Setiap penyakit memiliki perjalanan yang berbeda satu sama lain. Perjalanan penyakit jantung tentu saja berbeda dengan perjalanan penyakit kanker dan juga berbeda dengan pasien diabetes melitus atau DM.Â
Jika penyakit jantung sewaktu-waktu bisa saja menimbulkan henti jantung dan bila tak terselamatkan bisa berujung kepada kematian, atau penyakit kanker yang membuat pasien memiliki suatu periode waktu di mana kondisi pasien dapat langsung memburuk.
Penyakit DM bersifat kronis alias penyakit jangka panjang yang memerlukan ketekunan penyandang DM untuk rutin melakukan aktivitas fisik, rutin meminum obat DM, rutin kontrol ke dokter untuk memeriksakan gula darahnya kemudian menyesuaikan obat-obatannya, dan seterusnya, atau dengan kata lain memerlukan manajemen hidup pasien seumur hidup.
Penyakit yang memerlukan ketekunan penyandangnya ini berimplikasi pada psikologis pasien.Â
Pertama, pasien merasa dengan penyakit seumur hidupnya ini membuat ia tak menutup kemungkinan mengembangkan rasa tidak berdaya untuk melakukan hal apapun termasuk melawan diri sendiri (powerlessness).
Kemudian dengan komplikasi dari DM yakni hipoglikemia (gula darah rendah) dan hiperglikemia (gula darah tinggi) membuat pasien khawatir akan jatuh pada dua kondisi tersebut yang begitu pasien tak inginkan.
Selain itu, pasien juga pada akhirnya akan stres saat harus membatasi berbagai makanan untuk menghindarkan diri dari kedua komplikasi tersebut (eating distress).
Pasien pun juga merasa bahwa ia adalah beban keluarga, karena ia menjadi anggota keluarga yang paling memperhatikan jenis makanannya hingga sering kali pasien memiliki menu makanan berbeda dibanding keluarga yang lain serta sering kali untuk mereka yang memerlukan caregiver, mau tidak mau mereka harus melibatkan keluarga mereka setiap kontrol berobat untuk penyakitnya (family distress).
Pasien juga merasa dipandang negatif oleh lingkungan sosial sekitar karena penyakit DM-nya (negative social perception), dan DM yang menurunkan kualitas hidup pasien ini pada akhirnya menimbulkan emosi negatif seperti misalnya marah, khawatir, takut, lelah, frustasi, dan seterusnya.
Mengutip dari Website P2PTM Kemenkes, penyakit DM merupakan penyakit mematikan nomor tiga di Indonesia setelah stroke dan jantung. Terdapat 10 juta orang dengan DM. Jumlahnya diperkirakan meningkat 2 hingga 3 kali lipat.Â
Dengan beban penyakit tersebut, tentu saja DM merupakan ranah kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan secara multidisipliner.Â
Memandang DM tidak hanya dari aspek medis seperti memberikan terapi farmakologis, namun juga memperhatikan aspek-aspek lain seperti aspek sosial, ekonomi, budaya, hingga psikologis dari pasien.
Penanganan psikologis pasien-pasien dengan DM yang tidak adekuat akan cenderung menciptakan lingkaran setan. Dengan keadaan DM pasien yang mencetuskan stres psikologis, pada akhirnya akan memperburuk kondisi kontrol metabolik pasien, mengingat stresor bersifat memperburuk kondisi metabolik dengan meningkatkan gula darah.Â
Saat stres terjadi, tubuh akan melepaskan hormon kortisol. Hormon kortisol sendiri di dalam tubuh dapat menghambat produksi hormon insulin dan menyebabkan tingginya kadar gula darah. Semakin berat stres yang terjadi di dalam tubuh, maka produksi hormon kortisol akan semakin meningkat.Â
Penyediaan psikolog pada Puskesmas maupun RS tentu saja merupakan salah satu langkah untuk penyediaan sistem kesehatan jiwa baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL).Â
Sayangnya, belum seluruh Puskesmas memiliki psikolog. Pada akhirnya aspek psikologis termasuk psikologis pada pasien-pasien dengan penyakit kronis menjadi aspek yang sering kali terabaikan, padahal aspek ini turut menyumbang mortalitas dalam hal ini penyakit DM.Â
Masalah psikologis pasien jika tak tertangani lambat laun akan menjadi fenomena iceberg, di mana seolah-olah masalah DM hanya memperlihatkan masalah medis atau penyakit itu sendiri, padahal yang jauh lebih dalam daripada itu dan tak terlihat oleh kita sekarang ialah masalah psikologis pasien yang tak kunjung diberi jalan keluar.Â
Sudah saatnya kita menaruh perhatian lebih lanjut kepada masalah psikologis pasien-pasien dengan penyakit kronis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H