Â
Tak hanya terkait aspek penyediaan sistem standar operasional prosedur atau SOP rujukan berjenjang dari Posyandu ke Puskesmas hingga RS terkait anak-anak yang didiagnosis dengan stunting dan tak menunjukkan perbaikan signifikan setelah dilakukan sekian intervensi.Â
Kemudian tak hanya mengenai aspek promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai apa itu stunting hingga pencegahan serta penanganan stunting, namun banyak aspek yang berpengaruh di dalamnya, termasuk salah satunya ialah aspek geografis.Â
Aspek geografis dalam penanganan stunting merujuk pada faktor-faktor geografis yang mempengaruhi kejadian, penyebaran, dan penanganan stunting pada suatu wilayah atau daerah, yang mana aspek tersebut dapat berdampak pada ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan sumber daya yang diperlukan untuk pencegahan dan penanganan stunting.Â
Melihat masalah penanganan stunting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dan sistem kesehatan, pendekatan lintas sektor dalam penanganan stunting termasuk di dalamnya ialah kaitannya dengan aspek geografis menjadi begitu esensial.Â
Kolaborasi antara berbagai sektor terkait untuk mengatasi tantangan dan masalah yang berkaitan dengan stunting sangat diperlukan.Â
Selain itu, kita wajib memahami bahwa penanganan stunting tidak boleh hanya berhenti pada perencanaan sistem atau kebijakan (misalnya kebijakan dalam mengatasi tantangan dari aspek geografis terhadap penanganan stunting), tetapi lebih dari itu ialah hingga memastikan implementasi dari rencana-rencana atau kebijakan-kebijakan tersebut berjalan dengan baik, atau jika tidak berjalan dengan baik pun kita mampu mengidentifikasi apa saja kendala dibaliknya.Â
Evaluasi rutin kiranya menjadi kunci yang paling penting dalam setiap pelaksanaan program atau kebijakan kesehatan. Evaluasi yang dilaksanakan secara teratur kiranya mampu mengakomodasi implementasi yang tak berjalan sesuai yang diharapkan atau dengan kata lain evaluasi dapat menampung mana kebijakan yang relevan untuk dipraktikan di suatu tempat dan sebaliknya mana yang tidak relevan, mengingat perbedaan tempat atau geografis dapat mempengaruhi implementasi atau aplikasi dari sebuah kebijakan.Â
Evaluasi rutin dapat membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan program atau kebijakan kesehatan.Â
Melalui evaluasi, dapat ditemukan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan program, serta hambatan dan tantangan yang dihadapi. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan untuk memperbaiki strategi dan memperkuat komponen yang efektif, serta mengatasi masalah yang muncul.Â
Sebagai penutup, melalui tulisan ini, penulis berharap bahwa penanganan stunting di Indonesia dapat dilaksanakan dengan memperhatikan segala aspek yang dapat berpengaruh.
Tidak menutup mata hanya kepada satu buah aspek saja. Mengingat banyaknya aspek yang berpengaruh terhadap penanganan stunting, tentu saja penanganan stunting tidak dapat hanya dilakukan oleh satu sektor, namun multisektor.Â
Sektor ekonomi untuk memberdayakan ekonomi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan yang bergizi, sektor pembangunan untuk memastikan akses kepada fasilitas kesehatan yang lebih terjangkau untuk masyarakat, dan seterusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H