Mohon tunggu...
Ares Brilatin
Ares Brilatin Mohon Tunggu... Guru - Penjaga Mimpi

Tinggal di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

1 Desember 2023   10:28 Diperbarui: 1 Desember 2023   10:44 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koneksi Antar Materi - Modul 2.3: Coaching untuk Supervisi Akademik

Oleh: Ares Brilatin

CGP Angkatan 9

Sejauh mana seorang calon guru penggerak (CGP) memahami materi, yang mencakup hubungan antara materi awal dan terakhir, ditunjukkan oleh keterkaitan antara berbagai materi.

Kemampuan saya untuk menghubungkan setiap materi menunjukkan seberapa memahami dan menguasai saya tentang materi tersebut.  Sebagai seorang CGP, tujuan dari artikel yang saya tulis ini adalah untuk membuat kesimpulan, menjelaskan hubungan materi yang telah dipelajari, dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang saya peroleh selama modul 2 melalui berbagai media.

Pengertian Coaching secara umum adalah suatu proses kolaboratif yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis. Dalam proses ini, seorang pelatih memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari individu yang dilatih (Grant, 1999).

Coaching dianggap sebagai kunci untuk membuka potensi seseorang guna maksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). Menurut International Coach Federation (ICF), coaching merupakan bentuk kemitraan antara pelatih dan individu yang dilatih (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional melalui proses yang merangsang dan mengeksplorasi pemikiran serta proses kreatif.

Tujuan utamanya adalah untuk membimbing kekuatan alami anak untuk berkembang dan hidup sehingga mereka dapat meningkatkan perilakunya. Pendidik harus memiliki keterampilan coaching untuk membimbing potensi tersebut untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Proses coaching dalam pendidikan adalah komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, di mana murid diberikan kebebasan untuk menemukan kekuatannya sendiri. Peran pendidik sebagai "pamong" adalah memberikan bimbingan dan memberdayakan potensi agar murid tidak tersesat dan dapat menemukan kekuatannya tanpa mengorbankan dirinya.

Paradigma berfikir dalam coaching menjadi kunci penting, dengan fokus pada individu yang sedang dikembangkan, sikap terbuka dan ingin tahu, kesadaran diri yang kuat, dan kemampuan melihat peluang baru serta masa depan.

Dokumen Ares Brilatin
Dokumen Ares Brilatin

Prinsip Coaching:

(1) Prinsip kemitraan menekankan bahwa posisi coach terhadap coachee adalah sebagai mitra, sehingga dalam konteks coaching, tidak ada hierarki yang menunjukkan superioritas atau inferioritas.

Coachee dianggap sebagai sumber belajar untuk dirinya sendiri, sedangkan coach berperan sebagai rekan berpikir bagi coachee, membantu mereka belajar melalui pemahaman diri sendiri.

(2) Proses kreatif dilakukan melalui percakapan dua arah yang merangsang proses berpikir coachee, menyusun dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide inovatif.

(3) Maksimalkan potensi mengacu pada upaya memaksimalkan potensi coachee dan memberdayakan rekan sejawat. Percakapan sebaiknya diakhiri dengan merencanakan tindak lanjut yang ditetapkan oleh individu yang sedang berkembang.

Dokumen Ares Brilatin
Dokumen Ares Brilatin

Kompetensi Inti Coaching:

(1) Bertanya dengan kualitas bobot pertanyaan yang baik. kemampuan ini adalah keadaan dimana coach mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu, pertanyaan yang di ajukan memiliki kulaitas pertanyaan yang dalam kritis dan baik.

Pertanyaan yang diajukan oleh seorang coach diharapkan dapat merangsang pemikiran coachee, memunculkan ide-ide yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri, dan mendorong coachee untuk mengambil tindakan guna pengembangan diri dan kompetensi.

(2) Aktif mendengarkan adalah keterampilan fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan pemahaman menyeluruh terhadap makna yang tidak diucapkan.

(3) Kehadiran penuh adalah kemampuan untuk sepenuhnya hadir bersama coachee, dikenal sebagai coaching presence dalam konteks coaching. Ini mencakup keselarasan badan, pikiran, dan hati selama percakapan coaching. Kehadiran penuh ini merupakan bagian integral dari kesadaran diri yang membantu mengembangkan paradigma berpikir dan kompetensi lain selama sesi coaching.

Rangkaian Percakapan TIRTA yang saya gunakan dalam proses coaching, dapat dipahami pada penjelasan berikut : TIRTA bermakna air, simbolisasi aliran air dari sumber hingga ke muara. Jika kita mengibaratkan murid sebagai air, maka kita ingin membiarkannya merdeka, mengalir bebas hingga mencapai potensi maksimal. Sebagai seorang coach, peran utamanya adalah membantu coachee.

TIRTA terdiri dari langkah-langkah berikut:

Tujuan awal, di mana coach dan coachee sepakat pada tujuan pembicaraan, yang idealnya berasal dari coachee.

Identifikasi, di mana coach menggali dan memetakan situasi yang sedang dibahas, serta menghubungkannya dengan fakta-fakta saat sesi berlangsung.

Rencana Aksi, di mana ide pengembangan atau solusi alternatif dipertimbangkan untuk perencanaan yang akan dibuat.

Tanggung awab, di mana komitmen terhadap hasil yang dicapai dan langkah-langkah selanjutnya diambil.

Kegiatan Supervisi Akademik dengan Pendekatan Berpikir Coaching:

Terdapat dua paradigma utama yang mendukung proses supervisi akademik yang memberdayakan: paradigma pengembangan kompetensi secara berkelanjutan dan paradigma optimalisasi potensi setiap individu. Prinsip-prinsip supervisi akademik dengan pendekatan berpikir coaching mencakup aspek kemitraan, di mana supervisor dan guru bekerja sama untuk meningkatkan kompetensi. Metode ini melibatkan elemen perencanaan, refleksi, objektivitas, dan pengambilan informasi. Metode ini berkesinambungan dan komprehensif, dan mencakup tujuan proses supervisi akademik.

Dari hasil mempelajari modul 2.3 dalam pendidikan CGP, pelaksanaan supervisi akademik harus didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah. Tahap perencanaan mencakup perumusan tujuan, mempertimbangkan kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan menyiapkan instrumen.

Pada tahap awal, supervisi akademik mencakup observasi pembelajaran di kelas, yang juga dikenal sebagai supervisi klinis. Pada tahap tindak lanjut, supervisi akademik dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui berbagai kegiatan yang memberi guru kesempatan untuk belajar dan berkembang melalui berbagai aktivitas.

Emosi-emosi yang saya rasakan terkait pengalaman belajar modul 2.3

Berbagai jenis emosi dapat muncul pada diri saya selama proses pembelajaran materi coaching diantaranya: ketika mulai memahami konsep-konsep dasar coaching, saya merasakan adanya rasa penasaran dan antusiasme yang muncul. Dengan pengetahuan baru yang diperoleh, saya menjadi lebih tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang keterampilan coaching dan cara menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari atau dalam pekerjaan.

Namun, saya sering mengalami masalah dan kekhawatiran saat belajar coaching seiring dengan peningkatan pengetahuan saya. Pembelajaran keterampilan coaching bisa menjadi tugas yang sulit dan memerlukan usaha ekstra. Ini dapat menyebabkan rasa tidak yakin atau bahkan takut tentang kemampuan seseorang untuk menerapkan konsep coaching ke dalam kehidupan nyata. Rasa tidak nyaman ini seringkali menjadi bagian dari

Setelah melewati tahap ini, seringkali muncul perasaan pencapaian dan kepuasan pada diri saya . Ketika seseorang mulai merasakan peningkatan dalam keterampilan coachingnya, perasaan percaya diri dan kebanggaan dapat tumbuh. Hasilnya, saya merasa lebih siap dan termotivasi untuk mengimplementasikan keterampilan-keterampilan baru tersebut dalam konteks sehari-hari, baik dalam hubungan profesional maupun personal.

Coaching adalah proses yang dinamis dan melibatkan emosi. Terlepas dari kesulitan dan keraguan yang ada pada awal pembelajaran, coaching berdampak positif untuk kemampuan saya dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.

Apa yang sudah baik tentang keterlibatan saya dalam proses belajar?

Satu hal yang sudah baik tentang keterlibatan diri saya adalah ketekunan saya dalam mempelajari konsep coaching yaitu munculnya keinginan yang tinggi untuk memahami dan menerapkan keterampilan coaching dalam kehidupan sehari-hari. Kerajinan ini menciptakan fondasi yang kuat untuk pemahaman ide-ide.

Apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan diri saya dalam proses belajar?

Dalam konteks perbaikan terkait keterlibatan diri saya dalam proses belajar coaching untuk supervisi akademik, satu aspek yang perlu saya perhatikan adalah tingkat refleksi diri. saya perlu meningkatkan kemampuan ini untuk secara kritis merefleksikan pemahaman saya terhadap konsep-konsep coaching dan cara mengaplikasikannya dalam situasi nyata. Meningkatkan refleksi diri dapat membantu saya lebih efektif mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan saya dalam menerapkan keterampilan coaching supervisi akademik serta mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

Selain itu, perlu juga memperhatikan tingkat keterlibatan secara praktis atau praktik langsung dalam latihan keterampilan coaching. Mungkin diperlukan lebih banyak kesempatan untuk mengimplementasikan konsep-konsep yang dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari atau lingkungan profesional. Dengan demikian, saya dapat memperoleh umpan balik langsung dan pengalaman praktis yang dapat mendukung perkembangan keterampilan coaching saya. Mendorong partisipasi aktif dalam latihan dan situasi simulasi yang mirip dengan situasi nyata dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan keterlibatan praktis dan mendukung penerapan konsep-konsep coaching dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Keterkaitan materi modul terhadap kompetensi dan kematangan diri saya

Dalam proses belajar materi modul coaching dalam supervisi akademik, hubungan antara kemampuan dan kematangan diri pribadi sangat penting untuk memahami dan menerapkan konsep coaching dengan baik. Untuk menghasilkan percakapan coaching yang efektif, kemampuan pribadi saya, yang mencakup pemahaman diri, empati, dan keterampilan komunikasi, menjadi dasar. Kesadaran akan kekuatan dan area perbaikan pribadi membantu menciptakan fondasi yang kuat untuk pengembangan keterampilan coaching dan memungkinkan untuk mengetahui kebutuhan individu yang di-coach lebih baik.

Selain itu, kematangan diri saya sangat penting untuk menerapkan keterampilan coaching dengan bijaksana. Kemampuan untuk mengelola emosi, membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan memahami bagaimana tindakan kita berdampak pada orang lain adalah semua bagian dari kematangan ini. Kematangan diri sebagai coach dalam supervisi akademik memungkinkan guru untuk memberikan.

Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

Adanya keterlibatan emosi selama pembelajaran ini mendorong saya untuk meningkatkan upaya saya untuk memahami coaching untuk supervisi akademik dengan lebih baik. Semakin banyak praktik coaching, saya akan menjadi lebih baik dalam kemampuan saya sebagai seorang coach untuk hadir sepenuhnya (presence), mendengarkan secara aktif, dan mengajukan pertanyaan yang bermakna.

Untuk meningkatkan keterampilan coaching untuk supervisi akademik, sulit untuk menerapkan praktik coaching secara teratur dengan murid atau rekan sejawat. Namun, aspek yang sudah positif adalah memperoleh pemahaman dan pemahaman tentang materi coaching untuk supervisi akademik dan telah menerapkannya.

Perbaikan perlu dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan efektif dalam mengajukan pertanyaan yang penting kepada pelatih. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kapasitas sebagai seorang pendidik yang mampu menjadi coach dan memberikan coaching kepada orang-orang di sekitarnya.

Berikut keerkaitan materi modul 2.3 dengan filosofi KHD

Dalam kaitannya dengan materi coaching, hubungan antara materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) mencakup konsep pembelajaran berdiferensiasi di mana guru berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa mereka, termasuk kesiapan belajar, minat, dan profil belajar mereka.

Guru dapat bertindak sebagai mentor dan melibatkan siswa sebagai mentor dalam memahami kebutuhan unik siswa. Pendekatan ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi siswa sehingga mereka dapat menemukan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar mereka.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) adalah upaya kolaboratif di sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berhubungan sosial, dan kemampuan pengambilan keputusan siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena guru dapat menggunakan kompetensi sosial emosional ini saat mengajar siswa mereka.

Keterkaitan antara keterampilan coaching dan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran dapat dijelaskan melalui empat paradigma berpikir coaching, yang melibatkan: (1) fokus pada coachee atau rekan yang sedang dikembangkan, (2) sikap terbuka dan rasa ingin tahu, (3) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan (4) kemampuan untuk melihat peluang baru dan masa depan.

Selain itu, terdapat tiga kompetensi inti yang sangat penting untuk dipahami, diterapkan, dan dilatih secara konsisten ketika terlibat dalam percakapan coaching dengan rekan sejawat di lingkungan sekolah, yaitu: (1) kehadiran penuh (presence), (2) mendengarkan secara aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan yang substansial.

Salah satu sumber referensi yang dapat digunakan untuk mengajukan pertanyaan bermakna setelah melakukan mendengarkan aktif adalah konsep RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan singkatan dari Receive (Terima), Appreciate (Apresiasi), Summarize (Merangkum), dan Ask (Tanya). Dalam hal ini, R (Receive/Terima) berarti menerima atau mendengarkan dengan penuh perhatian setiap informasi yang disampaikan oleh coachee, dengan fokus pada kata kunci yang diucapkan.

A (Appreciate/Apresiasi) menekankan memberikan penghargaan dengan merespons atau menunjukkan bahwa kita benar-benar mendengarkan coachee. Respon dapat berupa anggukan, kontak mata, atau ungkapan verbal. Apresiasi muncul saat kita memberikan perhatian sepenuhnya pada coachee, tanpa terganggu oleh situasi lain.

S (Summarize/Merangkum) mencakup kemampuan merangkum informasi setelah coachee selesai berbicara untuk memastikan pemahaman yang sama. Dalam merangkum, penting untuk memperhatikan dan menggunakan kata kunci yang diucapkan oleh coachee.

A (Ask/Tanya) melibatkan coach dalam mengajukan pertanyaan bermakna berdasarkan apa yang telah didengar dan hasil merangkum. Tujuannya adalah untuk mendalami pemahaman coachee terhadap situasinya, menggunakan pertanyaan terbuka seperti apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa, atau di mana, sambil menghindari pertanyaan tertutup seperti mengapa, apakah, atau sudahkah.

Keterampilan coaching seorang guru akan meningkat secara signifikan, dan ini akan berdampak positif pada pengembangan kemampuan mereka sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk membantu guru dalam mencapai pemikiran yang lebih mendalam atau metakognisi, proses percakapan coaching sangat penting. Dalam diskusi yang mendalam ini, pendidik dapat mengeksplorasi potensi dalam komunitas sekolah dan dalam diri mereka sendiri. Sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan, percakapan coaching juga sangat penting. Motivasi ini tidak hanya memberikan dorongan, tetapi juga memupuk komitmen melalui pemikiran dan tindakan. Hasilnya, upaya kreatif dan tindakan praktis dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, yang pada gilirannya berdampak positif pada siswa.

Dalam situasi ini, percakapan coaching tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk meningkatkan keterampilan tetapi juga sebagai tempat untuk membangun refleksi diri yang mendalam. Dengan memikirkan potensi dan motivasi yang muncul selama proses coaching, guru dapat menjadi lebih sadar akan peran mereka sebagai pembelajar yang terus berkembang. Metode ini tidak hanya menghasilkan peningkatan kualitas pengajaran tetapi juga pengembangan diri secara keseluruhan.

Oleh karena itu, hasil dari diskusi coaching tidak hanya tercermin dalam pemikiran strategis tetapi juga dalam tindakan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran. Dengan menggunakan metode ini, guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif dan mendukung yang berdampak positif pada kemajuan akademik dan pribadi siswa.

Saya melihat hubungan antara coaching learning dan pembelajaran diferensiasi dan sosial emosional:

Pengalaman Masa Lalu:

Sebagai seorang guru, saya telah memiliki pengalaman dalam menerapkan berbagai pendekatan supervisi akademik dan strategi pengajaran yang berbeda, yang telah membuka mata saya terhadap keanekaragaman dan kebutuhan khusus setiap siswa. Melalui pembelajaran coaching, saya dapat merenungkan pengalaman sebelumnya dan mengidentifikasi situasi di mana penerapan keterampilan coaching dapat meningkatkan interaksi dengan siswa dan membantu mereka memahami berbagai kebutuhan belajar mereka.

Penerapan di masa depan:

Memiliki pemahaman yang lebih baik tentang coaching dalam konteks supervisi akademik akan memungkinkan saya untuk menerapkan metode ini secara lebih luas di masa depan. Mewujudkan lingkungan kelas yang mendukung pembelajaran diferensiasi dan di mana setiap siswa merasa dihargai dan didengarkan adalah tujuan saya. Mengingat peran pentingnya dalam membangun keterampilan interpersonal siswa, mendapatkan keterampilan coaching juga akan membantu saya meningkatkan aspek pembelajaran sosial emosional.

Konsep atau Praktik Baik dari Modul Lain:

Konsep seperti refleksi diri dan pengembangan kompetensi pribadi sebagai pemimpin pembelajaran menjadi fondasi yang kuat dari modul lain yang telah saya pelajari. Saya yakin bahwa menggunakan keterampilan coaching akan memperkaya konsep-konsep ini dan membantu saya memberikan bimbingan yang lebih mendalam kepada rekan sejawat dan siswa saya..

Informasi dari Sumber Luar Bahan Terbuka Pendidikan Guru Penggerak:

Saya mencari informasi di luar bahan terbuka Pendidikan Guru Penggerak, selain dari modul yang telah disediakan. Menerima perspektif dan pengalaman tambahan dari guru yang berhasil menerapkan coaching dalam pembelajaran diferensiasi dan pembelajaran sosial emosional telah memberikan wawasan yang berharga dan pemahaman yang lebih luas tentang aplikasi praktis dari ide-ide tersebut.

Dengan mempertimbangkan apa yang sudah saya tulis ini, saya percaya bahwa memasukkan keterampilan coaching ke dalam supervisi akademik akan meningkatkan pembelajaran diferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Itu juga akan berdampak positif pada perkembangan pribadi dan profesional saya sebagai seorang pendidik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun