Sebagai info, Kementerian Kesehatan telah mencanangkan 6 pilar transformasi kesehatan berdasarkan instruksi presiden yang mencakup transformasi layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, sumber daya manusia, pembiayaan kesehatan, dan terakhir ialah teknologi kesehatan.
Terkait integrasi data kesehatan, negara kita sudah memiliki Undang-undang (UU) sebagai payung regulasi terhadap kebijakan-kebijakan turunannya.Â
Terakhir kabarnya, di awal tahun 2022, Kementerian Kesehatan melalui Digital Transformation Office (DTO) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) telah berupaya untuk menyusun enterprise architecture untuk penguatan fundamental sistem informasi kesehatan (SIK) di Indonesia.Â
Dengan situasi negara Indonesia yang terdesentralisasi dan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang sangat bervariasi, koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan berbagai SIK tentu saja sangat diperlukan.Â
Penulis berharap melalui tulisan ini kita bersama-sama dapat memahami bahwa setiap sistem akan selalu disertai dengan pro dan kontra. Namun hal yang jauh lebih penting dari pro kontra itu sendiri ialah melihat sebuah urgensi mengapa dibentuk sistem tersebut pada awalnya.Â
Tentu ada cost yang dipertaruhkan di baliknya. Dalam hal inilah diperlukan kekritisan kita sebagai masyarakat untuk terus mengawal implementasi suatu sistem dan mencari bersama bagaimana solusinya hingga mengadvokasikannya.Â
Penulis juga berharap melalui tulisan ini, pemerintah dapat mengambil tindakan yang responsif atas segala pengalaman individu di lapangan. Responsif untuk melakukan perbaikan terkait implementasi yang telah digiatkan.Â
Semoga dengan segara kita dapat mengobati duka masyarakat pada sistem rujukan berjenjang dengan menggiatkan kolaborasi dan komunikasi berbagai pihak demi status kesehatan masyarakat Indonesia yang lebih optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H