Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menantikan Integrasi Data Kesehatan untuk Mengobati Duka Rujukan Berjenjang

19 Juni 2022   15:37 Diperbarui: 21 Juni 2022   07:25 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dokter (PIXABAY/CKSTOCKPHOTO) 

"Prosesnya sungguh tidak praktis"

"Sudah ditanya A-Z dan diperiksa di Puskesmas, ditanya lagi A-Z di RS"

Komentar terakhir dari netizen (internet citizen) yang saya temui di salah satu forum daring yang membahas mengenai sistem rujukan berjenjang ini langsung membuat saya mengiyakan bentuk kontra yang dirasakan oleh beliau, dan tak menutup kemungkinan juga dirasakan oleh banyak masyarakat lain yang mungkin belum saja diaspirasikan.

Walau mungkin maksud pemerintah selaku penyelenggara JKN benarlah suatu maksud yang baik karena menghadirkan JKN dengan maksud untuk mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan, saya mempelajari bahwa menjadi pasien di era JKN memang lah suatu hal yang melelahkan. 

Saya memang sangat pro dengan skema JKN dibanding era sebelum tidak adanya JKN, karena era tanpa JKN membuat kita Sadikin (Sakit sedikit menjadi miskin), mengingat segala tujuan dan manfaat JKN secara kolektif yang tak terbantahkan. 

Namun, benar juga jika netizen terakhir mengeluhkan betapa lelahnya ia harus menjawab pertanyaan A sampai Z terkait penyakitnya, jika ia juga sudah mengalami pertanyaan serupa saat di fasilitas kesehatan tingkat pertama. 

Dalam hal ini, sistem informasi kesehatan nasional lah yang harus bertanggung jawab atas 'duka' yang dirasakan pasien-pasien yang mau tidak mau harus mengikuti sistem rujukan berjenjang. 

Andai saja, seluruh data dari seluruh Klinik, Puskesmas, RS dapat diintegrasikan, sehingga dokter di RS A semisal dapat mengakses data yang sudah digali di Puskesmas B, sehingga dokter di RS A hanya perlu menambahkan pertanyaan atau pemeriksaan pada data-data yang masih belum tertera alias masih kurang. 

Tentu hal ini akan mengurangi alokasi waktu pada anamnesis dan pemeriksaan yang sebenarnya sudah dilakukan dan dapat dialihkan untuk tinggal mengkonfirmasi data yang sudah ada dengan alokasi waktu yang tentu lebih singkat. 

Sejauh pemahaman saya, integrasi data kesehatan atau yang disebut juga dengan satu data kesehatan atau kerap dikenal juga sebagai interoperabilitas data kesehatan, memang telah menjadi salah satu pilar dari enam pilar Transformasi Kesehatan. 

Jika menjelajahi melalui internet, bahkan agenda ini sudah digaung-gaungkan sejak tahun 2015 awal, yang mana jika dihitung tahun 2015 hingga 2022, berarti sudah 7 tahun lamanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun