Namun demikian, kepolosan dan sudut pandang anak-anak yang semacam itu, tetap menyisakan pesan mendalam dan kemengertian bagi kita sebagai pembaca dewasa. Pada akhirnya kita tahu apa saja kejadian yang tersangkut dengan peristiwa awal kemerdekaan.
Bukan saja peristiwa awal kemerdekaan itu yang menjadi latar, tetapi justru peristiwa-peristiwa awal kemerdekaan itulah yang ingin diceritakan dalam novel ini. Diwakili oleh sebuah keluarga pegawai negeri di Jakarta yang karena perubahan politik pada tahun 1945-1948, mengungsi ke Solo. Peritiwa sejarah apa saja yang terjadi di Solo, yang menjadi miniatur negara, masyarakat dan bangsa Indonesia pada tahun 1945-1948, disajikan dalam novel yang berketebalan 182 halaman ini.
Karena keistimewaannya itulah, pantas saja apabila sastrawan Ahmad Tohari mengatakan kesannya terhadap novel ini, “Secara pribadi, saya tidak kenal Pak Mahbub Djunaidi. Sekali dua kali saja saya papasan dengannya di Jakarta. Tapi di banyak kesempatan saya mengaku santrinya beliau. Sebab karya-karyanya banyak menempel di kepala saya. Dan novel dari Dari Hari ke Hari ini salah satu karya Pak Mahbub yang saya baca berulang-ulang.”
Sementara Lukman Hakim Saifuddin dari Yayasan Saifuddin Zuhri, yang juga Wakil Ketua MPR ini, menyampaikan harapannya agar Dari Hari ke Hari, “…menjadi bacaan bermutu yang merangsang kembali kesadaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia, terutama bagi kalangan generasi masa kini.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H