Mohon tunggu...
Ari Gunawan
Ari Gunawan Mohon Tunggu... -

just a man and his will to survive

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Suara Rakyat, Atau...

2 Oktober 2014   22:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semenjak mendekati Pileg dan Pilpres 2014, kita banyak melihat alangkah mencengangkannya manuver - manuver politik yang dijalankan oleh partai- partai di Indonesia.

Saya sendiri yang awalnya cuek dengan politik, akhirnya jadi ikut menyimak berita - berita tentangnya.

Mulai dari pembentukan koalisi, pengusungan nama capres - cawapres, proses Pilpres, pengesahan RUU MD3 dan RUU Pilkada, hingga yang terbaru proses pemilihan ketua dan wakil ketua DPR.

Dari sini saya melihat, untuk apa sih ada partai politik?

Apakah untuk mencari orang yang dapat mewakili rakyat, yang nantinya duduk di kursi pemerintahan?

Dimana orang yang terpilih tersebut menyuarakan apa yang menjadi masalah di daerah pemilihannya sehingga dapat diatasi oleh pemerintah?

Ternyata jawaban yang saya dapat bukan itu.

Partai politik hanya mencari orang yang dapat mewakili kelompoknya saja.

Untuk kemudian menduduki jabatan tertentu yang kiranya bisa "mengenakkan" kelompoknya.

Kenapa saya mengambil kesimpulan demikian?

Saya mulai dari pembentukan koalisi dari partai-partai tersebut, setelah mereka mendapatkan jatah kursi pada Pileg.

Ketika musim kampanye, calon anggota legislatif berlomba-lomba memasang iklan, bahwa mereka adalah sosok yang akan mensejahterakan daerahnya, yang akan membawa suara - suara rakyat, seolah - olah mereka akan bekerja untuk rakyat.

Namun yang terjadi setelahnya, partai - partai politik tersebut hanya memanfaatkan jatah kursi yang didapatkannya untuk mencari "teman" alias koalisi.

Mereka seolah berkata, "Nih, saya punya sekian kursi, siapa yang mau?".

Kemudian partai yang memiliki mayoritas kursi mulai mendekati partai - partai lain itu, agar jatah suara mereka dapat menjadi mayoritas sebagai anggota legislatif.

Entah ada deal - deal tertentu atau tidak dibalik semua itu, saya tidak mau membahas hal tersebut.

Kenyataan yang terjadi adalah, karena syarat untuk membuahkan hasil dalam sidang atau rapat di tingkat legislatif, adalah yang menjadi kesepakatan bersama, atau jika sudah tidak ketemu kata sepakat, maka diputuskan dengan voting.

Tentunya semakin banyak teman koalisi, semakin besar kemungkinan suara mereka apakah setuju atau tidak, menjadi keputusan dalam sidang tersebut.

Yang perlu kita pikirkan ialah, apa benar ini yang disebut demokrasi? Lantas dimana letak demokrasinya jika yang disuarakan bukanlah suara rakyat?

Saya tekankan, ini bukan soal koalisi A atau koalisi B, yang selalu menjadi perdebatan akhir - akhir ini.

Tentu masing - masing pihak akan mengklaim bahwa mereka membawa suara rakyat.

Masalahnya adalah benarkah mereka membawa suara rakyat ketika sudah duduk di kursi legislatif?

Bisa kita lihat sendiri, bagaimana kelakuan dan keputusan mereka yang banyak dicemooh oleh rakyat.

Saya kira idealnya untuk para wakil rakyat adalah, mereka duduk bersama masyarakat, menjaring aspirasi mereka, kemudian mendiskusikannya dengan wakil - wakil lain langkah apa yang akan diambil, kemudian setelah mereka mengambil keputusan, harus kembali menjelaskan kepada rakyat alasan kenapa keputusan tersebut diambil, apa baik buruknya untuk masyarakat.

Akhir kata, jika terus - terusan seperti yang terjadi sekarang ini, saya kira para wakil rakyat itu memang sesungguhnya hanyalah wakil dari kelompoknya masing - masing. Dan jika hal ini terus terjadi, saya kok pesimis, negara ini akan bisa maju seperti harapan semua rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun