"Untuk memudahkan tingkat kesulitan ini pada tahun 2013 saya membentuk Badan Liga Sepak Bola Pelajar Indonesia atau BLISPI. Awalnya beranggotakan pengurus Blispi sebanyak 16 provinsi. Namun tiga tahun pada 2016 bertambah menjadi 24 provinsi. Alhamdulillah saat ini sudah mencapai 34 provinsi dari 38 provinsi di indonesia," kata Subagja.
Ayah angkat Firman Utina dan Egy Maulana Vikri ini mengungkapkan maksud dan tujuan membentuk Blispi adalah membantu program pemerintah untuk membangun pembinaan sepakbola indonesia yang berjenjang mulai dari usia dini dan usia muda.
"Karena di indonesia  ada 2 tahap dalam membangun sepakbola indonesia yaitu melalui proses pembinaan yang di bawah naungan pemerintah  dan prestasi di bawah naungan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). Oleh karenanya pada tahun 2013  Blispi mulai melaksanakan program pembinaan berjenjang dengan menggelar Piala Menpora U-14 bekerja sama dengan pemerintah melalui Kemenpora," tuturnya.
Lebih lanjut Subagja menjelaskan hasil dari Piala Menpora U-14, Blispi mengirim pemain terpilih hasil talentscouting ke turnamen internasional di Malaysia, Gothia Cup China, Piala Tiki-Taka di Barcelona, Piala Iber Cup Portugal, Thailand dan lainnya.
"Alhamdulillah para pemain binaan Blispi seperti Egy Maulana Vikri, Ernando Ari, Rizdjar Nurviat, Muhammad Ridho Al Ikhsan, Muhammad Kafiatur Risky, Alfharezzi Buffon dan lainnya berprestasi menjadi pemain nasional yang membawa juara SEA Games 2023, Piala AFF U16 tahun 2016, 2022 dan tetakhir juara Piala AFF U19 beberapa waktu lalu," paparnya.
Setelah berhasil berkontribusi di sepak bola putri, kata Subagja, Blispi mulai membangun pembinaan sepakbola putri di indonesia dengan menyelenggarakan kompetisi Blispi Woment Youth Cup U-12 dan U15.
Ternyata melakukan pembinaan sepakbola putri sangat sulit dalam hal mencari pemain. Ada beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain:
1. Orang tua tidak membolehkan anaknya  bermain sepakbola karena alasannya sepakbola itu olahraganya laki laki.
2. Tidak adanya kompetisi di PSSI Â untuk sepakbola putri. Sehingga anak- anak putri Indonesia kurang mengenal sepakbola.
3. Anak-anak putri di Indonesia gengsi dan malu bermain sepakbola.
4. Federasi sepak bola Indonesia belum memfasilitasi secara maksimal
terkait dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk sepakbola putri.