Mohon tunggu...
Arfiansah Buhari
Arfiansah Buhari Mohon Tunggu... Human Resources - HR practitioner

Bekerja sebagai Talent Management Manager PT Surya Madistrindo

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pragmatisme Politik dalam Pilkada: Membangun Bangsa atau Sekadar Mempertahankan Kekuasaan

18 Oktober 2024   14:19 Diperbarui: 18 Oktober 2024   14:24 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali Pilkada mendekat, dinamika politik Indonesia selalu menawarkan banyak hal yang menarik. Sering kali, diskusi tentang Pilkada berfokus pada hasil akhir atau kemenangan para calon kepala daerah. Begitu pula dalam debat pilkada yang diselenggarakan, Namun, ada aspek yang jarang disentuh secara mendalam, yakni peran partai politik dalam menentukan kandidat kepala daerah. Sejauh mana keputusan politik ini benar-benar bertujuan untuk membangun bangsa, dan bukan hanya sebagai cara untuk mempertahankan kekuasaan?

Cengkraman Pragmatisme Politik

Dalam teori politik, pragmatisme adalah pendekatan yang menekankan pada hasil praktis dibandingkan dengan prinsip atau ideologi. Realitas politik di Indonesia menunjukkan bahwa pragmatisme sering kali menjadi faktor penentu dalam pencalonan kepala daerah. Partai-partai politik lebih cenderung mendukung kandidat yang diperkirakan memiliki daya tarik elektoral terbesar, bahkan jika kapabilitas mereka sebagai pemimpin daerah dipertanyakan.

Pragmatisme politik ini bisa dilihat dalam konsep Realpolitik, yang berfokus pada penguasaan kekuasaan dan kepentingan jangka pendek. Partai politik kerap kali mengabaikan pertimbangan kualitas kepemimpinan dan lebih menekankan pada kalkulasi politis yang menguntungkan mereka. Fenomena ini juga didukung oleh teori elitis, yang menyebutkan bahwa kekuasaan politik umumnya dikuasai oleh segelintir elit. Partai politik bertindak sebagai bagian dari elit ini, yang berperan menentukan arah kekuasaan, bukan semata demi kepentingan rakyat, tetapi demi mempertahankan status quo dan memperluas pengaruh politik.

Membangun Bangsa atau Kekuasaan Semata?

Pertanyaan yang muncul dari fenomena ini adalah: apakah partai politik di Indonesia benar-benar memainkan peran dalam membangun bangsa, atau hanya memperkuat kekuasaan mereka? Teori kepentingan kelompok (group interest theory) menjelaskan bahwa aktor politik cenderung mengutamakan kepentingan kelompok atau partainya terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan kepentingan umum. Dalam konteks Pilkada, partai politik sering kali lebih fokus pada bagaimana menempatkan orang-orang yang mereka anggap bisa menjaga dan memperluas kekuatan partai, bukan pada kualitas kepemimpinan yang akan membawa kemajuan bagi daerah.

Situasi ini menciptakan jarak yang semakin lebar antara elit politik dan masyarakat luas, di mana kepala daerah yang terpilih lebih sering menjadi representasi kepentingan politik tertentu daripada representasi kepentingan rakyat yang lebih luas. Ini juga menjelaskan mengapa banyak kepala daerah yang kurang berhasil dalam menjalankan pemerintahan setelah terpilih, karena lebih dipilih berdasarkan kalkulasi politik daripada kualifikasi kepemimpinan.

Moderasi dan Pragmatisme: Jalan Keluar?

Dalam teori politik, ada konsep moderasi, yang menyatakan bahwa stabilitas politik bisa tercapai ketika kepentingan berbagai kelompok dapat diakomodasi dengan seimbang. Moderasi politik diharapkan bisa menjadi solusi bagi pragmatisme yang terlalu berfokus pada kekuasaan. Namun, dalam praktiknya, moderasi sering kali dikalahkan oleh pragmatisme politik. Ketika partai politik berorientasi pada kemenangan jangka pendek, mereka kerap kali mengabaikan nilai-nilai moderasi yang bisa membawa stabilitas dan pembangunan jangka panjang.

Kita bisa bertanya: bisakah partai politik menerapkan moderasi dalam pencalonan kepala daerah, sambil tetap mempertahankan elemen pragmatis yang diperlukan untuk meraih kemenangan? Atau apakah pragmatisme politik akan terus mendominasi dan mendorong partai untuk terus memilih kandidat yang bisa menang, meskipun itu berarti mengorbankan kualitas kepemimpinan?

Kepemimpinan yang Peduli: Jawaban dari Dilema Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun