[caption caption="Bpk Kyai Tanjung menjelaskan tentang pendidikan"][/caption]"Bencana Moral dan Mental Abad 21"
Berbicara tentang zaman ini, tidak ada lagi peluang untuk mengharapkan kebaikan yang totalitas. Sanubari yang menggerogoti nurani secara perlahan hingga mati kutu. Faktanya bombardir dimana-mana, pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, deskriminasi, dan lain-lain. Semua ayat-ayat Allah yang nyata seolah-olah ‘manusia saatnya pindah ke Mars’.
Tak ayal ini semua adalah akibat dari pola pendidikan yang kurang benar. Pendidikan kita hingga tahun ini masih belum mampu membuktikan dapat melahirkan generasi Al-Arif Billah (berpengetahuan dengan berbekal skill (keterampilan) yang berlandaskan iman dan taqwa).
Pendidikan kita ini masih sangat lugu. Terlalu optimis dengan rumusan-rumusan masa lalu yang dibela mati-matian, tertulis dalam syaraf ‘fanatik’. Menganggap perubahan dengan tabu dan ganjil. Menolak tanpa mencerna. “Rumusan yang lalu adalah yang terbaik, yang berbeda itu salah”, kata-kata ini secara tidak sadar justru menjadi semboyan bangsa kita.
Pikiran saya, hati saya, mata saya terbuka setelah mendengar penjelasan Guru saya, Bpk. Kyai Tanjung tentang sebuah pendidikan.
1. Syukur
Syukur menjadi yang paling mendasar. Bersyukur bukan hanya karena mendapat rezeki saja. Tapi implementasi syukur yang teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Inti syukur adalah menerima keberadaan Rasul-Nya di muka bumi, oleh karena itu dasar syukur dibantu oleh karakter ‘terbuka’. Terbuka dalam mencermati, mengamati, menyimak, memperhatikan, dan berpikir. Tidak segera menutup diri jika ada perbedaan, tidak terburu-buru mengatakan ‘dia salah, dia kafir, mereka sesat, itu tidak patut, mereka harus dihakimi, dan lain-lain’. Jika karakter ini tertanam dalam diri, apakah masih ada tawuran pelajar? Mencemooh golongan antar golongan? Perang saudara? Akankah tindakan anarkis fans bola masih terjadi?
2. Dasar Taubat
Karakter dasar taubat harus dididik dan dilatih dalam diri setiap manusia. Usia muda sangat strategis untuk membentuk karakter ini. Sebuah perilaku, sifat, watak, perilaku ‘tanpa pengakuan’. Sadar bahwa yang bergerak adalah Tuhan. Sadar bahwa seluruh karya cipta adalah karena digerakkan oleh Tuhan, tak terkecuali apapun. Karakter ini sebagai pondasi para murid dalam menjalani sebuah pendidikan hidup, tidak hanya formal saja. Jika murid-murid memiliki karakter ini, apakah masih ada kata malas? Masih merasa ingin dipuji? Ingin merasa tenar? Merasa ingin dihargai? Menghitung keuntungan dan kerugian semata?
3. Ridho
Segala sesuatu dalam kehidupannya ditujukan untuk mendapat ridho, restu, pangestu, dan diijabahi. Kebaikan akan tidak berarti apa-apa tanpa ridhonya. Kebaikan yang tidak diridhoi banyak sekali. Contohnya, menyediakan tempat menginap, membangun perhotelan untuk menginap tamu itu baik, tapi tidak akan menjadi ridho jika disalah gunakan untuk kemaksiatan. Mendirikan sebuah toko untuk mencari nafkah itu baik sekali, tapi menjadi tidak baik jika ada monopoli di dalamnya. Bertani itu sangat mulia, tapi jika menggunakan pupuk kimia berlebih hanya untuk mengejar hasil panen berlimpah tanpa memerhatikan kelestarian tanah tidak akan menjadi ridho. Maka dari itu karakter ridho perlu dalam kemasan pendidikan.