Mohon tunggu...
Muhammad Arif Asy-Syathori
Muhammad Arif Asy-Syathori Mohon Tunggu... Petani Sehat -

Bercita-cita sebagai penulis yang bisa menginspirasi dan memotivasi setiap orang yang membaca buku karyaku, Please visit ; kakakhahu.blogspot.co.id to know about me more!! Mari berteman...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Secarik Kertas untuk Kader Nusantara

5 Januari 2017   14:17 Diperbarui: 5 Januari 2017   14:35 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kepada Jamaah JATAYU dan yang peduli terhadap “kebenaran Al-Haq Min Robbika”:

Pemikiran yang rasional dan terhubung, perilaku yang sehat dan tidak merusak, karakter yang jujur dan terkendali adalah sekelumit ayat-ayat Allah yang mestinya dinyatakan dalam hidup. Semua yang termasuk dalam elemen bangsa ini harus membangkitkan kesadaran masing-masing perihal di atas tersebut.

Mewujudkan tatanan yang adi, luhur, dan makmur, memerlukan pengorbangan dengan perilaku “jihad”. Bukan jihad dalam pengertian perilaku ego diri, kelompok, dan golongan, lalu berperang; memerangi orang lain yang beda suku bangsa, agama, keyakinan, pakaian, simbol, gambar, kebiasaan, kebudayaan, adat-istiadat, bahasa, warna kulit, dan tanah kelahiran. Justru sebaliknya, memerangi diri sendiri atas “ego-keakuan”. Ego-kesukuan, ego-kebahasaan, ego-tanahkelahiran, ego-keturunan diperangi dengan berjihad memerangi nafsunya sendiri demi kemaslahatan bersama sebagai elemen bangsa. Hal ini jauh lebih berat daripada perang dalam pengetian perkelahian, baik yang langsung ataupun yang tidak langsung. “Jihad” bukan berarti membunuh atau merusak secara lahir.

Faktanya, kesadaran berjihad, yaitu memerangi ego, nafsu, keakuan, tanpa pernah praktik dan berlatih mengembangkan potensi, akan muskil jika “kebangkitan” dapat terwujud. Hanya akan berhenti pada ritual-ritual nan euforia dan glamor semata, juga hanya berhenti pada ranah pencitraan.

Banyak jargon, tapi tanpa realitas  ̶  yang terwujud dalam metode atau suatu sistem  ̶  dan tanpa tekad untuk mewujudkannya akan menjadi “boomerang” yang menghantam kehidupan kita sendiri. Ayat-ayat Tuhan yang tertulis dalam kitab adalah ayat qauliyah yang dipelajari sebagai “konsep” kebenaran. Namun, jika tanpa realisasi, ayat-ayat qauniyah tersebut justru menjadi blunder bagi diri sendiri, keluarga, dan lingkungan yang menyebabkan ketidakharmonisan kehidupan sosial. Padahal ayat qauniyahadalah ayat yang nyata sebagai pendorong memberdayakan skill dan keterampilan: Membaca, menyermati, mengamati, menyimak, menelaah, hingga menghayati.

PTSA, ENTITAS NUSANTARA BANGKIT.

Mewujudkan dan merealisasikan kesadaran atas potensi yang telah Allah anugerahkan kepada kita, akal-pikiran, organ, tubuh, dan panca indra. Mewujudkannya dengan membangun perilaku syukur. Berada dalam wilayah kesadaran sebagai hamba dalam penghambaan. Menempatkan diri pada Kehendak-Nya. Siliring qudratullah.

Pertama, membangun rasionalitas yang sehat dengan “menafakuri” ayat-ayat Allah yang nyata: Memakai indra pendengaran dan meningkatkan kemampuan mendengar supaya dapat menyimak, menyermati, dan mengamati. Dengan begitu, akan menjadi pendengar yang baik. Selain pendengaran, indra pengelihatan dan kemampuan melihat juga harus dimaksimalkan demi kemajuan diri. Mengembangkan dan meningkatkan potensi organ dengan mengembangkan skill. Semua ihwal tersebut adalah dalam rangka “subhanaka” dengan program “pemberdayaan-pemberdaya”.

Kedua, anugerah bumi, tanah, dan lahan dipandang sebagai ayat-ayat Allah. Memandangnya sebagai lembaran-lembaran kertas untuk disimak, dicermati, dan ditelaah, lalu dibaca dan ditulis. Dengan kita membacanya maka akan muncul pemikiran, “apa” yang mesti ditulis di atas bumi. Memanfaatkan potensi bumi dan alamnya meski hanya sejengkal  untuk memberdayakan diri; berlatih dan praktik istiqomah dan tumakninah.

Ketiga, mengoptimalkan berbagai jenis tanaman dan hewan ternak sebagai tinta-tinta yang akan berfungsi jika diberdayakan sesuai dengan karakteristiknya.

Keempat, memberdayakan potensi diri dengan mewujudkan kreatifitas dan inovasi sebagai pengejawantahan “eksplorasi diri”. Bagian dari elemen kebangkitan NKRI, kebangkitan nusantara, menuju NUSANTARA BANGKIT.

Semua itu akan akan menyatu, terintegrasi, tersatukan dalam program NUSANTARA BANGKIT. Maka dari itu, perlu penyikapan yang jelas dan tegas dalam ranah  kebangsaan-kenusantaraan, ketahanan, dan kemandirian.

Kami warga JATAYU dan warga NKRI yang peduli, menegaskan;

  • Membangun, menjaga, meningkatkan kesadaran “penghambaan” dengan watak, sifat, perilaku, dan sikap terbuka dan lapang dada.
  • Membangun, menjaga, dan meningkatkan jiwa faqir supaya tetap “terbimbing” dalam siratal mustaqim. Mengembangkan ikatan mahabbah bi rauhillah dengan perilaku uswah atau ketauladanan. Senantiasa berbudi atau berikhtiar untuk berbuat kebaikan, “darma”; mendorong, menjaga, meningkatkan tatanan sosial, tatanan media atau ihwal substansi, dan tatanan ruhiyah spiritual.
  • Membangun kesadaran yang diwujudkan secara nyata, ber-pancasila dan menjalankan UUD 1945 dalam wadah NKRI.
  • Menjaga dan meningkatkan terwujudnya Bhinneka Tunggal Ika, menerima seutuhnya keberagaman dalam kemanunggalan, kesatuan, dan persatuan. Tidak ada kebenaran (watak, perilaku, dan sifat) yang merusak.
  • Membangun, menjaga, meningkatkan, dan menyebarkan perilaku kebaikan; akhlak dan adab, saling menghormati, saling menghargai, saling menerima, saling membantu, dan gotong royong.
  • Sesuai perintah-Nya, memakmurkan bumi Allah, memberdayakan diri, keluarga, dan lingkungan, membangun kemandirian dan ketahanan pangan.
  • Menajamkan kesadaran bersama bahwa perbedaan dipandang sebagai keberagaman atas kekayaan Nusantara.
  • Memerangi ego, nafsu, dan keakuan, sebab ini adalah penghalang terbesar dalam interaksi sosial, bermasyarakat, dan bertatanegara mewujudkan nusantara bangkit.
  • Memiliki sikap dan perilaku peduli operasional; mendorong, mendukung kemajuan diri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat tanpa memandang perbedaan.
  • Membangun, menjaga, dan meningkatkan sendi-sendi baldatun toyyibatun warrobun ghofur.
  • Menghormati, menghargai pelaksanaan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.
  • Mendakwahkan, mendistribusikan, menyebarluaskan dengan tetap mengutamakan metode ketauladanan dan perilaku “darma” serta adab dan akhlak.

30 Oktober 2016   

Imam Jamaah AnNubuwah,

   Kyai Tanjung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun