Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tuhan Merasa Biasa-Biasa Saja..?

25 Agustus 2015   23:59 Diperbarui: 25 Agustus 2015   23:59 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika melihat dan membaca berita, ternyata memang dunia ini kaya diisi beragam macam tingkah manusia, ada yang wajar, normal-normal saja sebagai manusia yang manusiawi dan ada juga yang diluar kewajaran, aneh dan nyeleneh atau tidak sama dengan manusia kebanyakan lazimnya.

Saya sedikit bingung dan celingukan kanan kiri ketika seorang bernama Tuhan menyatakan merasa adem ayem saja memakai nama Tuhan pemberian orang tuanya itu. Dia bungsu dari 7 bersaudara terlahir dari pasangan Jumhar dan Dawijah. Semasa orang tuanya masih hidup, ia juga tidak pernah diberi penjelasan terkait pemberian nama yang tak lazim tersebut. Begitupun juga dengan 6 saudara lainnya yang tak pernah memberi penjelasan makna khusus tentang nama itu. Jika diurut silsilahnya, enam saudara Tuhan lainnya bernama Juni, Aisyah, Halifah, Ainan, Nasiah dan Isroti. Tak ada nama aneh yang tertera dalam silsilah keluarganya. Begitupun dengan nama dua putrinya, Novita Sari (21) dan Dewi Lestari (11). Saya nggak merasa aneh dengan nama saya, biasa saja. Orang-orang sini juga sudah biasa sama nama saya. detikcom, 21/8/2015.

Ketercelingukan saya bertambah menjadi ketika melihat share KTP di sebuah media online yang menampakkan bahwa nama tersebut sudah sedemikian lamanya digunakannya sesuai kelahirannya tahun 1973 (42 tahun) dan pada share KTP terlihat bahwa KTP tersebut dibuat pada tahun 2012 sebuah waktu yang juga cukup lama (3 tahun).

Dari dua waktu yang lama itu, ternyata baru sekarang ketahuan atau diketahui sehingga menjadi 'booming' di media. Menilik waktu yang cukup panjang itu, saya kembali celingukan.., dengan identitas jelas seperti KTP atau KK (Kartu Keluarga) atau Surat Nikah atau pun surat resmi lainnya yang menunjukkan kepada setiap identitas seorang warga, tentulah kesemua itu dibuat oleh yang memang berkompetensi dalam hal itu yakni Pemerintah dimulai dari lokasi tempat tinggal dimana si empunya nama berdiam menetap berkeluarga.

Dari uraian tadi, tidak perlu ditanyakan lagi kenapa nama itu bisa melenggang kangkung sedemikian lamanya. Kemana saja orang-orang yang berkompetensi (jika tidak mau disebut pemerintah). Apa karena memang ini hak azasi si pemberi nama (orang tuanya) atau memang hak azasi si empunya nama sehingga tidak mau mengganti namanya menjadi yang wajar. Dan kita saat ini setelah sekian lama baru mengetahui nama tersebut rasa-rasanya pas sekali untuk celingukan karena merasa bersalah membiarkan sesuatu yang tidak lazim terjadi seperti pula halnya dengan MUI yang merasa gerah sekaligus geregetan dengan nama tersebut. Apa memang benar aparat Desa Kluncing, Licin, Banyuwangi tidak berani melanggar hak azasi..? Atau apa memang aparatnya yang tidak mengerti atau memang mengerti tapi masa bodohlah karena toh selama ini juga tidak pernah terjadi apa-apa di desanya misalnya gempa bumi dahsyat atau datang banjir bandang yang tak terbendung.

Dan berita ini juga mengalir dengan hanya selintas tanpa harus ada berita-berita heboh dan panas sepanas berita kampung pulo yang digusur Gubernur Ahok atau sepanas berita Menko Maritim Rizal Ramli atau sepanas opini perpeloncoan siswa yang sempat  dikritisi Kompasianer dianggap tulisan dari para siswa yang mendapat tugas menulis dari bapak/ibu guru mereka sehingga hampir mengalahkan tulisan Kompasianer yang memang tulisannya sering populer di Google Trend atau Fresh (hehe..).

Dan saya semakin menjadi celingukan ketika mendengar ada syair sebuah tembang yang berlirik memuja Tuhan (sebenarnya) dari CD nya tetangga. Telinga saya kerinyutkan (seperti dahi maksudnya) untuk fokuskan mendengar syair tembang tersebut :....

== Aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu. Aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu.

== Karena langkah merapuh tanpa dirimu. Karena hati tlah letih...

== Aku ingin menjadi sesuatu yang selalu bisa kau sentuh. Aku ingin Kau tahu bahwa ku selalu memuja Mu.

== Tanpa Mu sepinya waktu merantai hati. Oh.. bayang Mu seakan-akan.....

      --- Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang memanggil rinduku pada Mu

      --- Seperti udara yang kuhela Kau selalu ada...

      --- Hanya diri Mu yang bisa membuat ku tenang

      --- Tanpa diri Mu aku merasa hilang... dan sepi.... sepi....

 

Dan setelah pas telinga benar-benar fokus, o... ternyata tembang Dealova judulnya dinyanyikan oleh Opick juga Once Mikel (pentolah Dewa 19). Jika ingatan kembali dengan seseorang bernama Tuhan tadi, hah.. rasanya saya yang dengan suara lirih lamat-lamat ikut menyanyikan tembang itu kembali celingukan, ya.. karena tersadar ternyata saya ikut juga menembangkan syair itu meresapi, memuja, mengagungkan Tuhan sang Maha Pemurah dan Penyayang sekaligus beruntut orang yang bernama Tuhan dari Desa Kluncing, Licin, Banyuwangi itu ikut terpuja juga. wow... runyam kok memuja orang, syirik lho.. (benar-benar syirik menyekutukan Tuhan).

Saya bukannya marah karena katanya itu hak azasi orang bernama seperti itu, saya bukannya juga memprotes keras karena lokasi saya toh jauhnya menyebrang lautan tapi belum samudra (Sumatera) tak kan ada orang menggubrisnya, saya bukan juga mengatakan orang-orang di TKP blo'on karena saya sendiri tidak juga terlalu bloon (ngakunya). Saya juga bukan kurang kerjaan karena mau-maunya menulis ini. Kalau tidak mendengar lagunya Dealova dari bang Opick atau Once tadi, yalah saya tidak akan terlalu terusik. Tapi ketika syair tembang itu meresap kedalam sukmaku (ciaila), 'nafsu' memuja ALLAHU AKBAR serasa bergema disekeliling telingaku.. maka tersusunlan tulisan ini.

Catatan, fenomena ini semoga jangan lagi muncul atau dipaksakan muncul ke publik karena dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau We di Aceh sampai Tanah Papua, dari Negara yang namanya NKRI, berbahasa satu Bahasa Indonesia, pasti tahu dan mengenal apa artinya tulisan dengan huruf TUHAN itu. Setiap orang Indonesia yang telah mengenal baca tulis pasti tahu tulisan TUHAN itu apa.. Lho.. kok geram.. katanya gak marah, tapi ini malah menggerutu.. Salam takzim. 

 

Sumber Foto dan Referensi : google.com, detik.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun