Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berbagai Macam Triase IGD: Merah, Kuning, Hijau, Hitam, dan Pejabat

8 Juni 2022   13:30 Diperbarui: 8 Juni 2022   13:35 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Salah satu drama korea favoritku adalah drama korea bergenre medis. Aku menyenangi drama korea sejak aku duduk di bangku kuliah S1 kedokteran. 

Bagiku, drama korea, khususnya drama korea dengan genre medis ini dapat menjadi hiburan ku di tengah lelahnya belajar dan berorganisasi di dunia kedokteran yang begitu melelahkan, sekaligus dapat menjadi penyemangat karena serunya menyaksikan dokter-dokter di drama korea yang berlari-lari saat ada pasien gawat, mentriase merah, kuning, hijau, dan hitam, serta bagaimana lihainya kolaborasi interprofesi dengan tenaga kesehatan lain di Instalasi Gawat Darurat (IGD). 

Yang membuatku kembali semangat saat mulai kehilangan semangat, arah, dan minat di dunia kedokteran, kemudian aku berdoa agar aku tertular kepintaran dan kelihaian serta ketaktisan dokter-dokter di drama korea ini sebut saja seperti dr. Seo Woo Jin dari drama korea dr. Romantic 2! 

Ah! Terima kasih Kang Eun-Kyung PD, penulis dari drama yang terkemas dengan begitu baik.  Katanya memang drama-drama korea selalu melakukan riset mendalam terhadap latar cerita yang mereka tulis agar cerita dapat benar-benar tersampaikan kepada para penonton. 

Hari-hari pertama berjaga di IGD, aku sambil mengingat-ingat scene di drama korea kedokteran, ia akan memeriksa airway, breathing, dan circulation atau kerap disingkat ABC pasien, dan tentu sambil mengingat-ingat teori yang sudah aku pelajari di bangku S1 dan profesi juga, tak mungkin hanya dari drama korea, jika dosen-dosen kedokteranku selama 5.5 tahun membaca tulisan ini, mereka tentu akan tersinggung jika kukatakan drama korea adalah guru utama ku dan dosen adalah guru pendampingku. Tentu saja drama korea hanya komplementer.

Hari ke hari aku mulai terbiasa untuk mentriase pasien secara cepat dan taktis, mana pasien yang harus ditriase merah dan harus ditangani paling dahulu/segera karena triase merah berarti darurat/mengancam jiwa, mana pasien yang harus ditriase kuning dan artinya ia gawat namun tidak mengancam jiwa, dan mana pasien triase hijau yakni pasien yang tidak gawat, atau mana pasien hitam yang artinya mati/sudah tidak ada harapan untuk hidup.

Namun di suatu hari lain yang tak terduga, aku mempelajari ilmu baru yang tak kupelajari di teori kedokteran, benar kata orang teori tak seindah praktik di lapangan. 

Seorang pejabat yang mungkin tak usah ku sebutkan posisinya, semoga tak mengurangi semangat anda membaca cerita ini, datang kepadaku saat sedang mentriase pasien lain, dan berkata "Saya pejabat di tempat A dok, mata saya kelilipan dok, tolong tangani saya segera!" dengan nada yang lumayan tinggi, baru saja aku ingin berkata "sebentar ya pak, boleh tunggu sebentar ya karena kami sedang menangani pasien sangat gawat, atau bagaimana jika bapak mengantri di poli mata agar dapat langsung bertemu dengan dokter spesialis mata?", aku tak sempat mengatakannya, karena salah satu tenaga kesehatan (nakes) IGD senior mengatakan kepadaku "Dia pejabat dok, iyakan saja ya. Biar saya tensi dulu saja langsung. Nanti dokter langsung periksa ya."

Aku tentu geram, namun aku bisa apa. Tak mungkin pasien ini aku triase merah, tak mungkin juga kuning. Tapi.. tak mungkin juga hijau jika iya diperlakukan segawat darurat ini, seolah-olah kelilipan ini akan mencetuskan cardiac arrest sewaktu-waktu.
Baiklah, aku pikir aku harus menerima adanya triase yang hanya ada di Indonesia, triase pejabat.

Sepulang dari berjaga IGD, aku memikirkan, bagaimana solusi akan masalah ini. Aku membayangkan bagaimanakah jika triase ini akan terus ada di masa depan. Tentu akan sangat menodai dunia kedokteran. Paling tidak, harga diri ku sebagai dokter harus tergadai karena ketakutan ku semata terhadap posisi seseorang yang jika dipikir juga ga tinggi-tinggi amat! Sekalipun tinggi sekali, semua orang memiliki hak atas kesehatan yang sama bukan?

Aku berpikir, jika hanya mengandalkan nakes untuk memutus rantai sebuah triase yang hanya ada di Indonesia ini tentu tidak akan mungkin. Nakes sendiri pun sudah sering sekali keamanan dan kesejahteraannya terancam karena berjuang mengusahakan kesetaraan. Tentu yang namanya rantai, ini sudah menjadi tugas bersama alias tugas semua orang. 

Oleh karena itulah, penulis menuangkan pengalamannya dalam bentuk tulisan ini, agar kiranya menjadi cerita untuk pembaca, bahwa menjadi tenaga kesehatan khususnya di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah, karena teori benar-benar tak seindah di lapangan. 

Tak hanya masalah medis yang harus dipecahkan. Ada masalah politik, sosial, ekonomi, demografi, dll yang turut memeriahkan pikiran nakes IGD yang sesungguhnya sudah penuh dengan hafalan kedokteran, keperawatan, gizi kesehatan.

Jadi menurut anda, sampai kapankah triase merah, kuning, hijau, hitam, dan pejabat akan terus ada di Indonesia? Jawabannya adalah sampai semua orang menyadari pentingnya menghargai hak atas kesehatan adalah hak semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun