Nama : Arfina Lika SetyaniÂ
NIM : 1903016099
FITK UIN WALISONGO SEMARANG
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa wabah yang melanda saat ini cukup memberi dampak yang besar, salah satunya pada bidang pendidikan. Semua jenjang pendidikan meniadakan pembelajaran tatap muka di sekolahan dan menggantinya dengan pembelajaran dari rumah secara online, baik dari jenjang PAUD sampai jenjang Perguruan Tinggi. Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah yang bertujuan guna mencegah penyebaran virus covid-19.
Tentunya dalam pembelajaran online ini banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dialami para siswa. Apalagi siswa Sekolah Dasar, pasti sangat sulit bagi anak usia tersebut untuk memahami dan menguasai materi saat belajar secara online ini. Orang tua yang harusnya menjadi pengganti guru mendampingi anak belajar, terkadang emosinya tidak dapat terkendali sehingga terjadi hubungan yang tidak harmonis kepada anak bahkan terjadi tindakan kekerasan.
Sebagaimana kasus yang diungkap oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa terjadi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak berusia 8 tahun ketika mengalamai kesulitan belajar online saat masa pandemi ini.Â
Diduga anak tersebut mendapat beberapa pukulan menggunakan gagang sapu hingga meninggal, mirisnya pelaku yang mana itu adalah orang tua korban justru membawa jenazah dengan kardus dan dimakamkan sendiri secara diam-diam di TPU Kampung Gunung Kendeng, Desa Cipalabuh, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak. Kasus tersebut sungguh memprihatinkan sekali, anak yang seharusnya masih dalam tahap perkembangan justru malah menjadi korban kekerasan orang tuanya. Â
PEMBAHASAN
Dalam mengkaji teori perkembangan Erikson, yang di cetuskan oleh Erik Erikson, ahli Psikoanalisis kelahiran Jerman pada 15 Juni 1902. Usia 8 tahun termasuk tahap "Industry vs Inferiority" yang rentang usianya 6-12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rendah diri. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan rasanya berhasil, nah agar dapat tercapai tujuan berhasil salah satunya dengan mengembangkan sikap rajin.Â
Sebaliknya, jika terdapat hambatan pada anak dengan merasa tidak mampu (Inferioritas), maka anak tersebut sulit untuk mencapai tujuan karena sikap rendah dirinya. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit.Â
Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan "masalah-masalah inferioritas". Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi (Thahir, 2018 : 42-43).
Menurut teori perkembangan Erikson pada tahap ini peran orang tua, maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak untuk mencapai tujuannya. Nah sedangkan pada masa pandemi seperti sekarang ini orang tua memiliki peran sangat besar dimana ia harus menggantikan yang seharusnya menjadi peran guru, dikarenakan guru tidak dapat berinteraksi secara lansung kepada siswa.
Untuk menanggapi kasus kekerasan emosional hingga menghilangkan nyawa sebagaimana yang telah diungkap KPAI tadi, bahwa sudah seharusnya orang tua memiliki bekal pengetahuan mengenai perkembangan anak pada usia tersebut.Â
Teori Perkembangan Erikson ini sebenarnya sangat lengkap untuk dijadikan bekal orang tua dalam memahami perkembangan anak berdasarkan tahapan usianya. Hakikatnya bahwa anak rentang diusia 6-12 tahun berada pada tahap dimana ia harus belajar untuk menguasai pemahaman pengetahuan. Seharusnya orang tua senantiasa menemani dan memberi arahan anak saat belajar, apalagi pembelajaran secara online ini tidak mudah bagi usia anak Sekolah Dasar.Â
Memberikan dukungan yang baik pada anak pun mampu menunjang rasa percaya dirinya, dengan demikian hal tersebut akan mampu menumbuhkan rasa ketekunan dan kompetensi pada dirinya. Sebaliknya, jika orang tua tidak mampu memberikan arahan dan dukungan yang baik, tidak mampu mengontrol emosinya, maka anak akan lebih sulit untuk mencapai tujuannya. Karena dengan kekerasan yang dilakukan orang tua hanya akan membuat anak menjadi kurang percaya diri, malu, dan keragu-raguan yang bisa memicu terjadinya inferioritas yang tinggi dalam dirinya (Jastin, 2017 : 10)
Seperti kasus kekerasan orang tua terhadap anak hingga meninggal yang diduga anak mengalami kesulitan belajar online. Hal tersebut merupakan kesalahan orang tua yang tidak mampu mendampingi anak dalam melewati masanya. Hal tersebut kemungkinan orang tua belum memahami tentang perkembangan anak sehingga tidak dapat senantiasa menyiapkan atau mengetahui kebutuhan anak. Tetapi tidak dapat dipungkiri, mungkin bisa saja karena faktor beban dan pikiran orang tua yang memicu tidak mampunya mengontrol emosi yang dilampiaskan kepada anak dengan tanpa disadari sehingga menggangu psikologi perkembangannya.
Misalnya orang tua sedang memiliki beban pikiran mengenai masalah keekonomian lalu ditambah mendampingi anak belajar yang sulit, atau mungkin orang tua sedang dalam keadaan lelah di karenakan setelah bekerja yang cukup lama, maka akan timbulah emosi yang memicu kekerasan.
Guna menghindari kasus yang serupa, berikut terdapat beberapa solusi yang dapat diterapkan orang tua saat mendampingi anak belajar, diantaranya:
1. Gerak
Maksudnya adalah orang tua harus senantiasa ikut bergerak belajar memahami materi pelajaran, topik-topik pembahasan yang diberikan sekolah, dan penguasaan tekhnologi sehingga orang tua mampu mengajari, mengarahkan dan memberikan pemahaman kepada anak dengan baik.
2. Emosi Cerdas
Emosi merupakan sifat lahiriyah yang dimiliki setiap manusia, ada baikmya jika orang tua harus mengontrol emosinya terlebih dahulu sebelum mendampingi anak belajar agar mampu menciptakan suasana belajar yang harmonis. Apabila ditengah-tengah waktu belajar hampir timbul emosi pada orang tua, alangkah baiknya jauhi anak sebentar, untuk menarik nafas atau menjernihkan pikiran kemabli guna menghindari adu argumentasi.
3. Makanan Sehat
Kebiasaan makan anak akan mempengaruhi perkembangan otak dan kecerdasannya, oleh karena itu, berilah anak dengan asupan makanan yang sehat bergizi seimbang serta melengkapi nutrisinya, karena makanan yang sehat mampu menunjang kecerdasan pikiran, ketrampilan, dan perkembangan. Â
4. Beribadah
Dengan rajin beribadah antara orang tua dan anak mampu meningkatkan jiwa spiritual, sehingga mampu membuat hati lebih tenang, dan dijauhkan dari sifat-sifat tercela. Sisi orang tua agar dijauhkan dari tindakan-tindakan kekerasan pada anak, dan sisi anak agar dijauhkan dari perbuatan melawan atau durhaka pada orang tua.
5. Pahami Kemampuan Anak
Setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda, orang tua sebagai orang pertama yang paling dekat dengan anak harus memhami kemampuan yang dimiliki anak, dengan begitu jangan menuntut anak untuk sesuai dengan harapan orang tua, seringkali harapan orang tua dan kemampuan anak itu berbeda. Serta tidak membanding-bandingkan kemampuan anak dengan teman sebayanya, karana hal itu dapat berpengaruh terhadap rasa percaya dirinya.
6. Relaksasi
Relaksasi ini dapat dilakukan dengan cara seperti meluangkan waktu untuk istirahat yang cukup, melunangkan waktu menonton tv bersama anak, dan kegiatan-kegiatan positif lainnya.
7. Berdiskusi
Sebelum dan sesudah belajar online alangkah baiknya orang tua memberrikan arahan dan pemahaman kepada anak tentang apa yang baik untuk dilakukan saat belajar, dengan begitu anak akan memahaminya dan tidak merasa tertekan dengan aturan yang ada (Raihana, 2020 : 137).
Demikian solusi atau upaya-upaya yang dapat dilakukan orang tua saat mendampingi anak belajar. Adapun tujuan pendampingan belajar secara umum adalah membantu anak agar dapat penyesuaian yang baik di dalam situasi belajar, sehingga setiap peseta didik atau anak dapat belajar dengan efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan yang di miliki dan mencapai perkembangan yang optimal untuk menjadikan anak berhasil dalam melewati tahapan ini, yaitu menjadi manusia yang berkompetensi dan lebih percaya diri.
KESIMPULAN
Teori Perkembangan Erikson menjelaskan bahwa anak pada usia 6-12 tahun ini terdapat pada tahap "Industry vs Inferiority, dimana rentang usia tersebut adalah anak pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Pada tahap ini anak memiliki tujuan untuk memiliki kepribadian yang berkompetensi dengan mengembangkan penguasaan pemahaman, dan rasa percaya diri.Â
Dan sebaliknya jika anak terdapat hambatan atau gagal dalam tahap ini maka ia akan merasa rendah diri, ragu-ragu, dan merasa tidak memiliki berkompetensi. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran yang besar terhadap perkembangan dan pemenuhan kebetuhan pada tahap ini. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, dimana guru tidak dapat berinteraksi lansung kepada siswa, sehingga orang tualah yang harus menggantikan perannya.
Namun tidak sedikit orang tua yang mengeluh saat mengalami kesulitan dalam mendampingi anak belajar online seperti ini. Terutama anak Sekolah Dasar, sering sekali terjadi adu argumen antara anak dan orang tua, bahkan orang tua yang tidak bijak, tidak mampu mengontrol emosinya sehingga terjadi tindak kekerasan.Â
Emosional orang tua yang tidak terkontrol dapat membahayakan anak, seperti dalam kasus yang diungkap KPAI tentang tindak kekerasan orang tua yang berujung maut si anak. Hal tersebut kemungkinan bisa saja terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap masa perkembangan anak. Tahapan-tahapan dalam Teori Perkembangan Erikson yang dikemukakan oleh Erik Erikson ini dapat menjadi bekal para orang tua dalam menghadpi perkembangan anak disetiap usianya.
Adapun upaya-upaya atau solusi yang harus dilakukan orang tua saat mendampingi anak saat belajar online, untuk menghindari kejadian serupa, diantaranya : Gerak, Emosi cerdas, makanan sehat, beribadah, pahami kemampuan anak, relaksasi, dan berdiskusi. Dengan menerapkan cara-cara tersebut, akan mengurangi tindak adu argumen dan kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Jastin, Crisandi. 2017. "Perkembangan Karakter Hades Dalam Novel Have A Hot Time, Hades! Karya Kate MCMULLAN (Analisis Psikologi. Skripsi. FIB. Sastra Inggris. Universitas SAM Ratulangi. Manado.
Raihana. 2020. Pengelolaan Emosi Ibu Pada Anak Selama Pembelajaran Dari Rumah. "Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini". Vol. 3 No. 2
Thahir, Andi. 2018. Psikologi Perkembangan.www.aurapublishing.com.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI