Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran kolaboratif yang melibatkan seluruh pihak-pihak dalam komunitas sekolah. Proses kolaborasi pada pembelajaran ini memberikan peluang/ potensi bahwa peserta didik dan orang dewasa di sekolah bisa memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Sebelum mempelajari modul 2.2 tentang PSE ini di Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 7, saya berpikir bahwa PSE cukup hanya diberikan kepada murid ketika pembelajaran di kelas, sehingga saya beranggapan kalau fokus dan pengembangan edukasi sosial serta emosional murid hanya berasal dari guru dan melalui PSE di kelas. Setelah mempelajari modul 2.2 ini, ternyata PSE itu cakupannya lebih luas lagi dan termasuk pada pengajaran eksplisit seperti kokurikuler dan ekstrakurikuler. Tidak hanya itu, PSE juga bisa dibelajarkan pada kegiatan-kegiatan sekolah lainnya, misalnya pada kegiatan-kegiatan di program kerja OSIS. Seperti, rapat kerja OSIS, bakti sosial, dsb.
Selain itu, sebelumnya saya juga berpikiran fokus pembelajaran pada Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) ini hanya untuk pembelajaran kepada murid. Namun setelah melalui alur MERDEKA dan mempelajarinya di PGP7, ternyata hal ini juga termasuk pada PSE untuk guru dan tenaga kependidikan. Hal ini dikarenakan kedua unsur komunitas sekolah ini belum tentu berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, hingga lingkungan akademik yang sama. Maka dari itu, diperlukan keselarasan KSE yang diperuntukkan untuk guru dan tenaga kependidikan dalam kegiatan yang sama untuk mencapai tujuan yang sama dan terintegrasi. Hal ini tidak menampik juga pada unsur orang tua hingga stakeholders.
Berkaitan dengan kebutuhan belajar dengan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kesadaran penuh (mindfulness) pada kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being), ada 3 hal fundamental dan penting yang saya pelajari.
Tiga hal ini terdapat pada kerangka sistematis dan kolaboratif pembelajaran kompetensi sosial dan emosional CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang berawal dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman (1995), yaitu:
- Mewujudkan lingkungan belajar yang tepat serta terkoordinasi dengan baik untuk meningkatkan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional untuk murid di sekolah dengan progres 5 KSE, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
- Esensialitas kemitraan/ kerja sama antara sekolah-keluarga-komunitas untuk membentuk lingkaran lingkungan belajar dan pengalaman yang bercirikan relasi yang saling mempercayai dan berkolaborasi.
- Eksistensi kurikulum dan pembelajaran menjadi bermakna dan sarat dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional.
Dari hal di atas, saya berharap agar penerapan PSE bisa memberikan manfaat-manfaat seperti hasil riset PSE tentang teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman melalui CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning), yaitu:
Berkaitan dengan 3 hal mendasar yang saya pelajari tersebut, perubahan yang akan saya terapkan di kelas dan sekolah, yaitu:
Bagi Murid
Saya akan merancang dan melaksanakan PSE yang lebih menarik di kelas dan melibatkan unsur-unsur komunitas sekolah lainnya. Misalnya dengan menambahkan ragam ice breaking agar pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna. Hal ini dilakukan agar proses transfer pengetahuan menjadi lebih mudah selama pembelajaran. Selain itu, saya juga akan melakukan controlling berkelanjutan terhadap perilaku siswa agar pembelajaran tidak hanya sukses secara intelektual, namun juga berhasil secara sosial dan emosional. Output PSE adalah adab atau karakter dalam memanfaatkan kekayaan intelektual dirinya dan orang lain.
Bagi Rekan Sejawat
Saya akan menginformasikan ihwal ini kepada rekan sejawat dan para pembaca tulisan saya terkait PSE di media massa. Selanjutnya, saya akan membangun kolaborasi dengan orang tua atau stakeholders lainnya dalam melakukan diskusi apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pembelajaran di kelas. Semua hal ini dilakukan sebagai upaya menggapai pembelajaran yang menuntun terpenuhinya kebutuhan murid, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara.