Mohon tunggu...
ARGA FAHREZA
ARGA FAHREZA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa tua

tertarik untuk traveling tetapi lebih sering berlayar di pulau kapuk

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Isu Budaya Dalam Lakon Politik Pilkada

1 November 2024   18:24 Diperbarui: 1 November 2024   18:48 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tinggal menghitung hari pertarungan para politisi ambisius di tingkat daerah seantero Indonesia dilaksanakan. Pemilihan kepala daerah tahun 2024 ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah negara ini berdiri. Seluruh provinsi, kecuali DIY, dan kabupaten/kota akan melakukan coblosan untuk menentukan politikus mana yang akan memimpin daerah mereka. Salah satu yang menarik untuk dibahas adalah visi misi para calon.

Meskipun terasa menggelikan, kita patut menelaah visi misi para calon kepala daerah. Janji-janji politik yang manis ditorehkan dalam berlembar-lembar visi misi, yang entah mereka sendiri membacanya atau tidak. Kebanyakan dari mereka berfokus pada peningkatan ekonomi daerahnya. Bermacam-macam program dikeluarkan untuk menarik atensi dari para pemilih di bilik suara nanti. Biasanya mereka memfokuskan pada bidang infrastruktur, ekonomi, pendidikan, serta kesehatan. Sektor-sektor tersebut menjadi amat indah untuk diperdagangkan sebagai bahan kampanye. Namun, ada sektor yang seringkali luput dalam visi misi calon kepala daerah. Sektor tersebut adalah budaya maupun kebudayaan.

Dalam janji politik kampanye, budaya maupun kebudayaan menjadi sektor yang luput untuk benar-benar diperhatikan. Kalaupun ada dalam visi misi, posisinya bukan sebagai aspek utama dan mungkin saja sebagai bentuk formalitas dan penggembira. Kebudayaan tidak menjadi isu strategis untuk dikerjakan. Padahal budaya maupun kebudayaan memiliki kedekatan dengan masyarakat sehari-hari.

Bagaimana Perspektif Para Cakada Terhadap Kebudayaan?

Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, mengungkapkan pandangannya mengenai isu budaya dalam ranah Pilkada. Dirinya menilai bahwa budaya menjadi isu mendasar untuk dibicarakan, akan tetapi sulit jika dilakukan (Tempo.co, 16-22/09/2024). Lebih lanjut ia menuturkan bahwa hal ini dikarenakan pandangan sempit para paslon. Selama ini isu budaya hanya ditilik sebagai kesenian saja. Budaya bukan hanya seni saja tetapi lebih luas daripada itu. Senada pula dengan apa yang dibicarakan oleh Si Doel, sapaan untuk rano karno, tentang para cakada yang belum paham arti kebudayaan. Bagi dirinya kebudayaan memiliki arti lebih besar dari sekadar kesenian, dan jika tidak dikelola maka kita akan kehilangan budaya tersebut.

Wujud Kebudayaan

Mendiang guru besar sekaligus Bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat, mengatakan bahwa wujud kebudayaan itu ada tiga. Ide, aktivitas, dan material merupakan tiga wujud kebudayaan. Ide atau gagasan adalah suatu wujud kebudayaan yang tidak dapat dilihat secara fisik tetapi dapat dirasakan melalui nilai, aturan, serta norma. Wujud kebudayaan ini dapat mengantarkan kita kepada dua wujud kebudayaan lain, yakni aktivitas dan material.

Aktivitas menjadi wujud kebudayaan yang memperlihatkan interaksi antara manusia. Bagaimana kehidupan mereka saling bersinggungan secara sosial, umumnya akan memperlihatkan pola atau struktur tertentu. Dengan begitu maka akan terbentuk suatu sistem sosial dalam kebudayaan masyarakat. Wujud selanjutnya dalam kebudayaan adalah material. Wujud ini paling mudah diamati karena berbentuk budaya fisik atau bendawi. Kita dapat melihatnya melalui berbagai tinggalan artefak Arkeologi.

Potensi Budaya Dalam Pengembangan Daerah

Budaya yang biasanya menjadi isu terpinggirkan justru dapat memberi dampak yang signifikan dalam membangun daerah kita tercinta. Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan secara gamblang menyatakan bahwa budaya perlu diberikan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Pertanyaannya, sejauh mana potensi budaya untuk dikembangkan oleh daerah?

Banyak daerah seperti Jogja, Solo, Bali yang menjadikan budaya sebagai identitas kebanggaan mereka. Ungkapan seperti Jogja yang istimewa lahir dari kebudayaan yang dirawat. Dengan begitu, masyarakat yang tinggal maupun sekadar berkunjung menjadi nyaman dengan daerah tersebut. Beberapa wilayah lain seperti Sragen turut juga dalam membentuk identitas budaya mereka dengan menampilkan tugu maupun gapura yang berbentuk fosil gading gajah purba. 

Budaya benda maupun tak benda bisa menjadi unsur penggerak kemajuan. Kita bayangkan adat istiadat, seni, hingga mitologi menempati bagian dalam ruang publik seperti taman, membuat masyarakat akan lebih tertarik untuk datang dan pelaku budaya memiliki hak mengekspresikan budaya mereka sendiri. Terlebih lagi, ada banyak tinggalan budaya bendawi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah seperti candi, bekas keraton, bekas bangunan kolonial, hingga artefak yang dapat dipindahkan. Pemanfaatan ini dapat menggunakan prinsip adaptive reuse sebuah konsep yang memadukan tinggalan masa lampu dengan fungsi sekarang yang lebih fleksibel. Pabrik gula Banjaratma, pabrik gula Colomadu, hingga Kota Tua yang dialihfungsikan sebagai ruang publik bagi masyarakat.

Pembangunan dan pengembangan museum juga sangat perlu diperhatikan. Sebab museum bisa menjadi representasi dari budaya dalam satu tempat. Museum dapat berfungsi sebagai ruang rekreasi dan ruang edukasi. Masyarakat yang berkegiatan dari senin hingga jumat biasanya memutuskan untuk melakukan rekreasi di akhir pekan. Namun, pilihan tempat untuk berekreasi seringkali terbatas dan museum bisa menjadi alternatif murah dan mudah dijangkau. Selain itu, museum untuk urusan edukasi adalah pilihan paling tepat sebab di sana menyediakan berbagai sumber pengetahuan yang biasanya hanya dibaca lewat buku. Stigma museum sebagai tempat kuno dan menyeramkan mulai terhapus dengan adanya museum yang lebih interaktif seperti di Museum Nasional maupun Museum Sonobudoyo.

Pekerjaan Rumah Bersama

Ada banyak hal perlu menjadi bahan perhatian kita bersama. Pilkada pada November mendatang menjadi momentum untuk memosisikan budaya sebagai sebuah isu strategis. Para paslon perlu didorong agar melek dan memiliki kehendak politik untuk memajukan budaya. Semata-mata ini dilakukan agar budaya dan pelaku budaya tidak menjadi anak tiri yang ditinggalkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun