Mohon tunggu...
Arfandi Akbar
Arfandi Akbar Mohon Tunggu... Penulis - Teacher, Journalist, Author, Literacy, Business, Traveller, Adventure, Photograph

Arfandi Akbar atau Arfandi, biasa juga akrab dipanggil fandi. Panggilan akrab tersebut biasanya digunakan masyarakat lingkungan sekitarnya. Dirinya lahir di Malaysia, pada tanggal 13 Maret 1994, sesuai ketentuan bernegara khususnya di Indonesia, pada tahun 2002 akte lahirnya ditetapkan; Pinrang 13 Maret 1994. Alamat domisili saat ini di RT/RW 002/003, Kelurahan Temmassarangnge, Kecamatan Paleteang, Kabupaten Pinrang. Dirinya merupakan anak pertama dari enam bersaudara, 2 pria serta 4 perempuan. Selama menjadi mahasiswa Arfandi aktif pada lembaga kemahasiswaan baik ekstra maupun intra kurikuler kampus, diantaranya; lembaga kesenian, lembaga eksekutif, lembaga ekstra kurikuler seperti Himpunan Mahasiswa Islam, komunitas literasi, dan komunitas gerakan sosial. Pertama kali Arfandi aktif di lembaga kemahasiswaan, yakni pada tahun 2017; Arfandi menjabat sebagai sekertaris umum Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), kemudian pada tahun 2018 dirinya menjabat sebagai Presiden Mahasiswa atau ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Cokroaminoto Pinrang. Arfandi juga merupakan ketua Yayasan Budaya Literasi, sekaligus salah satu dari beberapa orang yang mendirikan lembaga tersebut, yang berawal dari komunitas Budaya Literasi, hingga sekarang berubah menjadi Yayasan Budaya Literasi. Yayasan yang masih akrab dikenal sebagai komunitas lokal tersebut, aktif pada bidang pendidikan, sosial dan kemanusiaan. Anggota yayasan ini banyak terdiri dari tenaga guru, mahasiswa, dan siswa dari dalam maupun dari luar Kabupaten Pinrang. Saat ini Arfandi Akbar juga berprofesi sebagai guru honorer, yakni guru produktif jurusan akuntansi di SMK Negeri 4 Pinrang. Selain itu, Arfandi memiliki sapaan lain yakni Ilo Magistra, sapaan itu sebagai identitas pada setiap dokumen tulisannya. Adapun hobi nya, seperti menulis, berenag, mendaki, memancing, futsal, berorganisasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Teknik Soft Selling Dalam Pemasaran Produk Di Media Sosial Terhadap Peningkatan Penjualan Produk Dan Brand Awareness

3 Desember 2024   22:36 Diperbarui: 3 Desember 2024   22:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 01. Audisi Soft Selling Untuk Para Inovator Di SMK (sumber: Arfandi Akbar)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan pada peserta didik di jurusan Bisnis Digital kelas X, yang secara umum sama sekali belum memahami kompetensi soft selling. Soft selling merupakan suatu seni dalam melakukan penjualan dengan teknik persuasif yang halus, tidak terkesan menekan, dan mengarahkan konsumen secara langsung untuk membeli. Kompetensi ini (hard selling) semestinya diimbangi dengan kompetensi soft selling, strategi promosi digital kini mengalami pergeseran (shifting), konsumen saat ini cenderung tidak terlalu menanggapi pendekatan hard selling, karena minat beli dan keputusan pembelian konsumen lebih didorong oleh kepercayaan kepada merek, etika dan bagaimana penjual memperlakukan konsumen. Inilah alasan mengapa penelitian ini dilakukan, peneliti tertarik dalam memberikan pendekatan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi soft skills (soft selling) peserta didik melalui pelatihan yang menarik disertai dengan audisi soft selling yang pengharapannya pada hasil akhir peserta didik mampu menciptakan video demonstrasi atau praktik soft selling sesuai ide kreatif mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan observasi partisipatif yang aktif. Observasi partisipatif terbagi menjadi empat kelompok, yakni partisipasi pasif, partisipasi moderat, partisipasi aktif, dan partisipasi lengkap. Observasi menjadi pondasi utama pengetahuan, dan dengan melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan ekstrakulkulier sehari-hari di SMK Negeri 1 Jombang, melalui observasi partisipatif, penulis dapat memahami lebih dalam proses sistem pemasaran produk di sekolah tersebut. Laporan dari penelitian ini menjelaskan bahwa strategi marketing menjadi strategi yang efektif untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan brand awareness SMK Negeri 1 Jombang di era digital saat ini. Dengan memanfaatkan platform media sosial yang relevan seperti Tiktok, Instgram, dan media sosial lainnya, sekolah bisa menjangkau audience potensial yang lebih luas dan menciptakan keterlibatan yang lebih baik dengan mereka. Penerapan sosft selling dan hard selling melalui video konten di media sosial menjadi kunci untuk meningkatkan brand awareness dan mencapai tujuan pemasaran dalam berbisnis. Dalam kesimpulannya, penerapan tehnik soft selling dalam mempromosikan produk di sosial media terhadap peningkatan penjualan produk dan brand awereness memiliki peran yang penting dalam strategi pemasaran online, serta membangun hubungan yang kuat dengan calon konsumen. Konten yang relevan, menarik, dan memiliki nilai tambah harus menjadi fokus dalam upaya branding melalui media sosial.

Kata kunci: soft selling, pemasaran produk, media sosial, brand awareness

Pendahuluan

Revolusi industri 4.0 membuat kita hidup berdampingan dengan teknologi, mengubah bagaimana ekonomi berjalan sekaligus mengubah perilaku masyarakat. Akibat dari konektivitas dan keterbukaan informasi, membuat siapa saja dimanapun menjadi semakin terhubung sehingga membuat perilaku pasar menjadi sangat berbeda. Seperti yang terjadi saat ini di media sosial yang merupakan salah satu wadah untuk menyalurkan strategi komunikasi pemasaran. Perusahaan dapat memasarkan produknya dengan menjangkau target konsumen yang lebih luas dan efisien.

Strategi pemasaran yang cukup populer saat ini yang dikenal sebagai konten soft selling, telah muncul sebagai pendekatan yang efektif dalam mempengaruhi minat beli konsumen (Fajarrizka, 2024). Soft selling merupakan suatu seni dalam melakukan penjualan dengan teknik persuasif yang halus, tidak terkesan menekan, dan mengarahkan konsumen secara langsung untuk membeli. Secara umum, pakar dan praktisi periklanan, serta konsumen, berpendapat bahwa "soft selling" (penjualan secara lunak) lebih halus dan tidak langsung, sedangkan "hard selling" (penjualan keras) mengacu pada pendekatan penjualan yang lebih langsung, dengan fokus mendorong penjualan cepat (Okazaki et al., 2010). Penggunaan soft selling akan menimbulkan respon afektif yang lebih positif dibandingkan daya tarik rasional atau hard selling sehingga dapat meningkatkan tingkat pembelian (Wijayanto et al., 2022). Pola komunikasi dalam iklan secara sederhana dibagi menjadi dua, yaitu hard selling dan soft selling. Hard selling identik dengan pola komunikasi langsung yang ditunjukkan secara eksplisit melalui promosi secara verbal maupun visual. Biasanya diterapkan untuk promosi jangka pendek. Sedangkan soft selling menggunakan pola komunikasi tidak langsung yang berfokus untuk menjalin kedekatan emosi dengan audiens dan ditujukan untuk promosi jangka panjang dan berkelanjutan (Indah Kurnia Dewi et al., 2022). Menurut Budiman Hakim, soft selling menyampaikan iklan secara lembut dan elegan, di mana brand tetap tampil sebagai pemeran utama dan menjadi bagian terpenting dari cerita (Indah Kurnia Dewi et al., 2022).

Pada studi awal berdasarkan observasi serta pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis di SMK Negeri 1 Jombang, pada kelas X Program Keahlian Bisnis Digital di tiga rombel pada semester ganjil (bulan Oktober, 2023) hingga semester genap (bulan Februari 2024), melalui kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) I di semester ganjil dan dilanjutkan PPL II semester genap, pada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2023, mengidentifikasi peserta didik ketika menjual produknya di lingkungan sekolah, yang merupakan program rutin dengan metode berkelompok, serta bergilir bagi seluruh peserta didik di jurusan Bisnis Digital kelas X, secara umum sama sekali belum memahami kompetensi soft selling seperti apa yang mesti mereka kembangkan untuk menjawab tantangan zaman di era globalisasi saat ini dan masa akan datang, demi bersaing di dunia bisnis digital. Itu terbukti ketika siswa menawarkan/menjual produknya kepada masyarakat di lingkungan sekolah, dan juga kepada sipeneliti, dengan cara langsung, memaksa, bahkan terkadang mereka tiba-tiba datang menyodorkan produknya, meyebut harga, dan berdiri, tinggal menunggu konsumen membeli produk itu. Padahal konsumen membutuhkan perlakuan yang beretika, hal ini terkesan sangat tidak kompeten dan tidak professional menurut sipeneliti. Lebih jauh lagi terkait observasi serta pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 05, Maret 2024 di SMK Negeri 1 Jombang pada kelas XII Bisnis Daring dan Pemasaran dalam pelaksanaan UKK (Ujian Kompetensi Keahlian) di semester genap, mengidentifikasi peserta didik ketika mempraktekkan kegiatan Personal Selling; mempromosikan produknya hanya berfokus dengan rana hard selling saja, tanpa mempertimbangkan rana soft selling, seperti ketika mempromosikan hasil produk mereka, cara atau pendekatan yang digunakan terkesan memaksa konsumen untuk menanggapi produk mereka, bahkan terkesan kaku ketika melakukan promosi (Arfandi Akbar, 2024).

Pada kenyataannya pemasaran dalam dunia media sosial, soft selling merupakan pendekatan persuasif yang sangat jitu menyentuh minat konsumen. Soft selling merupakan bentuk kompetensi soft skill dalam mempromosikan atau menjual sesuatu dengan tanpa kesan memaksa atau seperti ketika menjual sesuatu tapi tidak menjual sesuatu itu dengan menawarkan langsung kepada konsumen; dilakukan dengan demo atau perilaku persuasif kepada konsumen dengan halus, biasanya teknik soft selling mempengaruhi konsumen dengan cara tidak langsung menawarkan atau menjual produk, namun teknik tersebut sebenarnya secara tidak sadar, minat konsumen telah dipengaruhi untuk memiliki produk tersebut dengan cara persuasif atau halus (Teknobie, 2018).

Mengembangkan soft skills peserta didik dalam proses belajar, sudah seharusnya menempuh berbagai metode dan strategi pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bukan hanya terpaku pada kegiatan teori dalam kelas, namun juga berinovasi pada kegiatan-kegiatan praktik yang berdasarkan kompetensi atau talenta peserta didik yang sesuai karakter lingkungan: baik lingkup sekolah maupun lingkup masyarakat disekitarnya. Selain pembelajaran yang dalam penerapannya pembelajaran di ruang teori dan ruang praktik, peserta didik juga perlu mengembangkan pengalaman belajarnya melalui kegiatan-kegiatan eksrakurikuler, kokurikuler, LKS, maupun kegiatan pengembangan talenta lainnya yang dapat meningkatkan soft skills peserta didik.

Oleh karena itu peneliti tertarik dalam memberikan pendekatan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi soft skills (soft selling) peserta didik melalui pelatihan yang menarik dan dapat mewujudkan beberapa inovasi-inovasi baru yang kompeten, memiliki daya saing yang berkarakter yang mampu menjawab tantangan zaman di era globalisasi sekarang dan masa akan datang. Dengan melaksanakan pelatihan, disertai dengan audisi soft selling yang pengharapannya pada hasil akhir peserta didik mampu menciptakan video demonstrasi atau praktik soft selling sesuai ide kreatif mereka.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan penulis pada sesi pertama dalam kegiatan tersebut sebelum pembahasan dimulai, pemateri melakukan penilaian awal untuk mengukur pengetahuan peserta didik terkait materi yang akan di sajikan, teridentifikasi hampir keseluruhan peserta didik telah mampu memahami pengertian dasar teknik soft selling, serta perbedaan antara soft selling dengan hard selling, dibuktikan dengan beberapa peserta didik mampu menjelaskannya kepada pemateri dan peserta lainnya. Namun, meskipun demikian pemahaman peserta didik terkait soft selling serta perbedaannya antara soft selling dengan hard selling, ternyata hanya diketahui dengan menghafal saja, artinya identifikasi tersebut bersifat hipotesis. Hal itu dibuktikan ketika pemateri menunjuk peserta secara acak sebanyak

5 orang untuk memberikan contoh atau mensimulasikan teknik soft selling dalam mempromosikan suatu produk, semua peserta yang ditunjuk sebagai sampel hanya mensimulasikan teknik hard selling (miskonsepsi). Bukti belum pahamnya peserta didik terkait teknik soft selling ini secara keseluruhan, diperkuat ketika pemateri meminta peserta lain yang belum ditunjuk untuk mensimulasikan, satupun tidak ada yang mengajukan diri untuk memberikan pemahamannya.

Pengamatan di awal pembelajaran atau pelatihan tersebut di identifikasi bahwa peserta didik belum memahami perbedaan teknik soft selling dan hard selling. Hasil pengamatan ini dinarasikan penulis berdasarkan hasil pengukuran kognitif awal peserta dalam pembelajaran atau pelatihan dalam bentuk pre-test (assessment diagnostic) melalui google form.

Selanjutnya, yakni penyajian materi. Ada beberapa pembagian materi yang disajikan, seperti pendekatan dasar soft selling dan hard selling, pengertian dasar teknik soft selling dan hard selling, perbedaan teknik soft selling dengan hard selling, pendalaman untuk melakukan teknik soft selling. Sebelum penyajian materi peserta diberikan kuesioner (pre-testi) melalui google form, dengan pertanyaan sebagai berikut; 1) Apakah kalian pernah mendengar istilah soft selling dan hard selling? Jelaskan alasannya secara singkat; 2) Seberapa besar pemahanan Anda terkait teknik soft selling yang telah banyak diterapkan menjadi strategi dalam pemasaran produk di media sosial? Deskripsikan pemahaman tersebut secara singkat;

3) Apakah Anda sudah paham membedakan teknik soft selling dan hard selling? Deskripsikan pemahaman tersebut secara singkat; 4) Apakah kalian pernah melakukan teknik soft selling dalam mempromosikan sesuatu baik langsung maupun online? Deskripsikan jawaban Anda tersebut secara singkat; 5) Apakah Anda merasa berat saat mengikuti kegiatan pelatihan ini? Deskripsikan alasannya secara singkat. Pendalaman materi di dukung dengan penyajian video contoh teknik soft selling dan hard selling. Seluruh peserta mendapatkan instruksi untuk menjawab atau mengisi kuesioner pada google form yang telah dibagikan melalui group whatsapp. Instruksi berupa; peserta diminta untuk mengisi formulir observasi dengan memberi tanda pada kata pilihan berjumlah empat kata, yang setiap kata memiliki poin, (format telah tersedia pada google form), bentuk jawaban sama mulai dari nomor (satu) sampai nomor (lima). Proses mengisi kuesioner sebelum penyajian materi merupakan proses pengukuran untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik.

Dari hasil kuesioner (post-test) dengan perbandingan kuesioner pre-test, bahwa dari jumlah keseluruhan peserta didik sebanyak 108 orang, yang dapat mengikuti pelatihan 98 orang, sebanyak 70 peserta yang memberikan respon bagaimana pemahaman mereka terkait materi yang telah disampaikan, 28 peserta diantaranya tidak mengisi atau mengakses google form. Dari jumlah sebanyak 70 responden, 65 peserta diantaranya telah memahami materi terkait soft selling dan hard selling, 5 peserta diantaranya menjawab belum paham. Namun jumlah yang memberikan tanggapan serta menjawab bersedia untuk mengikuti kegiatan tahap ke-dua, yakni audisi mendemonstrasikan teknik soft selling dalam bentuk video, berjumlah 70 peserta. Artinya jumlah tersebut telah memberikan dampak positif terhadap daya kritis peserta didik untuk berinovasi.

Permasalahan/Keresahan Penulis

Namun, berdasarkan observasi serta pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis di SMK Negeri 1 Jombang pada kelas X Program Keahlian Bisnis Digital di tiga rombel pada semester genap, melalui kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) II, pada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Tahun 2023, mengidentifikasi peserta didik ketika menjual produknya di lingkungan sekolah, yang merupakan program rutin dengan metode berkelompok, serta bergilir bagi seluruh peserta didik di jurusan Bisnis Digital kelas X, secara umum sama sekali belum memahami kompetensi soft selling seperti apa yang mesti mereka kembangkan untuk menjawab tantangan zaman di era globalisasi saat ini dan masa akan datang, demi bersaing di dunia bisnis digital. Itu terbukti ketika siswa menawarkan/menjual produknya kepada masyarakat di lingkungan sekolah, dan juga kepada sipeneliti, dengan cara langsung, memaksa, bahkan terkadang mereka tiba-tiba datang menyodorkan produknya, meyebut harga, dan berdiri, tinggal menunggu konsumen membeli produk itu. Padahal konsumen membutuhkan perlakuan yang beretika, hal ini terkesan sangat tidak kompeten dan tidak professional menurut sipeneliti. Lebih jauh lagi terkait observasi serta pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 05, Maret 2024 di SMK Negeri 1 Jombang pada kelas XII Bisnis Daring dan Pemasaran dalam pelaksanaan UKK (Ujian Kompetensi Keahlian) di semester genap, mengidentifikasi peserta didik ketika mempraktekkan kegiatan Personal Selling; mempromosikan produknya hanya berfokus dengan rana hard selling saja, tanpa mempertimbangkan rana soft selling, seperti ketika mempromosikan hasil produk mereka, cara atau pendekatan yang digunakan terkesan memaksa konsumen untuk menanggapi produk mereka, bahkan terkesan kaku ketika melakukan promosi (Arfandi Akbar, 2024).

Kompetensi ini (hard selling) semestinya diimbangi dengan kompetensi soft selling, sesuai yang ditinjau dipendahuluan tentang strategi promosi digital, bahwa kini mengalami pergeseran (shifting), konsumen saat ini cenderung tidak terlalu menanggapi pendekatan hard selling, karena minat beli dan keputusan pembelian konsumen lebih didorong oleh kepercayaan kepada merek, etika dan bagaimana penjual memperlakukan konsumen (Fajarrizka, 2024). Pada kenyataannya pemasaran dalam dunia media sosial, soft selling merupakan pendekatan persuasif yang sangat jitu menyentuh minat konsumen. Soft selling merupakan bentuk kompetensi soft skill dalam mempromosikan atau menjual sesuatu dengan tanpa kesan memaksa atau seperti ketika menjual sesuatu tapi tidak menjual sesuatu itu dengan menawarkan langsung kepada konsumen; dilakukan dengan demo atau perilaku persuasif kepada konsumen dengan halus, biasanya teknik soft selling mempengaruhi konsumen dengan cara tidak langsung menawarkan atau menjual produk, namun teknik tersebut sebenarnya secara tidak sadar, minat konsumen telah dipengaruhi untuk memiliki produk tersebut dengan cara persuasif atau halus (Teknobie, 2018).

Solusi Yang Di Tawarkan Penulis

Dengan demikian perlu adanya suatu pendekatan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi soft skills (soft selling) peserta didik melalui pelatihan yang menarik dan dapat mewujudkan beberapa inovasi-inovasi baru yang kompeten, memiliki daya saing yang berkarakter yang mampu menjawab tantangan zaman di era globalisasi sekarang dan masa akan datang. Dengan melaksanakan pelatihan, disertai dengan audisi soft selling yang pengharapannya pada hasil akhir peserta didik mampu menciptakan video demonstrasi atau praktik soft selling sesuai ide kreatif mereka..

Berkenan dengan pelaksanaan kegiatan pelatihan yang disertai audisi soft selling, penulis bermaksud menyajikan karya tulis ini sebagai inovasi baru yang sifatnya berkelanjutan di sekolah: terkhusus untuk jurusan Bisnis Digital, Bisnis Daring dan Pemasaran, di SMK Negeri 1 Jombang dan Jurusan Ritel, maupun seluruh jurusan di SMK pada umumnya di negara indonesia ini. Selanjutnya berdasarkan hasil observasi serta pengamatan yang dilakukan maka; a) perlu dibentuk kegiatan rutin serta terencana; b) skema yang akan kami laksanakan adalah menetapkan Rencana Tindak Lanjut (RTL) dari kegiatan tersebut ada tiga skema yang akan di tindak lanjuti, yakni; 1) pelatihan dasar soft selling dengan output video praktik demonstrasi atau praktik soft selling pada jenjang kelas X; 2) pelatihan menengah menciptakan produk sendiri serta pendalaman materi soft selling; 3) pelatihan akhir melakukan personal selling dengan menerapkan keseimbangan antara soft selling dengan hard selling; 4) dipandang perlu membentuk struktur panitia pelaksana kegiatan rutin secara formal dan baku oleh pihak sekolah, sebagai bagian dari legitimasi kegiatan rutin meningkatkan soft skills peserta didik melalui pelatihan disertai audisi soft selling; 5) dipandang kegiatan tersebut merupakan gagasan yang perlu di kembangkan bahkan perlu diteliti lebih lanjut, maka publikasi karya ilmiah oleh pelaksana kegiatan rutin terkait observasi yang telah dilakukan melalui kegiatan pelatihan tersebut sebagai inovasi berkelanjutan.

Kesimpulan

Laporan magang ini menjelaskan bahwa strategi marketing menjadi strategi yang efektif untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan brand awareness SMK Negeri 1 Jombang di era digital saat ini. Dengan memanfaatkan platform media sosial yang relevan seperti Tiktok, Instgram dan media sosial lainnya, sekolah bisa menjangkau audience potensial yang lebih luas dan menciptakan keterlibatan yang lebih baik dengan mereka. Soft selling dan hardselling merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan konten di media sosial. Strategi marketing diterapkan dengan mengoptimalkan media sosial melalui pembuatan video konten yang kreatif dan informatif. Soft selling dan hard selling digunakan dalam video konten media sosial untuk meningkatkan interaksi dengan audience, menjakau lebih banyak orang, membangun hubungan yang kuat dengan audience atau konsumen, dan meningkatkan brand awareness. Penerapan sosft selling dan hard selling melalui video konten di media sosial menjadi kunci untuk meningkatkan brand awareness dan mencapai tujuan pemasaran dalam berbisnis. Dalam kesimpulannya, penerapan tehnik soft selling dalam mempromosikan produk di sosial media terhadap peningkatan penjualan produk dan brand awereness memiliki peran yang penting dalam strategi pemasaran online, serta membangun hubungan yang kuat dengan calon konsumen. Konten yang relevan, menarik, dan memiliki nilai tambah harus menjadi fokus dalam upaya branding melalui media sosial.

Referensi/Pustaka

Andi Sadriani, M. Ridwan Said Ahmad, & Ibrahim Arifin. (2023). Peran Guru Dalam Perkembangan Teknologi Pendidikan di Era Digital. Seminar Nasional Dies Natalis 62, 1, 32--37. https://doi.org/10.59562/semnasdies.v1i1.431

Efendi, V. P. W. A. (2021). Literature Review Hubungan Penggunaan Gawai Terhadap Aktivitas Fisik Remaja. Jurnal Kesehatan Olahraga, 9, 17--26.

Fajarrizka, K. (2024). Pengaruh Terpaan Konten Soft Selling Instagram @ Pigijo _ Terhadap Minat Beli Followers. 1(4), 1--5.

Hasibuan, N. (2016). Pengembangan Pendidikan Islam Dengan Implikasi Teknologi Pendidikan. FITRAH:Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 1(2), 189. https://doi.org/10.24952/fitrah.v1i2.313

Indah Kurnia Dewi, N., Saraswati, A., Nafisa Falihah Furqon, A., & Animasi, P. (2022).

Penerapan Pola Komunikasi Soft Selling melalui. 08(02), 231--245. http://publikasi.dinus.ac.id/index.php/andharupa/index

Lailatul Mufidah, K. T. (2021). PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI / ICT DALAM BERBAGAI BIDANG. 7(3), 6.

Maulida Sari, C. D., & Setiyana, R. (2020). Sosialisasi Digital Marketing pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Jurnal Pengabdian Masyarakat: Darma Bakti Teuku Umar, 2(1), 63. https://doi.org/10.35308/baktiku.v2i1.2050

Mokalu, V. R., Panjaitan, J. K., Boiliu, N. I., & Rantung, D. A. (2022). Hubungan Teori Belajar dan Teknologi Pendidikan. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1), 1475--1486. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i1.2192

Teknologi Pendidikan. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1), 1475--1486. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i1.2192

Okazaki, S., Mueller, B., & Taylor, C. R. (2010). Measuring soft-sell versus hard-sell advertising appeals. Journal of Advertising, 39(2), 5--20. https://doi.org/10.2753/JOA0091-3367390201

Rahma, D. D., Putri, R. F., & ... (2023). Pelatihan Strategi Manajemen untuk Perkembangan UMKM di Era Digital dengan Memanfaatkan Pemasaran di Media Sosial secara Hard Selling dan Soft Selling. Bhinneka Tunggal Ika ..., 01(02), 93--98. http://bhinneka.rifainstitute.com/index.php/Bhinneka/article/view/16

Riset, M., Teknologi, D. A. N., & Indonesia, R. (2024). Menteri riset dan teknologi republik indonesia. https://peraturan.bpk.go.id/Details/281847/permendikbudriset-no-12- tahun-2024

Syariah, K. B., & Ilmu, G. (2017). PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PENDIDIKAN

DI ABAD 21. september 2016, 1--6. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=PENGARUH+TE KNOLOGI+TERHADAP+PENDIDIKAN+DI+ABAD+21+&btnG=

Teknobie. (2018). Apa Bedanya Soft Selling Dan Hard Selling? www.youtube.com. https://www.youtube.com/watch?v=w31pYvMPgSs&t=132s

Wijayanto, G., Jushermi, J., Pramadewi, A., & Rama, R. (2022). Soft Selling Marketing Communication Strategy Through Instagram Social Media To Achieve Millennials Market Share. Eduvest - Journal of Universal Studies, 2(10), 2206-- 2217. https://doi.org/10.36418/eduvest.v2i10.632

Wirakartakusumah, M. A., Baskoro, E. T., Sairin, W., & Indrajit, R. E. (2011). Buletin BSNP: Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. 5--6. https://repositori.kemdikbud.go.id/314/1/Buletin-Edisi-3-2011.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun