Mohon tunggu...
Ari Widodo
Ari Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Apapun yang kau kerjakan, keteguhan dalam berproses membuahkan hasil yang indah, percayalah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bingkai SMK di Masa Pandemi Covid-19: Telaah Kritis dalam Perwujudan Keterampilan Humanis

7 Januari 2021   10:13 Diperbarui: 7 Januari 2021   10:37 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut analisa Bowles dan Gintis (2011: 53) produksi kapitalis bukanlah sekedar proses teknis tetapi juga merupakan proses sosial. Pekerja bukanlah mesin atau komoditas melainkan manusia aktif yang berpartisipasi dalam produksi dengan tujuan untuk kehidupan sosialnya. Pendidikan menurut mereka memainkan peran ganda dalam proses sosial seperti nilai lebih yaitu keuntungan diciptakan dan diambil alih. 

Di satu sisi, dengan menanamkan keterampilan teknis dan sosial serta motivasi yang tepat, pendidikan meningkatkan kapasitas produktif pekerja. Di sisi lain, pendidikan membantu meredakan dan mendepolitisasi hubungan kelas yang tidak sesuai dari proses produksi, hal tesebut berfungsi untuk melanggengan kondisi sosial, politik dan ekonomi yang timpang di dalam masyarakat. 

Walaupun, orientasi analisis Bowles dan Gintis adalah pendidikan di Amerika Serikat, namun korespondensi hubungannya berjalan dibeberapa negara termasuk di Indonesia, kenyataannya dengan arus globalisasi dan perwujudan industri dunia, negara Indonesia melalui praktik kurikulum untuk SMK harus siap kerja tanpa memperhatikan aktualisasi diri dalam konsep keberlanjutan.

Dalam pemikirannya, Bowles dan Gintis membuat empat poin pokok dalam kajian sekolah dan relevansinya saat pandemi Covid-19 saat ini, diantaranya; 

1) sekolah menghasilkan banyak keterampilan teknis dan kognitif yang diperlukan untuk prestasi kerja yang memadai, hal ini bisa dilihat melalui keterampilan teknis dan pembelajaran di dalam kurikulum agar siswa memiliki prestasi kerja yang memadai melalui ujian keterampilan, di sekolah saat pelaksanaan PJJ membuat siswa SMK kewalahan dalam melaksanakan tuntutan keterampilan tersebut, apalagi masyarakat kelas sosial bawah yang kekurangan akses sumber daya dalam menunjang PJJ seperti komputer, laptop dan lain sebagainya. 

2) sistem pendidikan membantu melegitimasikan ketidaksetaraan ekonomi, pernyataannya ini sesuai dan sejalan dengan dibuktikan bahwa sistem hanya mengatur tidak memperhatikan aspek menyeluruh, seperti kelas sosial atas yang tidak kewalahan di masa pandemi dalam menjalankan dan mendukung anaknya untuk menjadi apa yang diinginkan, namun kelas sosial bawah kewalahan terlebih apa yang dinyatakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mendominasi jumlah pengangguran di Indonesia yang mencapai 6,88 juta orang pada Februari 2020. 

3) sekolah memproduksi, memberi penghargaan dan memberi label karakteristik pribadi yang relevan dengan penempatan staff dalam hierarki, dalam pembelajaran dan praktik di SMK seperti misalnya kelas XI diharuskan siswa untuk mencari perusahaan sebagai tempat praktik lapangan kerja, namun disesuaikan juga dengan karakteristik siswa untuk menempatkan posisi dalam hierarki perusahaan, terlebih di masa pandemi, banyak perusahaan yang memberhentikan pekerjanya dan hal ini berdampak kepada perekrutan siswa, dan hanya siswa yang kompeten saja yang bisa masuk karena aturan physical and social disctancing. 

4) sistem pendidikan melalui pola pembedaan status yang dipupuknya memperkuat kesadaran berlapis yang menjadi dasar fragmentasi kelas-kelas ekonomi bawahan, hal ini dapat dilihat dan terjadi di masyarakat bagi kelas sosial bawah yang tidak memiliki akses pendidikan yang memadai terkhusus di masa pandemi dalam PJJ saat ini. Analisa yang diberikan oleh Bowles dan Gintis menjadi pembelajaran kritis dan telaah yang signifikan dengan pengaplikasian SMK melalui kurikulum, ciri khas seragam perusahaan yang masuk kedalam sekolah, dan hubungan baik dengan perusahaan.

Pertama, Bowles dan Gintis menekankan bahwa derajat ketimpangan ekonomi yang berlaku ditentukan oleh hubungan pasar, properti dan kekuasaan yang menentukan sistem kapitalis, seperti akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi bagi kelas elit didalam kegiatan ekonomi. Kedua, sistem pendidikan tidak menambah atau mengurangi tingkat keseluruhan ketidaksetaraan dan perkembangan pribadi yang represif. 

Sekolah menumbuhkan ketidaksetaraan yang sah melalui cara yang seolah-olah meritokratis dengan memberi penghargaan dan mempromosikan siswa dengan mengalokasikannya kedalam posisi yang berbeda dalam hierarki pekerjaan. Ketiga, sistem pendidikan beroperasi dengan cara niat sadar guru dan administrator dalam kegiatan sehari-hari melalui korespondensi yang erat antara hubungan sosial yang mengatur di tempat kerja. 

Sistem pendidikan berfungsi — melalui korespondensi hubungan sosial dengan kehidupan ekonomi — mereproduksi ketidaksetaraan ekonomi dan mendistorsi perkembangan pribadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun