Menurut saya, Pembelajaran Sosial dan Emosional atau PSE pada modul 2.2 ini menjadi ihwal penting serta manifestasi fondasi yang sesungguhnya dalam proses pendidikan. Dalam diskusi kami di alur Ruang Kolaborasi Pendidikan Guru Penggerak (PGP), fasiliator kami (Ibu Guslaini) menyebutkan bahwa Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) ini seakan-akan menjadi 'pelumas' dalam pergerakan mesin. Entah apa jadinya jika mesin tanpa pelumas? Ya, itulah pengandaian jika ilmu pengetahuan tanpa aspek sosial dan emosional di dalamnya. Ilmu pengetahuan menjadi hanya sebatas ada dalam kesendirian seseorang. Tanpa berguna bagi masyarakat. Tanpa adab yang baik dalam pemanfaatannya.
Dalam mempelajari modul 2.2 ini, saya melalui alur MERDEKA dalam pembelajarannya, yaitu: 1) Mulai dari Diri; 2) Eksplorasi Konsep; 3) Ruang Kolaborasi; 4) Demonstrasi Kontekstual; 5) Elaborasi Pemahaman; 6) Koneksi Antar Materi; dan 7) Aksi Nyata. Alur pembelajaran ini memberikan pembelajaran yang sistematis bagi saya. Karena urutannya sesuai dengan pola belajar yang dimulai dari diri sendiri hingga aksi nyata dari proses belajar yang telah dilakukan. Untuk merekam memori bermakna di modul 2.2 ini, saya kembali menuliskan pengalaman pembelajaran tersebut melalui jurnal dwi mingguan.
Jurnal dwi mingguan kali ini adalah jurnal kedua kami di tahun 2023. Dalam penulisan jurnal ini, saya konsisten memakai model WHAT? untuk di modul 2. Model ini saya pikir model yang sederhana, to the point, namun bernas sebagai catatan perjalanan pembelajaran. Yuk, simak perjalanan saya di modul 2.2 ini dengan model jurnal yang dikembangkan oleh Driscoll dan Teh (2001). Salam Guru Penggerak!
WHAT? (DESKRIPSI PERISTIWA)
Pembelajaran tentang KSE berjalan dengan baik. Semua tahap pada alur MERDEKA berjalan sesuai ekspektasi. Hal ini tentunya karena pengalaman pembelajaran yang sudah dilaksanakan pada modul-modul sebelumnya. Alhamdulilllah.
Pada tahap Mulai dari Diri pada alur MERDEKA telah dilaksanakan pada Kamis, 23 Februari 2023 dan dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep hingga tanggal 27 Februari 2023. Seperti pada modul-modul sebelumnya, pada dua tahap ini kami Calon Guru Penggerak atau CGP dihimbau untuk memperkaya diri dengan pengetahuan dengan mempelajari modul tersebut, sebelum mengasah kedalamannya pada diskusi Ruang Kolaborasi pada tanggal 28 Februari dan 1 Maret 2023.
Kegiatan Ruang Kolaborasi pada modul 2.2 berjalan baik. Diskusi berjalan dengan lancar, dan setiap kelompok menyajikan hasil kerja kelompok yang saling membelajarkan. Pada tahap Ruang Kolaborasi ini kami berdiskusi tentang ide-ide implementasi PSE untuk murid, pendidik dan tenaga kependidikan di segala jenjang pendidikan. Ide-ide ini dapat berupa implementasi di kelas, lingkungan eksplisit pembelajaran (kokurikuler, ekstrakurikuler, dsb.), hingga praktik-praktik baik kependidikan lainnya.
Setelah melakukan tahap Ruang Kolaborasi, kami melanjutkan alur lainnya sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh Kemdikbud-Ristek RI, yaitu Demonstrasi Kontekstual (2-3 Maret 2023) dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP integrasi KSE. Kemudian, kami menuliskan jurnal dwi mingguan (4 Maret 2023), melaksanakan Elaborasi Pemahaman dan Koneksi Antar Materi (6-7 Maret 2023), dan melakukan Aksi Nyata (8 Maret 2023). Pada jadwal Aksi Nyata ini, saya juga melaksanakan Pendampingan Individu 3 (PI 3) dengan Pengajar Praktik, yaitu Ibu Sri Mulyani.
SO WHAT? (ANALISIS PERISTIWA)
Pada pembelajaran Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) ini, ternyata yang saya pikirkan sebelumnya ialah fokus KSE hanya untuk pembelajaran kepada murid. Namun setelah melalui alur MERDEKA dan mempelajarinya, ternyata hal ini juga termasuk pada PSE untuk guru dan tenaga kependidikan.
Saya awalnya memang berpikir guru dan tenaga kependidikan cukup dibekali pembelajarannya ketika mereka kuliah dulu. Namun ternyata pembelajaran ini juga harus berkelanjutan seiring dengan proses pendidikan. Setelah saya merenung sejenak dan berpikir, memang wajib pembelajaran ini diberlakukan untuk guru dan juga tenaga kependidikan. Karena kedua unsur komunitas sekolah ini belum tentu berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, hingga lingkungan akademik yang sama. Maka dari itu, diperlukan keselarasan KSE yang diperuntukkan untuk guru dan tenaga kependidikan dalam kegiatan yang sama. Hal ini tidak menampik juga pada unsur orang tua hingga stakeholders.
Alhamdulillah, selalu ada makna yang baru dari pembelajaran masing-masing modul di PGP ini. Khusus pada PSE ini, selain pembelajaran tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi, dan pengambilan keputusan bertanggung jawab, pembelajaran pelibatan seluruh unsur-unsur komunitas sekolah merupakan ihwal yang esensial untuk menyukseskan PSE dan pembelajaran pada proses pendidikan secara umum. Tentunya semua ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan murid dan membentuk budaya positif serta masa depan yang positif pula bagi bersama.
NOW WHAT? (TINDAK LANJUT)
Sebenarnya PSE sudah saya terapkan dari dulu, bahkan sebelum Kurikulum Merdeka diberlakukan di Indonesia. Karena jujur saja, saya lebih menekankan pembentukan karakter murid di sekolah. Di sini saya tidak menduakan aspek ilmu pengetahuan dan atau keterampilan. Namun, bagi saya pribadi, internet dan Artificial Intelligence (AI) sebenarnya lebih ahli dan dalam terkait diferensiasi konten pembelajaran. Yang mana, semua teori dan praktik ilmu pengetahuan serta keterampilan bisa diperoleh melalui media sosial dan atau media massa. Misalnya Youtube, Google, Tiktok, dsb. Guru pun dipastikan kalah dengan arus perkembangan zaman ini.
Lalu, hal apa yang tidak bisa begitu saja dilakukan oleh AI atau kecerdasan buatan di sekolah? Ya, pembentukan karakter melalui PSE ini. Pada pembelajaran ini membutuhkan fasiliator, membutuhkan motivator, membutuhkan inspirator, dan membutuhkan mobilisator atau penggerak. Ya, siapa itu? Jelas, ini adalah sosok guru. Lebih baik lagi kalau ia Guru Penggerak.
Seorang guru dapat memberikan perlakuan dan teladan, yang nantinya ini akan menjadi proses imitasi bagi murid kedepan. AI bisa memberikan materi dan informasi terkait hal ini. Namun, AI tidak bisa melibatkan diri secara luring dalam membentuk jati diri dan karakter murid. Karena untuk menumbuhkan kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pembuatan keputusan bertanggung jawab oleh murid, diperlukan sentuhan sosial yang autentik dan kontekstual, yaitu melalui guru.
Akhirnya, saya berterima kasih kepada Ibu Guslaini dan rekan-rekan CGP7 Kab. Belitung Timur yang sudah membantu dalam pembelajaran KSE ini. Dalam penerapanan dan ekspansi PSE ini, saya akan melakukan koordinasi yang baik kepada kepala sekolah, rekan sejawat, dan unsur komunitas sekolah lainnya dengan merencanakan serta mengeksekusi program yang tepat sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
Terkait ihwal ini, sebagai media edukasi yang erat dengan saya (literasi), saya akan menulis di media massa terkait esensi dan penerapan yang bisa dilakukan oleh pendidik ketika di sekolah. Semoga hal ini menjadi pembelajaran dan inspirasi aksi bagi kita semua. Terutama bagi komunitas sekolah agar memiliki kesadaran penuh (mindfulness) dalam memajukan dunia pendidikan melalui kesejahteraan psikologis (well-being) via PSE.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI