Jadi perempuan yang dimaksud Dewi adalah Icha. Teman sekantorku. Perempuan baik, yang selalu menunduk saat berbicara denganku. Wajahnya sering menjadi merah, apabila bosku menggodanya dengan mengatakan, Ardi punya fotomu di dompetnya, loh.
Perempuan yang memakai kerudung putih itu, mengeluarkan sebuah kertas dari dalam sakunya, lalu dibacanya dalam hati.
'Banyaklah berdoa, kepada-Nya. Mintalah jalan terbaik. Manusia akan selalu diuji. Kita hanya perlu bersabar dan bersyukur, setelah berusaha sebaik mungkin.'
Di dalam kertas tadi, terselip sebuah foto. Seorang laki-laki tengah berpose konyol, disandingkan perempuan berkulit putih, dengan hidung mancung.
"Seandainya cinta dapat memilih dengan pasti akan berlabuh di mana, Ar ... mungkin semua tak akan serumit ini." Disimpannya foto itu di atas meja, lalu perempuan itu melangkah pulang.
Aku ingin menyentuhnya, tapi Dewi menahanku.
"Kenapa, Wi? Bukankah ini yang ingin kamu tunjukan?"
"Tentu saja, tetapi di tempat ini, kita hanyalah bayangan."
"Jadi, apa yang harus aku lakukan?"
"Masukan foto di atas meja ke sakumu. Benar seperti itu. Sekarang bukalah matamu!"
"Maksudmu, Wi?"