Mohon tunggu...
Arfan Fadhillah D
Arfan Fadhillah D Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

FISIP UNPAD 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tipe-tipe Partai Politik dalam Sistem Kepartaian di Indonesia

14 April 2022   21:23 Diperbarui: 14 April 2022   21:27 3329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya posisi walikota, tetapi juga polisi, keuangan, dan pengadilan berada di bawah kendali mesin partai, dan dengan demikian mesin tersebut merupakan pengembangan dari kader partai yang asli. Komite partai lokal biasanya terdiri dari para petualang atau gangster yang ingin mengontrol distribusi kekayaan dan untuk memastikan kelanjutan kontrol mereka (Kawamura, 2013). Orang-orang ini sendiri dikendalikan oleh kekuatan bos, pemimpin politik yang mengendalikan mesin di tingkat kota, kabupaten, atau negara bagian. Atas arahan panitia, setiap daerah pemilihan dibagi dengan hati-hati, dan setiap daerah diawasi dengan ketat oleh seorang agen partai, kapten, yang bertanggung jawab untuk mengamankan suara untuk partai. Berbagai hadiah ditawarkan kepada pemilih sebagai imbalan atas janji suara mereka. Mesin tersebut dapat menawarkan bujukan seperti pekerjaan serikat pekerja, lisensi pedagang, kekebalan dari polisi, dan sejenisnya. Beroperasi dengan cara ini, sebuah partai seringkali dapat menjamin mayoritas dalam pemilihan calon yang dipilihnya, dan, setelah menguasai pemerintah daerah, polisi, pengadilan, dan keuangan publik, dll., mesin dan kliennya dijamin impunitas dalam kegiatan terlarang seperti prostitusi dan cincin perjudian dan pemberian kontrak publik kepada pengusaha yang disukai.

Dalam konteks sistem kepartaian di Indonesia, terdapat beberapa argumen mengenai keberadaan partai politik tipe kader di Indonesia itu sendiri, yang sebagian besar disebabkan oleh sejarah Indonesia yang dalam pemerintahan dan sistem kepartaiannya tidak didominasi oleh kekuatan aristokrasi yang notabene merupakan salah satu fondasi kekuatan utama dari partai politik dengan tipe kader (Harjanto, 2011).  Dalam sistem kapitalisme yang hampir murni dan pada saat layanan sosial praktis tidak ada, mesin dan bos mengambil tanggung jawab yang sangat diperlukan untuk kehidupan masyarakat. Tetapi biaya moral dan material dari sistem semacam itu sangat tinggi, dan mesin itu sering kali murni eksploitatif, tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pramudito (2017) menjelaskan bahwa dalam sistem kepartaian di Indonesia, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sosial (PKS) yang memiliki ideologi yang sesuai dengan karakteristik tipe partai kader, dan dalam implementasi perekrutan tetap mempertahan ideologi tersebut, yang dapat dilihat dari prioritas kedua partai tersebut untuk melakukan perekrutan terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang telah dikenal, untuk masuk kedalam politik secara langsung sebagai kekuatan politik yang disegani.  

Partai kader biasanya mengorganisir sejumlah kecil pengikut partai. Partai berbasis massa, di sisi lain, menyatukan ratusan ribu pengikut, terkadang jutaan. Namun jumlah anggota bukan satu-satunya kriteria partai berbasis massa. Faktor esensialnya adalah bahwa partai semacam itu berusaha untuk mendasarkan dirinya pada daya tarik massa. Partai Berbasis massa akan mencoba untuk mengorganisir tidak hanya mereka yang berpengaruh atau terkenal atau mereka yang mewakili kelompok kepentingan khusus, tetapi juga setiap warga negara yang mau bergabung dengan partai. Jika partai semacam itu hanya berhasil mengumpulkan beberapa pengikut, maka itu hanya berbasis massa secara potensial (Kawamura, 2013). Namun tetap secara substansial dan dalam pelaksanaannya berbeda dengan partai bertipe kader. Politik dari Partai bertipe massa akan berfokus pada penyesuaian tatanan politik yang bertumpu pada munculnya partai politik massa itu sendiri dalam sistem kepartaian di negara demokratis, termasuk di Indonesia. Kemunculan politik massa umumnya diasosiasikan dengan kebangkitan masyarakat massa yang bertepatan dengan Revolusi Industri, dan pada hakikatnya adalah penyertaan massa dalam proses politik. Partai politik berbasis massa muncul sebagai kendaraan canggih untuk reformasi sosial, ekonomi, dan politik.

Partai-partai politik massa tumbuh dengan mendidik dan mengorganisir penduduk buruh dan penerima upah---yang menjadi lebih penting secara politik karena perpanjangan hak pilih---dan untuk mengumpulkan uang yang diperlukan untuk propaganda dengan memobilisasi secara teratur sumber daya dari mereka yang, meskipun miskin, jumlahnya banyak. Kampanye keanggotaan dilakukan, dan setiap anggota membayar iuran partai. Jika anggotanya menjadi cukup banyak, partai muncul sebagai organisasi yang kuat, mengelola dana besar dan menyebarkan ide-idenya di antara segmen penduduk yang penting.

Organisasi semacam itu tentu terstruktur secara kaku dan resmi karena partai politik tipe ini akan membutuhkan pendaftaran keanggotaan yang tepat, bendahara untuk mengumpulkan iuran, sekretaris untuk memanggil dan memimpin pertemuan lokal, dan kerangka kerja hierarkis untuk koordinasi ribuan seksi lokal. Tradisi aksi kolektif dan disiplin kelompok, yang lebih berkembang di kalangan pekerja sebagai hasil partisipasi mereka dalam pemogokan dan aktivitas serikat lainnya, mendukung pengembangan dan sentralisasi organisasi partai (Kartini & Sulaeman, 2018).

Organisasi partai yang kompleks cenderung memberikan pengaruh yang besar kepada mereka yang memiliki tanggung jawab pada berbagai tingkatan dalam hierarki, sehingga menimbulkan kecenderungan oligarkis tertentu. Partai-partai sosialis berupaya mengendalikan kecenderungan ini dengan mengembangkan prosedur-prosedur demokratis dalam pemilihan pemimpin. Di setiap tingkat mereka yang memegang posisi yang bertanggung jawab dipilih oleh anggota partai. Setiap kelompok partai lokal akan memilih delegasi untuk kongres regional dan nasional, di mana calon partai dan pemimpin partai akan dipilih dan kebijakan partai diputuskan (Kawamura, 2013). Dengan demikian, anggota partai cenderung terorganisir dengan ketat, solidaritas mereka, yang dihasilkan dari pekerjaan bersama, lebih kuat daripada yang didasarkan pada tempat tinggal.

Karena memiliki seragam identitas yang masif sebagai salah satu karakteristik utamanya, partai politik massa akan sering menyerupai tentara, yang juga diorganisir sedemikian rupa untuk menjamin, melalui disiplin yang ketat, ketaatan sejumlah besar individu terhadap suatu kepemimpinan elit. Oleh karena itu, struktur partai menggunakan organisasi tipe militer, yang terdiri dari piramida yang terdiri dari unit-unit yang pada dasarnya sangat kecil tetapi, ketika bergabung dengan unit lain, membentuk kelompok yang semakin besar. Seragam, pangkat, perintah, penghormatan, pawai, dan kepatuhan yang tidak perlu dipertanyakan lagi adalah semua aspek partai yang 'militan' atau memiliki massa yang besar (Kawamura, 2013). Kesamaan ini terletak pada faktor lain, yaitu doktrin dari beberapa partai politik bertipe massa yang mengajarkan bahwa kekuasaan harus direbut oleh minoritas terorganisir yang menggunakan kekuatan. Dengan demikian, partai memanfaatkan milisi yang dimaksudkan untuk menjamin kemenangan dalam perjuangan untuk menguasai massa yang tidak terorganisir.

Berbeda dengan partai kader, partai massa didanai oleh anggotanya, dan mengandalkan serta mempertahankan basis keanggotaan yang besar. Selanjutnya, partai massa lebih mengutamakan mobilisasi pemilih dan lebih sentralistik daripada partai kader. Dalam konteks sistem kepartaian di Indonesia, dapat dilihat bahwa pola rekrutmen dan kaderisasi yang terjadi selama ini di Indonesia masih menerapkan desain dan corak tradisional (Aminuddin & Ramadlan, 2015). Partai yang berkembang menjadi karakter semua partai tidak memiliki basis sosial yang jelas dan spesifik serta bergantung pada figur individu. Partai politik juga menghadapi tantangan dalam proses regenerasi. Sebagian besar parpol belum memiliki sistem kaderisasi yang transparan, sehingga sumber rekrutmen politik cenderung oligarki. Adanya kebijakan afirmatif di parpol yang diakomodasi oleh pemerintah melalui UU tidak serta merta menjamin elektabilitas kader yang lebih beragam di DPR.

Partai politik harus menyiapkan generasi atau kader yang akan menjadi narasumber dalam proses rekrutmen politik. Pembentukan kader erat kaitannya dengan bagaimana partai politik melatih kadernya. Kader yang dimaksud adalah orang-orang yang akan dipersiapkan menjadi anggota, instansi, pengurus, politisi dengan berbagai tingkatan. Pembentukan kader berkaitan dengan kemampuan partai untuk membentuk seseorang menjadi kader partai, yang erat kaitannya dengan akar-akar partai politik (Aminuddin & Ramadlan, 2015). Dengan kader yang kuat, mereka juga akan menghadapi calon-calon ternama. Ini menguntungkan pesta dan meningkatkan kualitas pesta, dengan ide dan gagasan segar untuk membangun area.

Permasalahan regenerasi di partai politik bertipe kader berasal dari pemikiran aristokrasi yang mengakibatkan partai politik bertipe kader akan mengalami kesulitan dalam menggantikan anggota mereka yang berbasis dari populasi aristokrat sehingga dalam konteks sistem kepartaian di Indonesia yang memiliki populasi aristokrat yang terbatas secara jumlah dan dalam koneksi-hubungan dengan satu sama lain, maka partai politik bertipe kader akan mengalami permasalahan regenerasi yang substansial. Sedangkan, bagi partai politik berbasis massa, regenerasi akan jauh lebih mudah karena proses rekrutmen dan regenerasi tidak berbasis pada ideologi yang akan membatasi status individu, hal ini yang menjadi kekuatan dan alasan mengapa hampir sebagian besar partai politik di Indonesia dapat dikategorikan sebagai partai politik bertipe massa (Gumilar, 2015).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun