Pragmatisme adalah ajaran, paham, atau pemikiran yang didasarkan pada tindakan atau perbuatan. Adapun kriteria kebenarannya adalah "faedah" atau "manfaat" dari tindakan atau perbuatan. Suatu teori atau hipotesis menurut pragmatisme adalah benar jika membawa hasil yang dapat diaplikasikan.Â
Pada prinsipnya, pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
*Tokoh-Tokoh Pemikiran Filsafat Pragmatisme*
a. John Dewey (1859-1952)
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, teoretikus, reformator pendidikan dan kritikus sosial. Dewey mengembangkan apa yang disebut dengan sekolah kerja dimana ditekankan kepada belajar dengan bekerja (learning byk doing). Pokok pemikiran John Dewey tentang pendidikan, yaitu pendidikan sebagai kehidupan itu sendiri (life), sebagai pertumbuhan (growth), suatu proses sosial (social process), usaha membangun kembali pengalaman-pengalaman (reconstruction of experience).Â
b. Charles Sandre Peirce (1839-19I4)Â
Peirce terkenal dalam filsafat klasik dan sangat memahami sejarah ilmu pengetahuan, termasuk penemuan Darwin. Peirce menyimpulkan bahwa salah satu kunci dalam usaha adalah bukti, data, persepsi, dan peluang yang tersedia bagi para peneliti. Peirce menolak teori realitas yang telah ada sebelumnya (Kattsoff L. O., 2004).Â
Menurut Peirce, yang penting adalah pengaruh apa yang dimiliki suatu ide dalam suatu rencana tindakan dan bukan hakikat suatu ide. Dalam konsep Peirce salah satu gagasan yang paling adalah gagasan dalam bentuk aksi, ide tidak begitu penting  karena dikatakan tetapi karena dilaksanakan. Pragmatisme sebagai suatu interpretasi baru terhadap teori kebenaran oleh Pierce digagas sebagai teori arti.Â
Dalam memahami kemajemukan kebenaran (pernyataan), Peirce membagi kebenaran menjadi dua. Pertama adalah Trancendental Truth, yaitu kebenaran yang  bermukim pada benda itu sendiri. Kedua, Complex Truth, yaitu kebenaran dalam pernyataan.Â
c. William James (1842-1910)
William James adalah seorang psikolog, filsuf, dan ahli etika yang berlatar belakang pendidikan dokter medik. Pragmatisme William James memiliki pengaruh yang cukup dominan dalam filsafat pragmatisme Amerika. Pemikiran Filsafat James lahir karena dalam memahami ilmu pengetahuan cenderung dipengaruhi pandangan normatif.Â
Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran, tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis. Kebenaran ialah hasil-hasil yang konkrit. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi praktisnya.
William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Untuk mengukur kebenaran suatu konsep seseorang harus mempertimbangkan apa konsekuensi logis penerapan konsep tersebut.Â
d. Richard Rorty (1931-2007)
Richard Rorty adalah penerus tradisi pragmatisme Amerika. Ia dianggap sebagai pendiri Neo-Pragmatisme, yang mana pandangannya sesuai dengan isu postmodernisme, karena Rorty mengajak untuk selalu membuka diri dan memperbaharui diri melalui dialog yang dilakukan secara terus-menerus dari pada mempertahankan status quo dan merasa puas terhadap hasil-hasil yang telah dicapai.Â
Menurut Rorty, kebenaran tidak terpisah dari manusia seperti matahari yang menyinari manusia agar manusia tidak tertipu oleh bayang-bayang duniawi. Kebenaran bukanlah hasil penemuan refleksi tentang pengetahuan yang tetap, tetapi diciptakan melalui penggunaan dan pemahaman bahasa bersama. Bagi Rorty, pembuktian kebenaran tentang apa yang benar mengenai gambaran dunia adalah berasal dari percakapan dan tindakan konkret antar manusia.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI