Mohon tunggu...
Muhammad Arif Asy-Syathori
Muhammad Arif Asy-Syathori Mohon Tunggu... Petani Sehat -

Bercita-cita sebagai penulis yang bisa menginspirasi dan memotivasi setiap orang yang membaca buku karyaku, Please visit ; kakakhahu.blogspot.co.id to know about me more!! Mari berteman...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan 2016 Masih Bisa Bergeming?

11 Januari 2016   13:28 Diperbarui: 15 Juli 2016   14:45 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bpk Kyai Tanjung menjelaskan tentang pendidikan"][/caption]"Bencana Moral dan Mental Abad 21"

Berbicara tentang zaman ini, tidak ada lagi peluang untuk mengharapkan kebaikan yang totalitas. Sanubari yang menggerogoti nurani secara perlahan hingga mati kutu. Faktanya bombardir dimana-mana, pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, deskriminasi, dan lain-lain. Semua ayat-ayat Allah yang nyata seolah-olah ‘manusia saatnya pindah ke Mars’.

Tak ayal ini semua adalah akibat dari pola pendidikan yang kurang benar. Pendidikan kita hingga tahun ini masih belum mampu membuktikan dapat melahirkan generasi Al-Arif Billah (berpengetahuan dengan berbekal skill (keterampilan) yang berlandaskan iman dan taqwa).

Pendidikan kita ini masih sangat lugu. Terlalu optimis dengan rumusan-rumusan masa lalu yang dibela mati-matian, tertulis dalam syaraf ‘fanatik’. Menganggap perubahan dengan tabu dan ganjil. Menolak tanpa mencerna. “Rumusan yang lalu adalah yang terbaik, yang berbeda itu salah”, kata-kata ini secara tidak sadar justru menjadi semboyan bangsa kita.

Pikiran saya, hati saya, mata saya terbuka setelah mendengar penjelasan Guru saya, Bpk. Kyai Tanjung tentang sebuah pendidikan.

1. Syukur

Syukur menjadi yang paling mendasar. Bersyukur bukan hanya karena mendapat rezeki saja. Tapi implementasi syukur yang teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Inti syukur adalah menerima keberadaan Rasul-Nya di muka bumi, oleh karena itu dasar syukur dibantu oleh karakter ‘terbuka’. Terbuka dalam mencermati, mengamati, menyimak, memperhatikan, dan berpikir. Tidak segera menutup diri jika ada perbedaan, tidak terburu-buru mengatakan ‘dia salah, dia kafir, mereka sesat, itu tidak patut, mereka harus dihakimi, dan lain-lain’. Jika karakter ini tertanam dalam diri, apakah masih ada tawuran pelajar? Mencemooh golongan antar golongan? Perang saudara? Akankah tindakan anarkis fans bola masih terjadi?

2. Dasar Taubat

Karakter dasar taubat harus dididik dan dilatih dalam diri setiap manusia. Usia muda sangat strategis untuk membentuk karakter ini. Sebuah perilaku, sifat, watak, perilaku ‘tanpa pengakuan’. Sadar bahwa yang bergerak adalah Tuhan. Sadar bahwa seluruh karya cipta adalah karena digerakkan oleh Tuhan, tak terkecuali apapun. Karakter ini sebagai pondasi para murid dalam menjalani sebuah pendidikan hidup, tidak hanya formal saja. Jika murid-murid memiliki karakter ini, apakah masih ada kata malas? Masih merasa ingin dipuji? Ingin merasa tenar? Merasa ingin dihargai? Menghitung keuntungan dan kerugian semata?

3. Ridho

Segala sesuatu dalam kehidupannya ditujukan untuk mendapat ridho, restu, pangestu, dan diijabahi. Kebaikan akan tidak berarti apa-apa tanpa ridhonya. Kebaikan yang tidak diridhoi banyak sekali. Contohnya, menyediakan tempat menginap, membangun perhotelan untuk menginap tamu itu baik, tapi tidak akan menjadi ridho jika disalah gunakan untuk kemaksiatan. Mendirikan sebuah toko untuk mencari nafkah itu baik sekali, tapi menjadi tidak baik jika ada monopoli di dalamnya. Bertani itu sangat mulia, tapi jika menggunakan pupuk kimia berlebih hanya untuk mengejar hasil panen berlimpah tanpa memerhatikan kelestarian tanah tidak akan menjadi ridho. Maka dari itu karakter ridho perlu dalam kemasan pendidikan.

4. Zuhud

Tapa ing sak tengahing praja”. Karakter zuhud bentuk riil-nya adalah tetap berlaku di tengah-tengah masyarakat, bersosial, guyub rukun, gotong royong, dan lainnya tapi jiwanya bertapa. Hatinya berdiam untuk tetap merasakan Tuhan. Hatinya tidak larut bergeming tentang duniawi. Saat terlanda musibah, hatinya ingat DiriNya, saat ada yang nggosiphatinya tidak goyah untuk ikut-ikut, saat mendapat pujian hatinya tidak terlarut dalam kebahagiaan, itu adalah karakter zuhud.

5. Uzlah

Nyingkrih ana ing sak tengahing kalangan”maksudnya adalah karakter mengasingkan diri dari segala sesuatu yang membuat kemurkaan Tuhan, menahan doa, dan menutup pintu hati. Tidak mudah terjerumus dan berpendirian kuat, tapi tidak jumut atau fanatik apalagi beku (keras kepala). Pendidikan harus menyentuh nilai ini, jika tidak akibatnya adalah keadaan sekarang ini. Apakah mata anda tertutup saat melihat berita dalam televisi? Surat kabar?

6. Qonaah dan Istiqomah

Pendidikan juga harus menyentuh nilai qonaah dan istiqomah. Karakter ‘nyegoro’ dan ‘pasti’. Menerima bahwa kenyatannya manusia hidup di dunia dan harus menggarap garapan dunia dengan sebaik-baiknya tapi tidak meninggalkan yang inti, berdzikir disertai menyandar kepada utusan-Nya. Akhirnya tidak sebatas euforia saja.

7. Sabar

Sabar dalam menghadapi ujian. Sabar dalam menjalani hidup. Kenyataan hidup saat ini memang adakalanya berjuang dengan susah payah, tapi tidak menyerah saat gagal, terjatuh, dan menghadapi masalah. Nilai sabar ini harus terwujud dalam sebuah kemasan pendidikan.

8. Tawakkal

Menggantung, bersandar kepada Allah dan utusan-Nya. Keadaan manusia hanya dibedakan dari bersandar atau tidak. Kebaikan yang tidak disertai kebersandaran, tidak akan bernilai apa-apa. Pasrah karena di dunia ini tidak ada yang pasti, yang pasti hanyalah ‘mati’. Mati hanya ada dua, selamat atau tidak selamat. Murid-murid harus dididik supaya memiliki nilai karakter tawakkal, sehingga bekerjanya, belajarnya hanya ditujukan untuk mencapai keselamatan. Karena merasa butuh akan Allah, maka manusia akan mencari keharibaanNya dengan berlaku di dunia sebaik mungkin tapi pasrah kepada Allah.disertai menyadari bahwa diri ini iman (bersandar) kepada utusan-Nya.

9. Kebersamaan

Nilai kebersamaan juga tidak dapat diabaikan. Murid-murid harus dididik untuk dapat berpikir tentang kemaslahatan. Hidup ini tidak sendiri, manusia adalah makhluk spiritual yang di dunia harus bersosial. Bersosial tidak hanya sebatas meminta bantuan kepada orang lain, ngobrol, tapi berpikir tentang kesejahteraan berasama. Satu mimpi untuk sejuta orang. Utamakan kekeluargaan, kebersamaan, dan kerukunan. Urusan pribadi, kekayaan pribadi, keuntungan pribadi adalah hadiah dari terwujudnya sebuah kebersamaan.

Sayangnya pendidikan kita hingga tanggal 11 Januari 2016 belum mengarah kesana sama sekali. Belum ada perkembangan. Pendidikan saat ini hanya dimaknai sebatas pintar, pandai, prestasi, jawara, infrastruktur, sertifikasi, ijazah, rangking, piagam, piala, predikat, bantuan, BOS, beasiswa, sekolah gratis saja. Pendidikan kita perlu revolusi.

Manusia-manusia robot, otak-otak leterlek tengah berkembang di negeri ini. Apakah indikator kemajuan suatu bangsa dan negara? Apakah berdasarkan komparasi dengan apa yang ada di Jepang? Amerika? Kanada? Apakah yang dikatakan negara ‘maju’ adalah negara yang seperti Jepang? Banyak robotnya, disiplin orang-orangnya, tapi seks bebas, pornografi dimana-mana. Apakah seperti Amerika? Pintar orangnya, tapi bebas bergaul, bebas membunuh tanpa batasan. Mari kita renungkan kembali, mari kita buka hati dan mata kita. Mari kita hayati penjelasan yang saya dapat dari Guru saya. Demikian terimakasih...... Enjoy reading... visit kakakhahu.blogspot.co.id

Lebih lengkapnya simak kajian bpk. Kyai Tanjung berikut Klik Disini !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun