Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dukungan Psikologis untuk Pasien Diabetes Melitus

5 September 2022   20:12 Diperbarui: 7 September 2022   10:21 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap penyakit memiliki perjalanan yang berbeda satu sama lain. Perjalanan penyakit jantung tentu saja berbeda dengan perjalanan penyakit kanker dan juga berbeda dengan pasien diabetes melitus atau DM. 

Jika penyakit jantung sewaktu-waktu bisa saja menimbulkan henti jantung dan bila tak terselamatkan bisa berujung kepada kematian, atau penyakit kanker yang membuat pasien memiliki suatu periode waktu di mana kondisi pasien dapat langsung memburuk.

Penyakit DM bersifat kronis alias penyakit jangka panjang yang memerlukan ketekunan penyandang DM untuk rutin melakukan aktivitas fisik, rutin meminum obat DM, rutin kontrol ke dokter untuk memeriksakan gula darahnya kemudian menyesuaikan obat-obatannya, dan seterusnya, atau dengan kata lain memerlukan manajemen hidup pasien seumur hidup.

Penyakit yang memerlukan ketekunan penyandangnya ini berimplikasi pada psikologis pasien. 

Pertama, pasien merasa dengan penyakit seumur hidupnya ini membuat ia tak menutup kemungkinan mengembangkan rasa tidak berdaya untuk melakukan hal apapun termasuk melawan diri sendiri (powerlessness).

Kemudian dengan komplikasi dari DM yakni hipoglikemia (gula darah rendah) dan hiperglikemia (gula darah tinggi) membuat pasien khawatir akan jatuh pada dua kondisi tersebut yang begitu pasien tak inginkan.

Selain itu, pasien juga pada akhirnya akan stres saat harus membatasi berbagai makanan untuk menghindarkan diri dari kedua komplikasi tersebut (eating distress).

Pasien pun juga merasa bahwa ia adalah beban keluarga, karena ia menjadi anggota keluarga yang paling memperhatikan jenis makanannya hingga sering kali pasien memiliki menu makanan berbeda dibanding keluarga yang lain serta sering kali untuk mereka yang memerlukan caregiver, mau tidak mau mereka harus melibatkan keluarga mereka setiap kontrol berobat untuk penyakitnya (family distress).

Pasien juga merasa dipandang negatif oleh lingkungan sosial sekitar karena penyakit DM-nya (negative social perception), dan DM yang menurunkan kualitas hidup pasien ini pada akhirnya menimbulkan emosi negatif seperti misalnya marah, khawatir, takut, lelah, frustasi, dan seterusnya.

Mengutip dari Website P2PTM Kemenkes, penyakit DM merupakan penyakit mematikan nomor tiga di Indonesia setelah stroke dan jantung. Terdapat 10 juta orang dengan DM. Jumlahnya diperkirakan meningkat 2 hingga 3 kali lipat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun