Anak dipaksa menerima sajian materi yang telah disiapkan guru, padahal mungkin anak lebih suka belajar dengan buku cerita atau hal lain yang menggugah minat anak. Tagihan tugas secara tertulis, sering menujukan bahwa anak telah lupa dengan materi yang didapat. Materi hanya datang dan diingat saat itu, dan telah hilang dari ingatan anak, ketika memperoleh materi baru.
Saat saya menemukan pendapat Ki Hajar Dewantara, yang mengemukakan bahwa anak terlahir dengan membawa kodratnya masing-masing, telah mengubah cara berpikir saya. Bapak Pendidikan Indonesia menyatakan bahwa anak bukanlah kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa, namun anak terlahir seperti kertas putih yang memiliki garis samar-samar tentang kekuatan kodratnya.Â
Tugas orang dewasa adalah menuntun anak untuk menebalkan garis samar kekuatan dalam diri anak. Pendapat Ki Hajar Dewantara ini sejalan dengan aliran yang dikenal dengan nama convergentie-theorie. Teori ini mengajarkan, pendidikan berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala garis samar yang baik, dengan harapan kelak tampak sebagai budi pekerti yang luhur.Â
Sedangkan garis samar yang jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan menjadi tebal bahkan diharapkan semakin samar. Kekuatan kodrat yang menebal dalam diri anak inilah yang nantinya akan membantu anak mengendalikan dirinya dalam menutupi garis samar jahat dalam dirinya. Pandangan Ki Hajar tentang diri anak, memberi petunjuk pendidik, bahwa perannya adalah sebagai mengarah anak.Â
Guru semestinya menyadari bahwa kodrat anak tidak dapat diubah sesuai kemauan guru. Hal yang dapat dilakuakn guru adalah menuntun anak sesuai dengan bakat, minat, serta kemampuan yang dimiliki anak.
Praktik pembelajaran yang diharapkan sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah tercipta suasana pembelajaran yang merdeka. Merdeka dalam pembelajaran, maksudnya memberikan suasana yang membahagiakan. Membahagiakan bagi siapa? Membahagiakan bagi guru, membahagiakan anak, membahagiakan orang tua, dan bagi siapa saja.Â
Lalu bagaimana menciptakan kemerdekaan yang membahagiakan? Terlebih dahulu, tentu guru harus berbahagia dengan merubah cara pandang dan pola pikir seusai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Guru seyogyanya dapat mengetahui minat dan kebutuhan masing-masing anak.Â
Kemudian tagihan tugas, tentu akan lebih menyenangkan anak jika diberikan kesempatan menyajikan sesuai dengan ketrampilan serat pemahaman belajar masing-masing anak, sesuai dengan kesiapannya.Â
Pemikiran Ki Hajar Dewantara telah berhasil mengusik panggilan saya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Memberikan tantangan pada saya, untuk dapat menjadi pendidik yang tepat bagi masing-masing anak. Menemukan dan mengenali hasrat dan minat masing-masing anak, dan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.Â
Meyakini dengan sepenuh hati, bahwa tidak ada anak yang sulit diatur, namun menyadari dengan sungguh bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing, yang perlu kita kembangkan dan arahkan.Â
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, akan terus menjadi landasan saya dalam menuntun anak menuju kebahagiaan dan keselamatannya. Menjadi teman belajar masing-masing anak tentu akan menciptakan suasana ekosistem kelas yang menyenangkan dan memerdekakan. Tidak lupa semua dilakukan dengan tulus, penuh kasih, dan tanpa pamrih, demi mewujudkan peradaban bangsa Indonesia.