Sebagai seorang dokter internship, selain melakukan pemahiran kompetensi melalui memberikan pelayanan kesehatan individual atau kepada masyarakat baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas, saya berkewajiban untuk melakukan sebuah Mini Project yakni sebuah proyek kesehatan yang berisi asesmen dan intervensi kepada masyarakat terkait suatu isu kesehatan di suatu wilayah tertentu di samping membuat dan mempresentasikan beberapa laporan kasus terkait kasus-kasus pasien yang saya temui di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun Instalasi Rawat Inap (IRNA).Â
Sebagai dokter kami memang selalu dituntut untuk belajar. Jika ada yang berpikir setelah seorang dokter disumpah lalu ia akan berhenti belajar, jawabannya tentu saja tidak. Â
Saya mengajukan sebuah Mini Project berjudul BBM Pertalite yang merupakan sebuah singkatan dari Berani Berhenti Merokok demi Pertumbuhan dan Perkembangan Balita yang Terbaik. Hal tersebut berawal dari keresahan saya setiap berjaga di poli Manajemen Terpadu Balita Sakit atau MTBS di Puskesmas saya.Â
Setiap ibu yang membawa balitanya dengan keluhan batuk dan/atau pilek, jika saya tanyai apakah ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, mayoritas jawaban adalah jawaban iya. Bahkan tak jarang keluhan tersebut bukan keluhan untuk pertama kalinya.Â
Sudah ke sekian kalinya saya melihat tulisan dokter pada rekam medis yang masih sama di setiap kunjungannya "...ayah merokok di dalam rumah" alias tak tampak ada perbaikan diri dari kunjungan ke kunjungan berikutnya.
Dalam proses pembuatan Mini Project saya, tentu saja saya telah membekali diri dengan membaca penelitian-penelitian terdahulu di berbagai wilayah penelitian terkait hubungan merokok di dalam rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita.Â
Hampir keseluruhan penelitian menyampaikan bahwa ada hubungan antara merokok dengan kejadian ISPA pada balita dan dengan demikian beberapa mengatakan tidak ada hubungannya.Â
Pada tulisan saya yang berjudul "Ketika Hari Keluarga Nasional, Ayah Berhenti Merokok", saya telah menceritakan mengapa merokok berpengaruh terhadap pertumbuhan balita.Â
Singkatnya karena rokok menyebabkan infeksi yang menghambat penyerapan nutrisi di tubuh mereka. Jika di tulisan yang lalu saya membahas pertumbuhannya, di tulisan kali ini saya akan membahas mengenai hubungannya dengan perkembangan balita, dimana paparan asap rokok diteliti memiliki korelasi dengan Intelligence Quotient (IQ) seorang anak pra-sekolah.
Penelitian oleh Natalia tahun 2012 menunjukkan perbedaan yang signifikan IQ pada kedua kelompok yakni kelompok balita dengan paparan asap rokok dan balita tanpa paparan asap rokok. Rata-rata IQ yang lebih tinggi ditunjukkan pada balita tanpa paparan asap rokok dibanding mereka yang terpapar asap rokok.Â
Paparan asap rokok dipastikan dengan mengukur kadar kotinin dalam tubuh para balita. Kecerdasan IQ atau kecerdasan kognitif adalah kemampuan terkait kemampuan kognitif, bakat, intelektual, kemampuan berpikir, dan kemampuan menggunakan logika secara umum.Â