Tahap ini menjadi dasar untuk mengubah perasaan gagal murid menjadi orang yang sukses. Pada tahap ini, guru harus mengerti bahwa murid mencoba memenuhi kebutuhannya namun mengalami benturan. Dari sini kita akan mengajak murid untuk berfleksi dan meyakinnya murid bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan, bahkan gurupun pernah melakukan kesalahan. Namun bukan hal penting siapa yang salah, yang menjadi fokus guru dan murid saat itu adalah, bagiamana dapat ditemukan solusi untuk memperbaiki situasi buruk yang tercipta.
- Validasi tindakan yang salah (validate the misbehavior)
Beracu pada lima kebutuhan dasar manusia, setiap tindakan memiliki alasan. Pada tahap ini, guru menanyakan alasan murid melakukan tindakan itu. Jika biasanya guru memberi nasihat untuk berhenti melakukan kenakalan, dalam konsep teori kontrol justru guru memvalidasi tindakan murid. Bukan dalam artian melakukan pelanggaran adalah hal baik, namun dengan memvalidasi tindakan murid, guru ingin murid tahu bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid. Jika guru menolak murid yang berbuat kesalahan, maka murid tersebut akan menjadi bagian dari masalah, namun jika guru mau memahami, maka murid akan merasa dipahami dan membuat murid menjadi terbuka pada guru.
- Menanyakan keyakinan (seek the belief)
Setelah diketahui alasan murid melakukan suatu hal, guru dapat mengajak murid untuk mengingat kembali apa yang menjadi keyakinannya dengan menanyakan keyakinan kelas. Apa yang ia yakini, dan apa yang telah ia langgar dari keyakinan itu. Tanyakan pula pada murid, ingin menjadi orang seperti apa dirinya, merujuk pada nilai-nilai kebajikan. Melalui tahapan-tahapan inilah, kemudian guru mengajak murid untuk menemukan solusi tindakan yang bisa dilakukan, demi memperbaiki keadaan. Arahkan murid untuk melakukan penyelesaikan dan tanyakan target waktu pelaksaannya. Dampingi murid untuk melakukan perbaikan tersebut.
Pelaksanaan segitiga restitusi pada murid, mampu mengembalikan murid yang bersalah untuk diterima lagi dalam kelopoknya dengan karakter yang lebih kuat. Dengan melaksanakan segitiga restitusi ini, secara nyata, kita sebagai guru telah menempatkan diri kita dalam posisi kontrol sebagai manajer. Posisi kontrol manajer adalah posisi dimana guru melakukan sesuatu yang membuat murid mampu mengambil keputusan dan tindakan untuk mempertanggungjawabkan tindakan/perilaku murid. Dalam posisi manajer inilah, murid diajak menganalisis kebutuhannya, tidak menekankan pada hukuman atau konsekuensi, namun pada perbaikian kesalahan.
Perwujudan budaya positif secara sederhana adalah dengan memiliki pola pikir teori kontrol. Guru sebagai menuntun, sudah sepatutnya memilih peran manajer dalam posisi kontrol. Mewujudkan diri anak yang sukses dan mematahkan mental gagal dalam diri murid. Dengan terus melakukan segitiga restitusi, akan membantu murid menyadari secara penuh akan dirinya, emosinya serta kebutuhannya. Restitusi membantu murid untuk mampu mengambil tindakan secara bertanggung jawab dan memiliki kesadaran diri secara penuh. Segala sesuatu yang dilakukan secara konsisten, tentu akan menjadi sebuah budaya. Penerapan budaya disiplin positif akan membantu murid menjadi manusia merdeka yang bahagia menuju keselamatan dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H