Benar adanya, bahwa manusia harus beriman dan beribadah. Namun saya kurang setuju, jika karena hal ini kemudian digunakan sebagai alasan untuk melakukan ibadah tanpa mematuhi protokol kesehatan. Jika dilarang kemudian malah balik menyalahkan, "mau beribadah kok dilarang". Sebab hidup beriman itu akan muncul dalam sikap dan tindakan kita sehari-hari.
Dalam lingkup keluarga, hal yang bisa saya lakukan dalam tugas sebagai Satgas Covid-19 adalah, memberikan contoh dan selalu saling mengingatkan antar anggota keluarga. Saling mengingatkan untuk menjaga protokol pencegahan terhadap Covid-19, baik di rumah maupun ketika melaksanakan aktivitas di luar rumah.
Beberapa hal yang kami lakukan sebagai Satgas Covid-19 di level keluarga adalah:
- Berdoa pribadi dan bersama
- Menjaga jarak dengan orang lain
- Membiasakan untuk mencuci tangan
- Memakai masker jika sedang keluar rumah
- Menyiapkan air cuci tangan dan sabun di depan rumah
- Mengkonsumsi makananan yang sederhana namun bergizi
- Menahan diri untuk tidak jalan-jalan ke tempat yang ramai
- Mensterilkan terlebih dahulu jika menerima kiriman paket
- Membersihkan badan/mandi setelah beraktivitas di luar rumah (berganti baju)
- Membuat pedoman mencuci tangan yang benar, bagi anak kami yang masih berusia empat tahun (seperti ini)
Saat ini, sudah hampir satu tahun kita harus hidup berdampingan dengan ancaman Covid-19, belum selesai dengan ujian tersebut, vaksin belum terlaksana, kini kembali muncul ancaman baru bagi bangsa Indonesia, keluarga, dan diri kita (virus mutasi baru). Disinilah kemudian terlihat betapa kecil manusia di hadapan Tuhan.
Sembari berusaha tetap menjadi Satgas Covid-19 bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari dampak pandemi ini adalah: membawa keluarga kembali ke dalam rumah dan melakukan aktivitas rumah bersama, membuat manusia banyak berdoa dan berharap pada Tuhan dan tidak semata-mata mengandalkan sains dan teknologi, membuat kita tinggal dirumah dan hidup sederhana, memberi kesempatan kepada kita untuk menyadari bahwa kematian itu nyata dan dekat dengan kita, dan menyadarkan kita bahwa apa yang kita miliki adalah milik Tuhan yang bisa diambil kapan saja.
Harus terbatas ruang gerak, jenuh pasti dirasa. Namun manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, dikaruniakan akal pikiran, dan hati nurani. Untuk itulah manusia harus bisa menunjukkan eksistensinya sebagai ciptaan yang secitra dengan Tuhan.
Akhirnya, sebagai manusia beriman kita harus tetap berjuang dan optimis bahwa cobaan ini akan segera pergi. Sembari tetap melaksanakan aktivitas, tidak lupa menjalankan protokol kesehatan. Mari berpacu dalam tugas dan tanggung jawab masing-masing, baik sebagai Satgas pribadi, Satgas keluarga, Satgas sekolah, Satgas Pemerintah.
Salam sehat bersama keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H