"Kenapa dek?" tanya Amar heran.
"Ibu mas, ibu.."
"Ibu kenapa?"
"Sakitnya tambah parah."
Amar dan adiknya langsung berlari, menitip hutang pada pemilik warung. Setibanya di rumah, sang ibu terbatuk-batuk. Suhu badannya sangat panas. Amar berinisiatif untuk membawa ibunya ke bidan.Â
Di desa kebanyakan hanya bidan yang tersedia untuk mengecek kesehatan, tak seperti kota lain. Dengan kendaraan motor, Amar meminta ibunya untuk berpegangan erat.Â
Hembusan angin sangat terasa. Ibunya sampai berlindung di balik badan anaknya yang cukup kekar. Matahari tak mampu melawan rasa kedinginan yang dialami Bu Indri.
Setibanya di rumah sang bidan. Amar terkejut bukan main ketika melihat beberapa tetangganya yang kemarin terlihat sehat-sehat saja, sekarang berada di tempat yang sama seakan sedang janjian.Â
Mereka semua batuk disertai rasa panas di seluruh badan. Sang bidan dan asistennya kewalahan, tanpa perlengkapan lengkap, mereka ketakutan menduga bahwa para warga terkena corona.Â
Akhirnya sang bidan menghubungi pihak Dinas Kesehatan dan rumah sakit terdekat. Amar tak bisa menyembunyikan rasa kecewa dan sedihnya. Ketakutannya seakan terjadi. Pikirannya sudah tak bisa positif saat ini.
Mobil ambulan telah tiba. Perawat dengan APD lengkap turun dari mobil. Wajah para warga terlihat keheranan. Perawat hanya melakukan pemeriksaan standar. Kemudian meminta para warga untuk pergi ke rumah sakit yang ditentukan. Amar hanya mengangguk-ngangguk meskipun dia tahu rumah sakit yang dituju berada sangat jauh.Â