Mohon tunggu...
Argil Raras
Argil Raras Mohon Tunggu... Guru - Argil Raras Nandini

Katanya.. Menulis itu diawali dengan merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Diri Seorang Guru

1 Juni 2022   20:50 Diperbarui: 1 Juni 2022   21:02 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ki Hajar Dewantara, nama yang begitu akrab bagi kita, terutama kita yang bekerja di dunia pendidikan. Bapak Pendidikan Indonesia, sudah banyak melalui banyak hal dimasa sebelum merdeka, demi memperjuangkan bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara dengan berani melontarkan kritiknya kepada kolonial Belanda, sehingga menyebabkan Ki Hajar Dewantara diasingkan ke negeri Belanda. Masa pengasingan tidak serta merta membuat Ki Hajar menyerah. Ki Hajar memanfaatkan masa pengasingan untuk mendalami dunia pendidikan dan pengajaran.

Ki Hajar Dewantara mengungkapkan pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan dalam wujud tulisan. Salah satu buah pemikiran Ki Hajar yang digunakan sebagai semboyan dunia pendidikan hingga kini adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo, artinya di depan menjadi teladan, Ing Madyo Mangun Karso, berarti di tengah membangun kemauan, dan Tut Wuri Handayani, mengandung arti di belakang memberi dorongan.

 Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi roh dalam peran pemimpin, terutama pemimpin pendidikan. Ki Hajar, mengingatkan para pendidik, bahwa sebagai seorang "pamong", guru harus dapat memberikan "tuntunan" agar anak dapat menemukan kemerdekaan dalam belajar. 

Ki Hajar pun menegaskan, dalam proses "menuntun" anak haruslah diberi kebebasan, dan pendidik berperan sebagai penuntun dan pemberi arah, agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

Apa yang sebenarnya harus dituntun oleh pendidik dalam diri anak? Menurut Ki Hajar, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. 

Hal ini merujuk pada tujuan pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara, yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Sebagai upaya perwujudan anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, maka pendidikan memfasilitasi, menuntun, dan membantu anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya.

Sebelum mengenal filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya beranggapan bahwa seorang anak terlahir sebagai kertas putih. Kertas putih ini, akan diisi goresan oleh orang dewasa disekitarnya dan kondisi lingkungan tempatnya tinggal. Goresan-goresan yang diterima kertas putih (anak) inilah yang menjadi penentu gambaran wujud karakter pada kertas putih (anak). 

Sehingga bagi saya, pembentuk karakter anak, adalah apa dan bagaimana yang ada di lingkungan sekitarnya. Orang dewasa adalah penanggung jawab terbentuknya karakter anak. 

Karakter anak akan tercipta sesuai dengan bagaimana orang dewasa memberi teladan, gugahan niat, dan dorongan pada anak, serta menciptakan keadaan lingkungan tempat hidup anak. Dengan pemahaman ini, mempengaruhi saya dalam praktik mengajar. Karena anak sebagai kertas putih yang kosong, maka saya sebagai guru, berupaya memberikan banyak sekali materi yang harus dikuasai anak. 

Upaya penjejalan materi yang begitu banyak, sering membuat saya sebagai pendidik kekurangan waktu untuk membuat anak aktif dalam pembelajaran. 

Anak dipaksa menerima sajian materi yang telah disiapkan guru, padahal mungkin anak lebih suka belajar dengan buku cerita atau hal lain yang menggugah minat anak. Tagihan tugas secara tertulis, sering menujukan bahwa anak telah lupa dengan materi yang didapat. Materi hanya datang dan diingat saat itu, dan telah hilang dari ingatan anak, ketika memperoleh materi baru.

Saat saya menemukan pendapat Ki Hajar Dewantara, yang mengemukakan bahwa anak terlahir dengan membawa kodratnya masing-masing, telah mengubah cara berpikir saya. Bapak Pendidikan Indonesia menyatakan bahwa anak bukanlah kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa, namun anak terlahir seperti kertas putih yang memiliki garis samar-samar tentang kekuatan kodratnya. 

Tugas orang dewasa adalah menuntun anak untuk menebalkan garis samar kekuatan dalam diri anak. Pendapat Ki Hajar Dewantara ini sejalan dengan aliran yang dikenal dengan nama convergentie-theorie. Teori ini mengajarkan, pendidikan berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala garis samar yang baik, dengan harapan kelak tampak sebagai budi pekerti yang luhur. 

Sedangkan garis samar yang jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan menjadi tebal bahkan diharapkan semakin samar. Kekuatan kodrat yang menebal dalam diri anak inilah yang nantinya akan membantu anak mengendalikan dirinya dalam menutupi garis samar jahat dalam dirinya. Pandangan Ki Hajar tentang diri anak, memberi petunjuk pendidik, bahwa perannya adalah sebagai mengarah anak. 

Guru semestinya menyadari bahwa kodrat anak tidak dapat diubah sesuai kemauan guru. Hal yang dapat dilakuakn guru adalah menuntun anak sesuai dengan bakat, minat, serta kemampuan yang dimiliki anak.

Praktik pembelajaran yang diharapkan sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah tercipta suasana pembelajaran yang merdeka. Merdeka dalam pembelajaran, maksudnya memberikan suasana yang membahagiakan. Membahagiakan bagi siapa? Membahagiakan bagi guru, membahagiakan anak, membahagiakan orang tua, dan bagi siapa saja. 

Lalu bagaimana menciptakan kemerdekaan yang membahagiakan? Terlebih dahulu, tentu guru harus berbahagia dengan merubah cara pandang dan pola pikir seusai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Guru seyogyanya dapat mengetahui minat dan kebutuhan masing-masing anak. 

Kemudian tagihan tugas, tentu akan lebih menyenangkan anak jika diberikan kesempatan menyajikan sesuai dengan ketrampilan serat pemahaman belajar masing-masing anak, sesuai dengan kesiapannya. 

Pemikiran Ki Hajar Dewantara telah berhasil mengusik panggilan saya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Memberikan tantangan pada saya, untuk dapat menjadi pendidik yang tepat bagi masing-masing anak. Menemukan dan mengenali hasrat dan minat masing-masing anak, dan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. 

Meyakini dengan sepenuh hati, bahwa tidak ada anak yang sulit diatur, namun menyadari dengan sungguh bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing, yang perlu kita kembangkan dan arahkan. 

Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, akan terus menjadi landasan saya dalam menuntun anak menuju kebahagiaan dan keselamatannya. Menjadi teman belajar masing-masing anak tentu akan menciptakan suasana ekosistem kelas yang menyenangkan dan memerdekakan. Tidak lupa semua dilakukan dengan tulus, penuh kasih, dan tanpa pamrih, demi mewujudkan peradaban bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun