Alhamdulillah, selalu ada makna yang baru dari pembelajaran masing-masing modul di PGP ini. Khusus pada PSE ini, selain pembelajaran tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi, dan pengambilan keputusan bertanggung jawab, pembelajaran pelibatan seluruh unsur-unsur komunitas sekolah merupakan ihwal yang esensial untuk menyukseskan PSE dan pembelajaran pada proses pendidikan secara umum. Tentunya semua ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan murid dan membentuk budaya positif serta masa depan yang positif pula bagi bersama.
NOW WHAT? (TINDAK LANJUT)
Sebenarnya PSE sudah saya terapkan dari dulu, bahkan sebelum Kurikulum Merdeka diberlakukan di Indonesia. Karena jujur saja, saya lebih menekankan pembentukan karakter murid di sekolah. Di sini saya tidak menduakan aspek ilmu pengetahuan dan atau keterampilan. Namun, bagi saya pribadi, internet dan Artificial Intelligence (AI) sebenarnya lebih ahli dan dalam terkait diferensiasi konten pembelajaran. Yang mana, semua teori dan praktik ilmu pengetahuan serta keterampilan bisa diperoleh melalui media sosial dan atau media massa. Misalnya Youtube, Google, Tiktok, dsb. Guru pun dipastikan kalah dengan arus perkembangan zaman ini.
Lalu, hal apa yang tidak bisa begitu saja dilakukan oleh AI atau kecerdasan buatan di sekolah? Ya, pembentukan karakter melalui PSE ini. Pada pembelajaran ini membutuhkan fasiliator, membutuhkan motivator, membutuhkan inspirator, dan membutuhkan mobilisator atau penggerak. Ya, siapa itu? Jelas, ini adalah sosok guru. Lebih baik lagi kalau ia Guru Penggerak.
Seorang guru dapat memberikan perlakuan dan teladan, yang nantinya ini akan menjadi proses imitasi bagi murid kedepan. AI bisa memberikan materi dan informasi terkait hal ini. Namun, AI tidak bisa melibatkan diri secara luring dalam membentuk jati diri dan karakter murid. Karena untuk menumbuhkan kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pembuatan keputusan bertanggung jawab oleh murid, diperlukan sentuhan sosial yang autentik dan kontekstual, yaitu melalui guru.
Akhirnya, saya berterima kasih kepada Ibu Guslaini dan rekan-rekan CGP7 Kab. Belitung Timur yang sudah membantu dalam pembelajaran KSE ini. Dalam penerapanan dan ekspansi PSE ini, saya akan melakukan koordinasi yang baik kepada kepala sekolah, rekan sejawat, dan unsur komunitas sekolah lainnya dengan merencanakan serta mengeksekusi program yang tepat sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
Terkait ihwal ini, sebagai media edukasi yang erat dengan saya (literasi), saya akan menulis di media massa terkait esensi dan penerapan yang bisa dilakukan oleh pendidik ketika di sekolah. Semoga hal ini menjadi pembelajaran dan inspirasi aksi bagi kita semua. Terutama bagi komunitas sekolah agar memiliki kesadaran penuh (mindfulness) dalam memajukan dunia pendidikan melalui kesejahteraan psikologis (well-being) via PSE.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H