Mohon tunggu...
Ari Sukmayadi
Ari Sukmayadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar Forever

Aku baca. Aku pikir. Aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenang Bung Tomo "Si Jago Tata Kata" yang Kritis Menantang Penguasa

10 November 2022   14:20 Diperbarui: 10 November 2022   14:58 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : detik.com

Menulislah bagaikan wartawan

Bicaralah bagaikan orator

 

Tidak banyak orang yang punya kemampuan merangkai kata, sama hebatnya antara lisan dan tulisan. Bung Tomo termasuk dari yang sedikit orang itu. Bung Tomo  tentunya pandai merangkai kata melalui tulisan karena beliau banyak berkecimpung sebagai wartawan ketika masih muda.

Sebagai orator ulung, 10 Novemer 1945 adalah momentum paling dikenang. Fotonya ketika itu sedang berpidato di radio merupakan salah satu foto paling ikonik dan legendaris dalam sejarah Republik ini. Tak perlu diceritakan kembali bagaimana hebatnya pidato beliau dan dampaknya.

Simak saja petikan pidato legendarisnya itu :

"Selama banteng-banteng Indonesia, masih mempoenjai darah merah, jang dapat membikin setjarik kain poetih, merah dan putih. Maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!"

Boleh saja orang berdebat kalau Bung Tomo "hanya berpidato" tanpa ikut bertempur. Faktanya pidato yang berapi-api itu telah mampu membakar semangat raktyat Surabaya, bertempur dengan gagah berani menantang Pasukan Sekutu, pasukan yang baru dinobatkan sebagai pemenang Perang Dunia II. Kata-kata tidak hanya sebatas rangkaian kata. Ia bisa berdampak besar.

Keberanian dan kekritisan Bung Tomo tidak berhenti sampai di situ. Pasca kemerdekaan, beliau tak sungkan melontarkan kritik kepada Presiden Indonesia yang sedang berkuasa, baik di era Soekarno maupun era Soeharto. Baik secara lisan maupun tulisan.

Bung Tomo pernah bertengkar hebat dengan Presiden Soekarno di meja sarapan hingga saling membanting piring. Ketika itu Bung Tomo berusaha mengingatkan Soekarno mengenai "urusan wanita" yang tampaknya membuat Soekarno marah. 

Ketika menjadi Anggota Konstituante dari Partai Rakyat Indonesia, Bung Tomo pernah menggugat Dekrit Presiden 1959 yang membubarkan Konstituante, walaupun gugatannya kalah di pengadilan.

Bung Tomo juga pernah mengirim surat terbuka untuk mengkritik Soekarno. Isi surat terbukanya menunjukan kelihaiannya dalam merangkai untaian kata.

Berikut beberapa kutipan surat terbukanya :

"Bung Karno, betapa saya tidak gelisah, mengingat bahwa kepala pemerintahan dewasa ini adalah penggali Pancasila, sedangkan rakyat jelata rata-rata belum merasakan kemanfaatan dan kemaslahatan Pancasila..."

" Pada saat rakyat jelata hidup menderita merana, orang-orang yang terdekat dengan Bapak Presiden menyusun mahligai kemewahan...."

 

Di era Presiden Soeharto, Bung Tomo pun sering mengkritik kebijakan Soeharto, antara lain hubungan dekatnya dengan para konglomerat China dan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Bung Tomo pun terpaksa harus mendekam di penjara selama setahun. Ironis. Seorang yang berjasa mempertahankan kemerdekaan negerinya di saat yang paling kritis, harus dipenjara oleh penguasa negerinya sendiri.

Tidak hanya kepada Penguasa Indonesia, Bung Tomo pun pernah mengirim surat terbuka kepada penguasa negara lain, antara lain kepada Eissenhower, Penguasa Amerika Serikat, dan Mao Tse Tung, Penguasa China.

Kekritisan Bung Tomo berakhir di Padang Arafah ketika beliau wafat saat menunaikan ibadah Haji. Padang Arafah adalah tempat pelaksanaan puncak ibadah haji dimana wukuf dilaksanakan. Kali ini, beliau hanya bisa merangkai kata-kata untuk diri sendirinya, mengintrospeksi dirinya, di hadapan Penguasa yang sesungguhnya, Penguasa Alam Semesta, yang tak layak untuk ditantang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun