Aku buka kotak mainan monopoli itu, lalu mengambil uang-uangannya segepok.Â
"Aku ingin membuktikan omongan si Bayu. Akan kukerjain copet dengan uang mainan ini," batinku seraya tersenyum jahil.Â
*****Â
Kebetulan, senin ini tanggal satu, tanggal gajian. Sore, ketika mau pulang, segepok uang monopoli kumasukkan ke dalam amplop berwarna coklat. Seolah-olah itu adalah uang gaji yang baru saja kuterima. Lalu, amplop berisi uang palsu itu kutaruh secara mencolok di saku belakang.Â
Sepertiga bagian amplop itu tersembul di saku belakang. Sedangkan tas tetap kusandang di depan, menepel di dada. Aku ingin memancing para pencopet dan sekalian ngerjain mereka. Pasti si copet akan kesal luar biasa ketika berhasil mencopet amplop itu namun ternyata isinya uang mainan. Demikian rencanaku. Aku sudah geli sendiri membayangkannya.Â
Dari kantor, aku berjalan sedikit bergegas menuju stasiun. Sesampainya di stasiun, terlihat suasana sedang sangat ramai. Di pintu masuk peron, antrian lumayan panjang. Satu persatu penumpang menempelkan kartu e money untuk bisa membuka palang penghalang pintu elektronik tersebut dan masuk ke area tunggu kereta.Â
Aku pun masuk ke jalur antrian, dan terus menuju area peron tempat menunggu kedatangan kereta. Ketika kereta tiba, aku juga ikut berdesak-desakan naik kereta, berebut tempat duduk.Â
Di dalam gerbong rupanya penumpang sudah cukup padat. Tak tersedia lagi tempat duduk. Aku memilih berdiri tak jauh dari pintu. Kiri kanan dan muka belakangku juga banyak penumpang yang sama-sama berdiri. Bahkan, tiba di stasiun Manggarai jumlah penumpang makin banyak. Berdiripun nyaris berdesak-desakan. Aku raba saku belakang, terasa amplop masih ada. Berarti sejak tadi berdesak-desakan, belum ada copet.Â
Aku terus menunggu umpan ada yang menyambar. Tapi sia-sia. Hingga tiba di stasiun akhir dan aku keluar dari area stasiun, amplop itu masih ada.
"Ah, gak benar nih apa yang dibilang si Bayu. Ndak terbukti kok di kereta banyak copet," batinku.Â
Besoknya, hal yang sama kuulang. Tapi masih sama, amplop tetap tak ada yang menyentuh. Hari ketiga juga demikian. Pagi dan sore amplop secara mencolok kutaruh di saku belakang, namun tetap tak hilang. Aku makin yakin, omongan Bayu berlebihan.Â